MAU SUKSES DAN KAYA KLIK BAWAH INI....

KONSULTASI Email ke : mbahkahono@gmail.com

RAHASIA PESUGIHAN POHON DEWANDARU

Gunung Kawi Jawa Timur selalu dimitoskan sebagai sarana pesugihan. Padahal sebenarnya tempat ini adalah punden Eyang Jogo. Namun karena pandangan miring itu sudah melekat dalam masyarakat, maka gunung Kawi tersebut dianggap mempunyai kekeramatan dalam hal perburuan harta kekayaan gaib lewat ritual pesugihan. BERBURU pesugihan memang tak boleh gegabah dan harus berpasrah diri. Dalam do’a pun, juga demikian. Permintaan yang dimohonkan, tidak secara otomatis terkabul kendati uborampe sudah diongkepi. 

Keinginan supaya bisa menjadi kaya, bisa datang lebih cepat dari harapan, tetapi dapat juga malah sebaliknya. Pada ranah pesugihan, dikenal pesugihan Pohon Dewadaru. Benarkah daun pohon tersebut merupakan lantaran manusia untuk menjadi kaya?

Warga masyarakat Jawa mengenal satu tradisi yang sudah ratusan bahkan ribuan tahun umurnya. Yakni, tradisi berburu kekayaan lazimnya disebut pesugihan. Untuk menggapainya ilmu tersebut (pesugihan) bukan perkara mudah. Karena dipercaya pelaku (orang bersangkutan) wajib menumbalkan nyawa, dari salah seorang anggota keluarganya, bisa istri, anak, menantu atau yang lainnya. 

Kendati besar tebusan sekaligus resiko yang wajib dibayar, akan tetapi anehnya jumlah orang yang memburunya berkecenderungan terus bertambah pada setiap tahunnya. Hal itu berarti banyak orang yang ingin kaya raya dengan cara melakukan ritual pesugihan.

Media permohonan pesugihan, bermacam-macam. Bisa melalui punden, makam, sendang, pohon, dan bentuk tempat keramat lain. Guna terkabulnya niatan itu, pelaku wajib atur sesaji pada penunggu gaib tempat tersebut. Sesaji ini, erat kaitannya dengan uborampe.

Fungsinya, yaitu untuk memanggil supaya penunggu gaib berkenan muncul sekaligus mendengar permintaan si pelaku. Dipercaya bahkan diyakini oleh sebagian orang terutama para pemburu kekayaan, saat melakukan doa, siapapun orangnya tidak boleh sembarangan.

Etika yang harus diikuti, antara lain harus santun, sabar dan fokus dengan apa yang diminta.  Semua hidupnya, digambarkan harus diserahkan terhadapnya, si penunggu gaib tempat keramat tersebut.

Berperilaku seperti itu, memang tidak gampang, namun demi satu tujuan yang sudah diperhitungkan untung dan ruginya, pelaku mau tidak mau harus mengerjakannya dengan sepenuh hati. Agar penunggu gaib tempat keramat tersebut, bersedia menerima doanya.

Pohon Dewa 
Pohon dewa merupakan pohon tua dan dikeramatkan sekaligus dipercaya bisa mendatangkan keberuntungan atau pesugihan. Pohon itu terdapat di area pesarean Gunung Kawi, masuk wilayah Kabupaten Malang, Jatim. Masyarakat menamai pohon Dewadaru tersebut sebagai pohon pesugihan. 

Bahkan ada juga yang menamainya sebagai pohon kesabaran. Dalam keyakinan masyarakat Tiong Hoa, Dewadaru, jenisnya termasuk jenis Pohon Shianto atau pohon Dewa. Siapapun yang kejatuhan pohon ini, dipercaya bisa menjadi kaya raya. Hanya saja, untuk mendapatkan daunnya, tidak boleh dipetik atau dipanjat pohonnya dan juga tidak boleh diambil dengan galah.

Akan tetapi, yang bersangkutan harus duduk bersila, sambil terus memanjatkan doa tanpa putus sembari menunggu jatuhnya helai demi helai daun pohon keramat tersebut.  Ketika jatuh, puluhan orang yang ada di bawah, langsung berebut untuk mengambilnya.

Selanjutnya daun dibungkus dengan selembar uang, kemudian disimpan di dalam dompet. Seperti itulah satu mitos soal pohon Dewadaru, yang dipercaya daunnya bisa membuat manusia menjadi kaya raya. 

Dalam sejarahnya, pohon yang mirip pohon crème ini, ditanam oleh Eyang Jugo dan Eyang Sujo, sebagai perlambang daerah gunung Kawi dan sekitarnya aman sejahtera. Eyang Jugo dan Eyang Sujo, dimakamkan di satu liang lahat. Lokasinya, tak jauh dari tumbuhnya pohon tersedut.

Keduanya dulunya merupakan pejuang, bala tentara Pangeran Diponegoro. Eyang Jugo atau Kyai Zakaria II dan Eyang Sujo Atau Raden Mas Iman Sudjono adalah Bhayangkara terdekat Pangeran Diponegoro.

Pada tahun 1830 saat perjuangan terpecah belah oleh siasat adu domba kompeni, dan Pangeran Diponegoro tertangkap kemudian diasingkan ke Makasar. Sedangkan Eyang Jugo dan Eyang Sujo mengasingkan diri ke wilayah gunung Kawi itu