MAU SUKSES DAN KAYA KLIK BAWAH INI....

KONSULTASI Email ke : mbahkahono@gmail.com

Gara-Gara makan Sesaji untuk Pesugihan

Kisah yang amat menegangkan ini terjadi sekitar dua bulan yang lalu. Ketika itu aku pergi ke kawasan Gunung Semeru di Jawa Timur, yang kata orang merupakan gunung paling angker di seantoro Tanah Jawa.
Bagiku, perjalanan ke puncak gunung merupakan suatu tantangan yang tidak bisa dinilai dengan uang. Bagiku, kegiatan traveling adalah suatu kebahagiaan batin yang tiada tara, karena aku memang tidak punya banyak waktu untuk melakukan kegiatan yang menjadi hobiku sejak masih SMU ini.
Karena kesibukan kerja, sudah lama aku tidak bisa
melakukan hobiku yang satu ini.
Karena perjalanan ke puncak Gunung Semeru ini dibumbui pula dengan suatu kejadian yang berlangsung di luar nalar, maka hal ini benar-benar menjadikan sebuah pengalaman yang tak akan pernah bisa aku lupakan seumur hidupku.

Ya, peristiwa itu benar-benar menyeramkan dan penuh misteri. Dengan mengalaminya sendiri, aku akhirnya kian menyadari bahwa selain dunia manusia ternyata ada dunia lain yang mungkin juga mempunyai peradaban dengan bentuk dan hokum-hukum tersendiri. Aku juga benar-benar bisa membuktikan semua cerita tentang keangkeran Gunung Semuru setelah aku mengalaminya sendiri.
Saat itu, aku dan keempat orang temanku telah sampai di sebuah titik ketinggian, namun belum sampai pada puncak Semuru. Untuk sekedar melepas lelah, kami istirahat di dalam sebuah goa yang sangat besar dan gelap. Kebetulan sekali kami menemukan goa itu, sebab tak lama kemudian tiba-tiba hujan turun dengan sangat derasnya. Padahal, sebelumnya tidak ada tanda-tanda alam, seperti mendung, yang selalu mengiringi datangnya hujan.
Kami merasa sangat beruntung sebab dengan berada di dalam goa itu tubuh kami tidak kehujanan. Untuk mengusir hawa dingin sekaligus mengatasi kegelapan ruang goa, kami menyalakan lampu yang telah kami desain sedemikian rupa hingga mudah kami bawa. Tak hanya itu, kami juga membuat api unggun dengan menggunakan ranting-ranting kering yang ada di dalam goa. Setelah itu kami pun membakar roti dan bermain gitar sambil bernyanyi riang. Pokoknya kami benar-benar happy saat itu.
Satu jam kemudian, hujan mulai reda. Rasa letih, lapar dan dahaga pun telah terobati. Karena itu kami putuskan untuk bergegas melanjutkan perjalanan yang tinggal setengah hari lagi. Kami takut kemalaman sebelum sampai ke puncak gunung tersebut.
Sebelum aku meninggalkan goa tersebut, keempat temanku sudah berada di luar goa. Jadi, hanya tinggal aku yang masih berada di dalam. Maklum, aku memang agak lamban memberesi perbekalan yang kuwaba.
Setelah semua perbekalanku terbungkus dalam tas rangsel kesayanganku, tiba-tiba aku menemukan setandang pisang raja tergeletak di bawah sebongkah batu besar tak jauh dari tempat kami membuat api unggun tadi. Tanpa perasaan curiga walau sedikitpun, dengan cekatan aku mengambilnya. Bahkan aku juga memetik satu kemudian dengan nikmatnya kumakan oisah itu.
Setelah menghabiskan satu pisang itu, keanehan tiba-tiba saja terjadi. Pandangaku jadi kabur, dan detik berikutnya aku tidak bisa melihat sama sekali. Dengan panic aku berteriak memanggil teman-temanku. Untunglah, tidak lama kemudian mereka bergegas datang.
“Ada apa, apa yang terjadi denganmu?” Tanya salah seorang temanku.
Dengan gugup aku menjawabnya, “Entahlah! Ti…tiba-tiba saja mataku jadi buta. Aku tidak bisa melihat apa-apa lagi!”
Keempat temanku pun sepertinya mulai panik. Setidaknya ini kurasakan dengan ketergesa-gesaan mereka yang menuntunku ke luar dari goa tersebut.
Apa yang terjadi kemudian? Benarkah yang datang dan menuntunku ke luar dari dalam goa itu adalah keempat orang teman-temanku?
Tidak! Ketika pandanganku kembali normal, maka betapa terperanjatnya aku. Yang menuntunku keluar dari goa itu ternyata bukanlah teman-temanku. Mereka adalah manusia-manusia bertampang seram, dengan wajah rusak dan hancur. Baju mereka memang sama dengan baju-baju temanku, tapi tampang mereka, benar-benar asing dan sangat menyeramkan. Aku berusaha lepas dari cengkraman tangan mereka. Ya, aku berusaha secepatnya kabur.
Tapi tangan mereka yang berbulu lebat dan kokoh itu benar-benar membuatku tak berkutik. Bahkan yang terjadi kemudian, aku tak punya nyali lagi untuk melanjutkan pemberontakanku.
“Kumohon, jangan sakiti aku!” Aku mereng seperti anak kecil.
Tapi mereka mana mau peduli. Dengan sangat kasarnya mereka memaksaku untuk mengikutinya berjalan.
Sebelum mereka lebih jauh membawaku pergi, sulit kuceritakan bagaimana awalnya, yang pasti tiba-tiba saja nyaliku kembali muncul. Niatku untuk kabur dan lepas dari mereka seketika bangkit. Dengan sekuat tenaga kutendang salah satu dari mereka.
Usahaku ini berhasil. Karena begitu kuatnya tendanganku, salah satu dari mereka jatuh terguling. Saat itulah aku berhasil berlari sekuat tenaga. Tanpa peduli halangan yang menghadang di hadapanku, aku terus berlari dan berlari.
Setelah beberapa saat lamanya berlari, aku memberanikan diri menoleh ke belakang. Apa yang terjadi?
Astaghfirullah! Mereka telah lenyap dari pandangan mataku. Mereka benar-benar tidak ada. Lalu aku memberanikan diri untuk berhenti dan beristirahat, tapi tiba-tiba dadaku berdetak sangat kencang. Bagaimana tidak! Dalam waktu sekedipan mata, keempat makhluk menyeramkan itu telah berdiri di depanku dengan senyum menyeringai mirip srigala yang kelaparan.
Aku menggigil ketakutan. Melihatku seakan-akan tak berdaya lagi, salah satu dari mereka berkata, “Kamu telah memakan pisang kami, jadi kamu harus ikut kami untuk mempertanggungjawabkan perbautanmu!”
“Jadi pisang itu pisang kalian? Kalau begitu maafkanlah aku, ya!” Ujarku dengan memberanikan diri.
“Enak saja minta maaf. Pisang itu adalah pisang persembahan buat raja kami. Jadi kamu harus minta maaf pada raja kami!” Tegas yang seorang lagi.
Sepertinya, mereka tak memberikan kesempatan padaku untuk membela diri. Buktinya, sekejap kemudian, mereka bertepuk tangan tiga kali. Dan sungguh ajaib, tiba-tiba di depan kami telah berdiri kereta kencana dengan enam kuda putih yang sangat gagah. Tanpa banyak bicara, mereka memaksaku untuk menaiki kereta kencana tersebut. Dan sulit bagiku untuk menolak ajakan mereka, sebab mereka jelas bukanlah lawan yang sepadan denganku.
Segalanya terjadi dengan begitu cepat. Dalam beberapa kedipan mata saja, kami sudah sampai di depan sebuah istana kerajaan yang sangat mewah dengan beberapa pengawal yang juga bertampang menyeramkan. Tidak lama kemudian, muncul seorang raja yang tampan dan permaisuri yang sangat cantik jelita. Raja dan permaisurinya kelihatan begitu anggun dan berwibawa.
“Hai, Kisanak! Kamu telah memasuki kerajaan kami…kamu telah berani memakan pisang persembahan buatku. Untuk itu kamu harus aku hukum!” Kata sang raja.
“Tapi saya tidak sengaja memakannya. Saya kira itu milik teman-temanku!” Ujarku dengan suara gemetar.
“Manusia memang pintar mencari alasan. Seret dia dan gantung di atas pohon cemara!” Perintah sang raja dengan marah.
Empat orang prajurit langsung menyergap dan menyeretku ke suatu tempat mirip alun-alun. Sungguh menegangkan, tidak lama kemudian, aku benar-benar digantung di atas pohon cemara. Kedua tanganku diikat. Hujan dan angin kencang menampar sekujur tubuhku. Kadang-kadang panas matahari yang menyengat membakar sekujur tubuhku. Aku tidak bisa berbuat apa-apa, aku benar-benar takluk dan tidak berkutik dengan ikatan yang teramat kuat itu.
Yang bisa kulakukan hanya menangis dan memendam kesedihan dalam hati. Sungguh tak pernah kubayangkan sebelumnya akan mengalami kejadian seperti ini. Aku meratapi kerapuhan hatiku, yang sama sekali tidak pernah ada dalam pikiranku. Di alam nyata aku adalah seorang kuat dan tabah dalam menghadapi keadaan walau seburuk apa pun juga. Didepan teman-temanku sesama pecinta alam dulu aku dikenal paling jago, aku juga paling pemberani. Tapi sekarang, aku benar-benar rapuh. Aku benar-benar lemah dan tak berdaya.
Di tengah-tengah keputusasaanku, lambat-lamat terdengar suara-suara yang memanggil-manggil namuku. Anehnya, aku sama sekali tak menemukan siapa gerangan orang yang memanggil-manggil namaku itu. Bahkan bayangan orang seditik pun sama sekali tak terlihat olehku.
Lambat laun, suara-suara itu semakin lama semakin keras terdengar, “Galih pulang. Galih…kami di sini mencarimu!”
“Baca ayat-ayat Al-Qur’aan…baca ayat Qursyi dengan sepenuh hatimu, teman!” Kata suara yang lain.
Aku mulai yakin, suara-suara itu sebagian tak lain adalah suara teman-temanku. Dan benar, kata mereka bahwa aku harus membaca ayat-ayat Al-Qur’an jika aku tersesat ke dunia lain. Hal itulah yang kemudian kulakukan.
Dengan hati yang khusyuk, aku mencoba berdoa kepada Allah. Seterusnya aku membaca ayat Qursyi. Berulang-ulang dan sebanyak-banyaknya.
Demi Allah, keajaiban tiba-tiba datang di depan mataku. Sesaat setelah aku membaca ayat Qursyi pada hitungan yang ke 125, tiba-tiba petir datang menyambar dadaku. Seketika sekujur tubuhku panas, dan aku terus mencoba membaca ayat Qursyi. Selanjutnya aku tidak ingat apa-apa lagi.
Setelah aku siuman, tahu-tahu aku sudah berada di atas tempat tidur. Papa dan mama menangisiku dengan penuh haru. Namun, mereka bahagia melihat aku telah sadarkan diri.
Aku juga melihat keempat teman-temanku yang ikut serta dalam acara pendakian ke Gunung Semeru itu. Sama seperti kedua orang tuaku, mereka juga ikut tersenyum lega melihat aku telah siuman. Kepada Alul, salah seorang sahabatku, aku bermaksud bertanya tentang apa yang telah terjadi terhadap diriku. Tapi sungguh aneh, aku sama sekali tidak bisa mengeluarkan suara. Suaraku yang tegas dan lantang, sama sekali tidak keluar. Ya, Allah, aku sepertinya telah berubah jadi bisu.
Hanya air mata yang menganaksungai di atas wajahku meratapi kenyataan itu. Untunglah Alul segera berinisiatif untuk memanggil seorang Ustadz. Setelah aku meminum segelas air putih pemberian Ustadz Hady, pelan-pelan suaraku mulai muncul kembali. Alhamdulillah!
Lantas, apa sebenarnya yang telah terjadi menimpa diriku?
Menurut cerita teman-teman, ketika itu aku ditemukan tergeletak di atas sebuah bukit yang oleh warga sekitar dikenal dengan nama Bukit Batu Hitam. Bayangkan, bukit tersebut sangat curam dan dalam sekali. Dan ini sungguh suatu keberuntungan yang sangat langka, sebab aku masih bisa selamat. Diperkirakan, jarak dari tempat asalku berteduh didalam goa dengan lokasi Bukit Batu Hitam sekitar satu kilo meter. Anehkan? Padahal, aku sepertinya hanya bergerak dari goa itu beberapa meter saja.
Kemudian aku bertanya pada teman-teman, bagaimana mereka bisa menemukanku? Kata mereka, setelah ditunggu beberapa saat, aku tidak keluar dari goa, mereka masuk ke dalam goa. Tapi, ternyata aku tidak ada di sana. Mereka semua jadi bingung dan ketakutan. Akhirnya, mereka menghubungi sesepuh desa di sekitar lereng gunung. Mereka bertemu dengan Ustadz Hady. Setelah dilakukan penerawangan oleh Ustadz, keberadaanku bisa terdeteksi. Akhirnya mereka bersama Ustadz melakukan ritual pemanggilan arwahku.
Setelah Ustadz Hady melempar seekor kambing jantan warna hitam pekat ke lereng Bukit Batu Hitam yang curam dan dalam, beberapa menit kemudian tubuhku terbang ke atas dan dengan sangat tangkas Ustadz Hady menangkap tubuhku. Sekali lagi, ini suatu keanehan yang sulit dicerna akal sehat.
Jujur, mulanya aku ragu dengan semua cerita tersebut. Tapi setelah kurenungi peristiwa demi peristiwa yang kualami, hingga akhirnya aku tergeletak di atas tempat tidur, satu hal yang kuperoleh adalah aku jadi semakin yakin dengan segala kebesaran Allah SWT.
Sungguh, kejadian ini telah memberiku suatu pelajaran yang sangat berharga. Setidaknya aku kian meyakini, bahwa di manapun kita berada, kita jangan suka main serobot seenaknya, sebab sekali kita lancang berani mengambil yang bukan haknya, kita akan mendapatkan celaka.

Gara-Gara makan Sesaji untuk Pesugihan

Kisah yang amat menegangkan ini terjadi sekitar dua bulan yang lalu. Ketika itu aku pergi ke kawasan Gunung Semeru di Jawa Timur, yang kata orang merupakan gunung paling angker di seantoro Tanah Jawa.
Bagiku, perjalanan ke puncak gunung merupakan suatu tantangan yang tidak bisa dinilai dengan uang. Bagiku, kegiatan traveling adalah suatu kebahagiaan batin yang tiada tara, karena aku memang tidak punya banyak waktu untuk melakukan kegiatan yang menjadi hobiku sejak masih SMU ini.
Karena kesibukan kerja, sudah lama aku tidak bisa
melakukan hobiku yang satu ini.
Karena perjalanan ke puncak Gunung Semeru ini dibumbui pula dengan suatu kejadian yang berlangsung di luar nalar, maka hal ini benar-benar menjadikan sebuah pengalaman yang tak akan pernah bisa aku lupakan seumur hidupku.

Ya, peristiwa itu benar-benar menyeramkan dan penuh misteri. Dengan mengalaminya sendiri, aku akhirnya kian menyadari bahwa selain dunia manusia ternyata ada dunia lain yang mungkin juga mempunyai peradaban dengan bentuk dan hokum-hukum tersendiri. Aku juga benar-benar bisa membuktikan semua cerita tentang keangkeran Gunung Semuru setelah aku mengalaminya sendiri.
Saat itu, aku dan keempat orang temanku telah sampai di sebuah titik ketinggian, namun belum sampai pada puncak Semuru. Untuk sekedar melepas lelah, kami istirahat di dalam sebuah goa yang sangat besar dan gelap. Kebetulan sekali kami menemukan goa itu, sebab tak lama kemudian tiba-tiba hujan turun dengan sangat derasnya. Padahal, sebelumnya tidak ada tanda-tanda alam, seperti mendung, yang selalu mengiringi datangnya hujan.
Kami merasa sangat beruntung sebab dengan berada di dalam goa itu tubuh kami tidak kehujanan. Untuk mengusir hawa dingin sekaligus mengatasi kegelapan ruang goa, kami menyalakan lampu yang telah kami desain sedemikian rupa hingga mudah kami bawa. Tak hanya itu, kami juga membuat api unggun dengan menggunakan ranting-ranting kering yang ada di dalam goa. Setelah itu kami pun membakar roti dan bermain gitar sambil bernyanyi riang. Pokoknya kami benar-benar happy saat itu.
Satu jam kemudian, hujan mulai reda. Rasa letih, lapar dan dahaga pun telah terobati. Karena itu kami putuskan untuk bergegas melanjutkan perjalanan yang tinggal setengah hari lagi. Kami takut kemalaman sebelum sampai ke puncak gunung tersebut.
Sebelum aku meninggalkan goa tersebut, keempat temanku sudah berada di luar goa. Jadi, hanya tinggal aku yang masih berada di dalam. Maklum, aku memang agak lamban memberesi perbekalan yang kuwaba.
Setelah semua perbekalanku terbungkus dalam tas rangsel kesayanganku, tiba-tiba aku menemukan setandang pisang raja tergeletak di bawah sebongkah batu besar tak jauh dari tempat kami membuat api unggun tadi. Tanpa perasaan curiga walau sedikitpun, dengan cekatan aku mengambilnya. Bahkan aku juga memetik satu kemudian dengan nikmatnya kumakan oisah itu.
Setelah menghabiskan satu pisang itu, keanehan tiba-tiba saja terjadi. Pandangaku jadi kabur, dan detik berikutnya aku tidak bisa melihat sama sekali. Dengan panic aku berteriak memanggil teman-temanku. Untunglah, tidak lama kemudian mereka bergegas datang.
“Ada apa, apa yang terjadi denganmu?” Tanya salah seorang temanku.
Dengan gugup aku menjawabnya, “Entahlah! Ti…tiba-tiba saja mataku jadi buta. Aku tidak bisa melihat apa-apa lagi!”
Keempat temanku pun sepertinya mulai panik. Setidaknya ini kurasakan dengan ketergesa-gesaan mereka yang menuntunku ke luar dari goa tersebut.
Apa yang terjadi kemudian? Benarkah yang datang dan menuntunku ke luar dari dalam goa itu adalah keempat orang teman-temanku?
Tidak! Ketika pandanganku kembali normal, maka betapa terperanjatnya aku. Yang menuntunku keluar dari goa itu ternyata bukanlah teman-temanku. Mereka adalah manusia-manusia bertampang seram, dengan wajah rusak dan hancur. Baju mereka memang sama dengan baju-baju temanku, tapi tampang mereka, benar-benar asing dan sangat menyeramkan. Aku berusaha lepas dari cengkraman tangan mereka. Ya, aku berusaha secepatnya kabur.
Tapi tangan mereka yang berbulu lebat dan kokoh itu benar-benar membuatku tak berkutik. Bahkan yang terjadi kemudian, aku tak punya nyali lagi untuk melanjutkan pemberontakanku.
“Kumohon, jangan sakiti aku!” Aku mereng seperti anak kecil.
Tapi mereka mana mau peduli. Dengan sangat kasarnya mereka memaksaku untuk mengikutinya berjalan.
Sebelum mereka lebih jauh membawaku pergi, sulit kuceritakan bagaimana awalnya, yang pasti tiba-tiba saja nyaliku kembali muncul. Niatku untuk kabur dan lepas dari mereka seketika bangkit. Dengan sekuat tenaga kutendang salah satu dari mereka.
Usahaku ini berhasil. Karena begitu kuatnya tendanganku, salah satu dari mereka jatuh terguling. Saat itulah aku berhasil berlari sekuat tenaga. Tanpa peduli halangan yang menghadang di hadapanku, aku terus berlari dan berlari.
Setelah beberapa saat lamanya berlari, aku memberanikan diri menoleh ke belakang. Apa yang terjadi?
Astaghfirullah! Mereka telah lenyap dari pandangan mataku. Mereka benar-benar tidak ada. Lalu aku memberanikan diri untuk berhenti dan beristirahat, tapi tiba-tiba dadaku berdetak sangat kencang. Bagaimana tidak! Dalam waktu sekedipan mata, keempat makhluk menyeramkan itu telah berdiri di depanku dengan senyum menyeringai mirip srigala yang kelaparan.
Aku menggigil ketakutan. Melihatku seakan-akan tak berdaya lagi, salah satu dari mereka berkata, “Kamu telah memakan pisang kami, jadi kamu harus ikut kami untuk mempertanggungjawabkan perbautanmu!”
“Jadi pisang itu pisang kalian? Kalau begitu maafkanlah aku, ya!” Ujarku dengan memberanikan diri.
“Enak saja minta maaf. Pisang itu adalah pisang persembahan buat raja kami. Jadi kamu harus minta maaf pada raja kami!” Tegas yang seorang lagi.
Sepertinya, mereka tak memberikan kesempatan padaku untuk membela diri. Buktinya, sekejap kemudian, mereka bertepuk tangan tiga kali. Dan sungguh ajaib, tiba-tiba di depan kami telah berdiri kereta kencana dengan enam kuda putih yang sangat gagah. Tanpa banyak bicara, mereka memaksaku untuk menaiki kereta kencana tersebut. Dan sulit bagiku untuk menolak ajakan mereka, sebab mereka jelas bukanlah lawan yang sepadan denganku.
Segalanya terjadi dengan begitu cepat. Dalam beberapa kedipan mata saja, kami sudah sampai di depan sebuah istana kerajaan yang sangat mewah dengan beberapa pengawal yang juga bertampang menyeramkan. Tidak lama kemudian, muncul seorang raja yang tampan dan permaisuri yang sangat cantik jelita. Raja dan permaisurinya kelihatan begitu anggun dan berwibawa.
“Hai, Kisanak! Kamu telah memasuki kerajaan kami…kamu telah berani memakan pisang persembahan buatku. Untuk itu kamu harus aku hukum!” Kata sang raja.
“Tapi saya tidak sengaja memakannya. Saya kira itu milik teman-temanku!” Ujarku dengan suara gemetar.
“Manusia memang pintar mencari alasan. Seret dia dan gantung di atas pohon cemara!” Perintah sang raja dengan marah.
Empat orang prajurit langsung menyergap dan menyeretku ke suatu tempat mirip alun-alun. Sungguh menegangkan, tidak lama kemudian, aku benar-benar digantung di atas pohon cemara. Kedua tanganku diikat. Hujan dan angin kencang menampar sekujur tubuhku. Kadang-kadang panas matahari yang menyengat membakar sekujur tubuhku. Aku tidak bisa berbuat apa-apa, aku benar-benar takluk dan tidak berkutik dengan ikatan yang teramat kuat itu.
Yang bisa kulakukan hanya menangis dan memendam kesedihan dalam hati. Sungguh tak pernah kubayangkan sebelumnya akan mengalami kejadian seperti ini. Aku meratapi kerapuhan hatiku, yang sama sekali tidak pernah ada dalam pikiranku. Di alam nyata aku adalah seorang kuat dan tabah dalam menghadapi keadaan walau seburuk apa pun juga. Didepan teman-temanku sesama pecinta alam dulu aku dikenal paling jago, aku juga paling pemberani. Tapi sekarang, aku benar-benar rapuh. Aku benar-benar lemah dan tak berdaya.
Di tengah-tengah keputusasaanku, lambat-lamat terdengar suara-suara yang memanggil-manggil namuku. Anehnya, aku sama sekali tak menemukan siapa gerangan orang yang memanggil-manggil namaku itu. Bahkan bayangan orang seditik pun sama sekali tak terlihat olehku.
Lambat laun, suara-suara itu semakin lama semakin keras terdengar, “Galih pulang. Galih…kami di sini mencarimu!”
“Baca ayat-ayat Al-Qur’aan…baca ayat Qursyi dengan sepenuh hatimu, teman!” Kata suara yang lain.
Aku mulai yakin, suara-suara itu sebagian tak lain adalah suara teman-temanku. Dan benar, kata mereka bahwa aku harus membaca ayat-ayat Al-Qur’an jika aku tersesat ke dunia lain. Hal itulah yang kemudian kulakukan.
Dengan hati yang khusyuk, aku mencoba berdoa kepada Allah. Seterusnya aku membaca ayat Qursyi. Berulang-ulang dan sebanyak-banyaknya.
Demi Allah, keajaiban tiba-tiba datang di depan mataku. Sesaat setelah aku membaca ayat Qursyi pada hitungan yang ke 125, tiba-tiba petir datang menyambar dadaku. Seketika sekujur tubuhku panas, dan aku terus mencoba membaca ayat Qursyi. Selanjutnya aku tidak ingat apa-apa lagi.
Setelah aku siuman, tahu-tahu aku sudah berada di atas tempat tidur. Papa dan mama menangisiku dengan penuh haru. Namun, mereka bahagia melihat aku telah sadarkan diri.
Aku juga melihat keempat teman-temanku yang ikut serta dalam acara pendakian ke Gunung Semeru itu. Sama seperti kedua orang tuaku, mereka juga ikut tersenyum lega melihat aku telah siuman. Kepada Alul, salah seorang sahabatku, aku bermaksud bertanya tentang apa yang telah terjadi terhadap diriku. Tapi sungguh aneh, aku sama sekali tidak bisa mengeluarkan suara. Suaraku yang tegas dan lantang, sama sekali tidak keluar. Ya, Allah, aku sepertinya telah berubah jadi bisu.
Hanya air mata yang menganaksungai di atas wajahku meratapi kenyataan itu. Untunglah Alul segera berinisiatif untuk memanggil seorang Ustadz. Setelah aku meminum segelas air putih pemberian Ustadz Hady, pelan-pelan suaraku mulai muncul kembali. Alhamdulillah!
Lantas, apa sebenarnya yang telah terjadi menimpa diriku?
Menurut cerita teman-teman, ketika itu aku ditemukan tergeletak di atas sebuah bukit yang oleh warga sekitar dikenal dengan nama Bukit Batu Hitam. Bayangkan, bukit tersebut sangat curam dan dalam sekali. Dan ini sungguh suatu keberuntungan yang sangat langka, sebab aku masih bisa selamat. Diperkirakan, jarak dari tempat asalku berteduh didalam goa dengan lokasi Bukit Batu Hitam sekitar satu kilo meter. Anehkan? Padahal, aku sepertinya hanya bergerak dari goa itu beberapa meter saja.
Kemudian aku bertanya pada teman-teman, bagaimana mereka bisa menemukanku? Kata mereka, setelah ditunggu beberapa saat, aku tidak keluar dari goa, mereka masuk ke dalam goa. Tapi, ternyata aku tidak ada di sana. Mereka semua jadi bingung dan ketakutan. Akhirnya, mereka menghubungi sesepuh desa di sekitar lereng gunung. Mereka bertemu dengan Ustadz Hady. Setelah dilakukan penerawangan oleh Ustadz, keberadaanku bisa terdeteksi. Akhirnya mereka bersama Ustadz melakukan ritual pemanggilan arwahku.
Setelah Ustadz Hady melempar seekor kambing jantan warna hitam pekat ke lereng Bukit Batu Hitam yang curam dan dalam, beberapa menit kemudian tubuhku terbang ke atas dan dengan sangat tangkas Ustadz Hady menangkap tubuhku. Sekali lagi, ini suatu keanehan yang sulit dicerna akal sehat.
Jujur, mulanya aku ragu dengan semua cerita tersebut. Tapi setelah kurenungi peristiwa demi peristiwa yang kualami, hingga akhirnya aku tergeletak di atas tempat tidur, satu hal yang kuperoleh adalah aku jadi semakin yakin dengan segala kebesaran Allah SWT.
Sungguh, kejadian ini telah memberiku suatu pelajaran yang sangat berharga. Setidaknya aku kian meyakini, bahwa di manapun kita berada, kita jangan suka main serobot seenaknya, sebab sekali kita lancang berani mengambil yang bukan haknya, kita akan mendapatkan celaka.

Bank Gaib dIDunia Nyata

Pernahkah Anda mendengar istilah bank gaib?

Bank yang ini konon dipercaya mampu mendatangkan uang secara gaib. Beberapa paranormal menyatakan bahwa keberadaan bank gaib itu memang benar-benar ada. Namun, untuk dapat mengaksesnya, diperlukan perantara yang mumpuni dan dapat dipercaya oleh pengelola bank gaib ini.



Sementara itu, beberapa paranormal lain juga berpendapat bahwa uang yang kita dapat melalui bank gaib pada saat ini sebenarnya merupakan pinjaman yang harus dibayar oleh anak cucu kita di masa depan. Dengan kata lain, sebenarnya kita sedang mencuri rezeki milik anak cucu kita di masa depan.

Ada macam-macam cara yang bisa dipergunakan untuk dapat mengakses dana dari bank gaib. Namun, beberapa paranormal menawarkan cara paling praktis, yaitu dengan menyediakan mahar tertentu dan klien tinggal menunggu hasilnya.

Semua tatacara ritual dan lelaku akan dijalankan oleh sang paranormal. Banyak sedikitnya dana yang diinginkan bergantung jumlah mahar yang diserahkan. Begitu juga dengan cepat atau lamanya proses pencarian dana, itu juga bergantung besar kecilnya mahar.

Dana yang diperoleh dari bank gaib ini bisa didapat melalui dua cara, yaitu pinjaman dan hibah. Skema ini konon dimiliki oleh bank gaib yang dikelola oleh penguasa gaib Gunung Merbabu.

Pinjaman dan Hibah

Eyang Syech Jagat Maulana dipercaya sebagai penguasa gaib Gunung Merbabu. Dari sosok gaib inilah, konon dana bank gaib bisa diakses oleh masyarakat luas, melalui perantara tertentu.

Jangka waktu pencairan dana gaib bervariasi, mulai 7 hari hingga 41 hari. Semuanya bergantung besar kecilnya mahar yang diserahkan kepada paranormal yang jadi perantaranya.

Dana yang disediakan tidak terbatas. Adapun jangka waktu pengembaliannya maksimal selama 15 tahun. Mungkin Anda akan bertanya, bagaimana cara mengangsurnya?

Eyang Syech Jagat Maulana sudah memiliki mekanisme skema pengembalian pinjaman. Proses pengembalian bisa dilakukan oleh nasabah bank gaib dengan cara menyembelih sapi kurban setiap tanggal 10 Muharram. Banyaknya sapi yang dikurbankan bergantung besar kecilnya pinjaman.

Untuk setiap 1 milyar rupiah dana yang dipinjam dari bank gaib, nasabah harus membayarnya dengan cara menyembelih 5 ekor sapi untuk dikurbankan. Sapi yang dikurbankan harus sapi dewasa yang sehat dari jenis sapi bali atau sapi merah.

Jadi, selama masa kredit 15 tahun, nasabah harus menyembelih 75 ekor sapi. Jika harga sapi 14 juta rupiah tiap ekornya, nilai keseluruhannya sudah setara dengan besar pinjaman yang didapatnya, yakni 1 milyar rupiah.

Sebagaimana layaknya bank umum, bank gaib ini juga memiliki debt collector untuk menagih paksa nasabah yang mangkir dalam membayar angsuran. Namun, debt collector bank gaib ini tidak memiliki rasa belas kasih apalagi toleransi. Dia berpegang pada komitmen yang telah diperjanjikan.

Secara bertahap, debt collector bank gaib akan mengambil paksa satu persatu anggota keluarga nasabah yang mangkir dari kewajibannya untuk dijadikan kurban pengganti sapi.

Selain memberikan dana dalam bentuk pinjaman, bank gaib milik Eyang Syech Jagat Maulana ini juga siap memberikan dana kepada nasabahnya dalam bentuk hibah.

Persyaratan untuk mendapatkan dana hibah ini hampir sama dengan persyaratan untuk mendapat pinjaman. Yaitu dengan cara membayar sejumlah mahar kepada paranormal yang jadi perantaranya. Namun, besar uang mahar yang harus dibayarkan 10 kali lebih besar dari jumlah mahar untuk mendapat pinjaman.

Melalui skema ini, Eyang Syech Jagat Maulana tidak menuntut nasabahnya untuk melakukan ritual apapun yang dimaksudkan sebagai pengembalian dana yang telah diterimanya.

Hibah ini diberikan secara murni, tidak ada kewajiban untuk mengembalikannya. Jadi, cukup aman bagi nasabah dan keluarganya serta tanpa efek samping.

Bagaimana, Anda berminat untuk mengaksesnya?

Bank Gaib dIDunia Nyata

Pernahkah Anda mendengar istilah bank gaib?

Bank yang ini konon dipercaya mampu mendatangkan uang secara gaib. Beberapa paranormal menyatakan bahwa keberadaan bank gaib itu memang benar-benar ada. Namun, untuk dapat mengaksesnya, diperlukan perantara yang mumpuni dan dapat dipercaya oleh pengelola bank gaib ini.



Sementara itu, beberapa paranormal lain juga berpendapat bahwa uang yang kita dapat melalui bank gaib pada saat ini sebenarnya merupakan pinjaman yang harus dibayar oleh anak cucu kita di masa depan. Dengan kata lain, sebenarnya kita sedang mencuri rezeki milik anak cucu kita di masa depan.

Ada macam-macam cara yang bisa dipergunakan untuk dapat mengakses dana dari bank gaib. Namun, beberapa paranormal menawarkan cara paling praktis, yaitu dengan menyediakan mahar tertentu dan klien tinggal menunggu hasilnya.

Semua tatacara ritual dan lelaku akan dijalankan oleh sang paranormal. Banyak sedikitnya dana yang diinginkan bergantung jumlah mahar yang diserahkan. Begitu juga dengan cepat atau lamanya proses pencarian dana, itu juga bergantung besar kecilnya mahar.

Dana yang diperoleh dari bank gaib ini bisa didapat melalui dua cara, yaitu pinjaman dan hibah. Skema ini konon dimiliki oleh bank gaib yang dikelola oleh penguasa gaib Gunung Merbabu.

Pinjaman dan Hibah

Eyang Syech Jagat Maulana dipercaya sebagai penguasa gaib Gunung Merbabu. Dari sosok gaib inilah, konon dana bank gaib bisa diakses oleh masyarakat luas, melalui perantara tertentu.

Jangka waktu pencairan dana gaib bervariasi, mulai 7 hari hingga 41 hari. Semuanya bergantung besar kecilnya mahar yang diserahkan kepada paranormal yang jadi perantaranya.

Dana yang disediakan tidak terbatas. Adapun jangka waktu pengembaliannya maksimal selama 15 tahun. Mungkin Anda akan bertanya, bagaimana cara mengangsurnya?

Eyang Syech Jagat Maulana sudah memiliki mekanisme skema pengembalian pinjaman. Proses pengembalian bisa dilakukan oleh nasabah bank gaib dengan cara menyembelih sapi kurban setiap tanggal 10 Muharram. Banyaknya sapi yang dikurbankan bergantung besar kecilnya pinjaman.

Untuk setiap 1 milyar rupiah dana yang dipinjam dari bank gaib, nasabah harus membayarnya dengan cara menyembelih 5 ekor sapi untuk dikurbankan. Sapi yang dikurbankan harus sapi dewasa yang sehat dari jenis sapi bali atau sapi merah.

Jadi, selama masa kredit 15 tahun, nasabah harus menyembelih 75 ekor sapi. Jika harga sapi 14 juta rupiah tiap ekornya, nilai keseluruhannya sudah setara dengan besar pinjaman yang didapatnya, yakni 1 milyar rupiah.

Sebagaimana layaknya bank umum, bank gaib ini juga memiliki debt collector untuk menagih paksa nasabah yang mangkir dalam membayar angsuran. Namun, debt collector bank gaib ini tidak memiliki rasa belas kasih apalagi toleransi. Dia berpegang pada komitmen yang telah diperjanjikan.

Secara bertahap, debt collector bank gaib akan mengambil paksa satu persatu anggota keluarga nasabah yang mangkir dari kewajibannya untuk dijadikan kurban pengganti sapi.

Selain memberikan dana dalam bentuk pinjaman, bank gaib milik Eyang Syech Jagat Maulana ini juga siap memberikan dana kepada nasabahnya dalam bentuk hibah.

Persyaratan untuk mendapatkan dana hibah ini hampir sama dengan persyaratan untuk mendapat pinjaman. Yaitu dengan cara membayar sejumlah mahar kepada paranormal yang jadi perantaranya. Namun, besar uang mahar yang harus dibayarkan 10 kali lebih besar dari jumlah mahar untuk mendapat pinjaman.

Melalui skema ini, Eyang Syech Jagat Maulana tidak menuntut nasabahnya untuk melakukan ritual apapun yang dimaksudkan sebagai pengembalian dana yang telah diterimanya.

Hibah ini diberikan secara murni, tidak ada kewajiban untuk mengembalikannya. Jadi, cukup aman bagi nasabah dan keluarganya serta tanpa efek samping.

Bagaimana, Anda berminat untuk mengaksesnya?

Demi Uang , Rela Piara Raja Jin

Pada tahun 2004 penulis mempunyai seorang teman dari Purworejo. Sebut saja namanya F.Malik. Sang teman adalah salah satu contoh seseorang yang belajar ilmu gaib, tetapi mempunyai keimanan yang tipis sehingga terjerumus bujuk rayu setan yang menyesatkan. Berikut kisahnya….

Pertengahan tahun 2004 itu aku (Penulis) bergabung dengan salah satu perguruan ilmu gaib yang ada di Solo. Pada waktu itu, ilmu gaib memang sedang ramai diperbincangkan orang, sehingga banyak sekali bermunculan perguruan-perguruan ilmu gaib. Aku memilih perguruan di Solo itu, karena waktu itu aku sendiri membacanya di salah satu majalah.

Mereka, maksudnya anggota perguruan ini, menginap di padepokan sampai
berminggu-minggu lamanya untuk mengikuti pelatihan fisik berupa olah kanuragan maupun mental. Salah satu bentuk latihan tersebut adalah pada malam hari mereka pergi ke kuburan atau tempat-tempat angker untuk latihan terawangan.
Penasaran dengan cerita di majalah, aku pun menyambangi pedepokan perguruan ilmu gaib tersebut. Ternyata benar, apa yang telah diceritakan dalam majalah yang sempat kubaca. Di perguruan ini, aku memang bertemu dengan banyak orang dari berbagai daerah. Ada yang baru datang, ada yang sudah beberapa hari, beberapa minggu bahkan ada yang sudah sebulan, namun mereka mengaku masih kerasan tinggal di padepokan yang terletak di luar kota Solo itu.

Salah seorang murid lama di perguruan tersebut adalah F.Malik. Dia mengaku berasal dari  Purworejo. F.Malik adalah sosok lelaki muda, berusia sekitar 30 tahun, bertubuh Kurus pendek, kepala sedikit botak. Namun yang paling menarik, lelaki ini sosok yang sangat pemberani, sekaligus pula ambisius.
Mungkin karena sifatnya yang ambisius itu, maka Fahrullah termasuk pula sebagai seorang yang sangat rajin wirid. Wirid utamanya adalah surat Al-Fatihah. Menurut pengakuannya, dia sudah mewiridkan surah Al-Fatihah sebanyak 100.000 kali. Prestasi yang menurutku sangat luar biasa. Hal ini bisa dimaklumi karena memang kalau dia wirid, maka bisa sampai lima atau enam jam.
Untuk urusan terawangan, Farullah termasuk jempolan. Hingga pada suatu malam, sewaktu terawangan di Taman Pramuka Solo, Fahrullah bertemu dengan sosok bangsa halus yang mengaku bernama Siti. Dia adalah penghuni alam gaib Taman Pramuka yang wajahnya cantik jelita (Hal ini pernah penulis ceritakan dalam; “Penghuni Gaib Kota Solo”).
Melihat kecantikan Siti, sang penunggu alam gaib Taman Pramuka tersebut, Fahrullah tergoda imannya. Hingga tanpa sadar, dia melakukan hubungan biologis dengan makhluk halus tersebut. Anehnya, setela hubungan perzinahan itu, F.Malik di datangi orang tua Siti, yang bermaksud meminta pertanggungjawaban darinya. F.Malik mau bertanggungjawab, tapi harus di depan gurunya.
“Siapa gurumu itu?” Tanya orang tua Siti.
F.Malik menyebutkan nama gurunya.
Setelah mendengar nama guru Malik, orang tua Siti yang sudah tentu juga makhluk halus itu akhirnya bingung. Sepertinya dia tidak berani meneruskan perkaranya lagi.
Pada malam berikutnya, ditemani Penulis dan di tempat yang sama, Malik kembali melakukan terawangan. Waktu itu, Malik bertemu dengan apa yang disebutnya sebagai Raja Demit. Dia sangat ketakutan dan berniat mau lari, tetapi dicegah oleh si Raja Demit.
“Jangan takut. Saya akan membantu kesulitanmu,” kata Raja Demit.
Mendengar perkataan mahluk gaib tersebut mau membantu kesulitannya, Fahrullah tidak jadi lari. Bahkan, mereka kemudian berdialog.
Setelah dialog dengan makhluk itu, akhirnya Malik bersedia bersekutu dengannya dengan syarat, apabila Malik minta sesuatu ada syaratnya dan syarat itu harus dipenuhi.
Menurut cerita Fahrullah, pernah pada suatu malam, dia pulang ke purworejo menumpang bus, tetapi tidak mempunyai uang. Di tengah perjalanan, dia diturunkan oleh kondektur karena tidak punya tiket dan tidak punya uang buat bayar ongkos. Setelah itu, dia minta bantuan Raja Demit agar bisa mengantarnya pulang.
Apa yang terjadi? Oleh Raja Demit, Fahrullah diminta mencari tempat yang gelap dan tidak ada orang. Perintah tersebut diikuti oleh Malik. Di tempat yang gelap dan sepi tersebut, Malik disuruh memejamkan mata dan jangan sesekali membukanya, kecuali diperintahkan buka oleh si Raja Demit.
Suatu keajaiban memang terjadi. Setelah diperintah membuka mata, dan Fahrullah pun membuka matanya, maka dia sudah ada di belakang rumahnya di Sidoarjo.
Kejadian yang Penulis dan teman-teman lainnya sering saksikan adalah, ketika Fahrullah membutuhkan uang. Setelah dia berkomunikasi dengan Raja Demit dan menyanggupi syarat yang diajukan oleh si Raja Demit, maka dalam waktu kurang dari lima menit, uang lima puluh ribu atau seratus ribu sudah ada di tangan Malik.
Pada mulanya, syarat yang diminta oleh Raja Demit itu hanya hal-hal biasa saja, seperti harus mandi di WC, tidak boleh mandi di kamar mandi. Namun, lama-kelamaan syarat yang diajukan oleh si Raja Demit mulai menyalahi aturan-aturan agama. Misalkan saja, Fahrullah harus kencing di depan teman-teman yang sedang santai di lapangan olah raga, atau tindakan lain yang cenderung melanggar adapt dan etika kesopanan.
Menurut pengamatan Penulis, uang yang dibuat oleh Fahrullah lewat bantuan Raja Demit adalah sihir makhluk gaib. Karena uang tersebut tidak bisa bertahan lama. Setelah Fahrullah membelanjakannya, tidak berapa lama kemudian, uang tersebut kembali ke ujud semula. Ya, kalau semula F.Malik memegang kertas atau daun, kemudian berubah menjadi uang, maka setelah uang tersebut dibelanjakan maka beberapa menit kemudian, uang tersebut berubah lagi menjadi kertas atau daun.
Salah seorang teman Penulis dari Lampung, pernah diajak oleh Fahrullah nonton bioskop dengan memakai uang yang disulap dari bungkus permen. Seusai pertunjukan, Fahrullah beli satu bungkus rokok dengan menggunakan sobekan karcis bioskop. Terus langsung naik taxi dengan uang yang juga hasil sihir si Raja Demit.
Ketika di tengah perjalanan, ada warung sate kambing, tiba-tiba Fahrullah minta berhenti. Mereka masuk warung itu, namun anehnya, Fahrullah memesan buat dia sate kambing mentah. Sedangkan untuk teman penulis sate kambing bakar.
Pada mulanya tukang sate menganggap pesanan Malik hanya bercanda, namun Malik meyakinkan bahwa memang dia memesan sate kambing mentah. Tentu saja tukang sate kambing menjadi terheran-heran setelah sate kambing mentah disediakan Malik dengan lahap menyantapnya.
Anehnya lagi, setelah sampai di Padepokan, Fahrullah langsung menuju dapur kemudian makan nasi sama lauk pauk seadanya. Teman penulis dari Lampung ini karuan heran melihat F.Malik makan lagi. Namun Malik  bilang, yang makan sate kambing mentah tadi bukan dia, tapi si Raja Demit sahabatnya, sedangkan yang sekarang makan nasi dan sayur, adalah Malik sendiri.
Kisah unik lainnya seperti ini….
Kalau biasanya uang bikinan Fahrullah hanya bertahan beberapa menit setelah dibelanjakan, maka lain lagi halnya jika Fahrullah butuh uang banyak dan agar tahan lama. Caranya yaitu dengan memakai satu uang asli ditambah beberapa lembar kertas atau daun sesuai kebutuhannya.
Waktu itu, Malik tertarik dengan iklan di salah satu koran yang menyatakan bahwa ada satu cara agar uang di ATM bertambah dengan sendirinya. Kemudian F.Malik meminjam uang lima puluh ribu pada salah seorang teman Penulis.
Setelah itu, uang tersebut digabung dengan sobekan-sobekan koran. Aneh, tidak lama kemudian di tangannya sudah tergenggam sejumlah uang lima puluh ribuan, sama persis dengan uang lima puluh ribuan yang asli. Uang yang asli dikembalikan sedangkan uang sihir Raja Demit dibawa ke bank untuk ditansfer ke rekening orang yang pasang iklan.
Menurut Malik, uang tersebut bisa bertahan sampai tiga hari, setelah itu baru berubah seperti semula.
Kisah lain yang aneh bin ajaib seperti ini….
Fahrullah bukan hanya bisa bikin uang dari kertas atau daun untuk dirinya saja, tetapi dia juga bisa menurunkan ilmunya pada orang lain. Hal ini pernah dia lakukan pada teman-teman Penulis. Sebut saja seperti kepada Fahri dari Sintang dan Fahran dari Pontianak, Kalimantan Barat, Ferdi dari Bandung, Jawa Barat, dan Gunawan dari Negara Ratu, Lampung.
Caranya, tiap orang teman Penulis itu diberi 7 biji gotri kecil yang sudah dimanterai oleh si Malik. Gotri tersebut harus ditelan dengan air putih yang sudah dicampuri dengan setetes darah Malik Hanya Fery yang bersedia meminum air bercampur setetes darah Fahrullah itu, sedangkan Fahran, Ferdi dan Gunawan tidak mau meminum air yang bercampur darah, mereka hanya minta minum dengan air biasa.
Akhirnya, hanya Fery yang berhasil. Katanya, yang ikut Fahry bukan Raja Demit, tetapi anak bajang, yang permintaannya juga tidak aneh-aneh seperti permintaan Raja Demit jiak dia memberikan sesuatu sebagai imbalan.
Memang, persekutuan antara Fahrullah dengan Raja Demit berlangsung cukup lama dan tidak terkontrol oleh guru Penulis, yang waktu itu memang sedang tidak ada di Solo. Karena beliau sedang menunaikan ibadah haji. Sepulang beliau dari ibadah haji, maka Fahrullah dipanggil olehnya agar jangan lagi melakukan perbuatan yang merugikan orang lain dengan cara membuat uang sihir atas bantuan Raja Demit.
Di depan guru kami, Malik berjanji untuk tidak berbuat seperti itu lagi. Namun, setelah dia pulang ke Sidoarjo, perbuatan tersebut diulangi lagi. Hal tersebut berlangsung sampai tiga kali.
Setelah peringatan ketiga tidak diindahkan, maka guru kami akhirnya bertindak tegas. Dengan paksa, Raja Demit teman Malik dipasung kemudian ditanam di gunung Galunggung.
Setelah Raja Demit tidak mendampingi Fahrullah, maka hilanglah kesaktiannya. Dia tidak bisa lagi membikin uang dari kertas atau daun.
Demikianlah salah satu contoh orang yang belajar ilmu gaib tetapi tidak mempunyai iman yang kuat. Oleh sebab itu, pesan kami kepada semua Pembaca, kalau ingin belajar ilmu gaib terlebih dahulu harus belajar ilmu-ilmu Fiqh, Tauhid, Akhlaq dan lain-lainnya agar jangan sampai tersesat dijalan yang tidak dibenarkan oleh agama.

Demi Uang , Rela Piara Raja Jin

Pada tahun 2004 penulis mempunyai seorang teman dari Purworejo. Sebut saja namanya F.Malik. Sang teman adalah salah satu contoh seseorang yang belajar ilmu gaib, tetapi mempunyai keimanan yang tipis sehingga terjerumus bujuk rayu setan yang menyesatkan. Berikut kisahnya….

Pertengahan tahun 2004 itu aku (Penulis) bergabung dengan salah satu perguruan ilmu gaib yang ada di Solo. Pada waktu itu, ilmu gaib memang sedang ramai diperbincangkan orang, sehingga banyak sekali bermunculan perguruan-perguruan ilmu gaib. Aku memilih perguruan di Solo itu, karena waktu itu aku sendiri membacanya di salah satu majalah.

Mereka, maksudnya anggota perguruan ini, menginap di padepokan sampai
berminggu-minggu lamanya untuk mengikuti pelatihan fisik berupa olah kanuragan maupun mental. Salah satu bentuk latihan tersebut adalah pada malam hari mereka pergi ke kuburan atau tempat-tempat angker untuk latihan terawangan.
Penasaran dengan cerita di majalah, aku pun menyambangi pedepokan perguruan ilmu gaib tersebut. Ternyata benar, apa yang telah diceritakan dalam majalah yang sempat kubaca. Di perguruan ini, aku memang bertemu dengan banyak orang dari berbagai daerah. Ada yang baru datang, ada yang sudah beberapa hari, beberapa minggu bahkan ada yang sudah sebulan, namun mereka mengaku masih kerasan tinggal di padepokan yang terletak di luar kota Solo itu.

Salah seorang murid lama di perguruan tersebut adalah F.Malik. Dia mengaku berasal dari  Purworejo. F.Malik adalah sosok lelaki muda, berusia sekitar 30 tahun, bertubuh Kurus pendek, kepala sedikit botak. Namun yang paling menarik, lelaki ini sosok yang sangat pemberani, sekaligus pula ambisius.
Mungkin karena sifatnya yang ambisius itu, maka Fahrullah termasuk pula sebagai seorang yang sangat rajin wirid. Wirid utamanya adalah surat Al-Fatihah. Menurut pengakuannya, dia sudah mewiridkan surah Al-Fatihah sebanyak 100.000 kali. Prestasi yang menurutku sangat luar biasa. Hal ini bisa dimaklumi karena memang kalau dia wirid, maka bisa sampai lima atau enam jam.
Untuk urusan terawangan, Farullah termasuk jempolan. Hingga pada suatu malam, sewaktu terawangan di Taman Pramuka Solo, Fahrullah bertemu dengan sosok bangsa halus yang mengaku bernama Siti. Dia adalah penghuni alam gaib Taman Pramuka yang wajahnya cantik jelita (Hal ini pernah penulis ceritakan dalam; “Penghuni Gaib Kota Solo”).
Melihat kecantikan Siti, sang penunggu alam gaib Taman Pramuka tersebut, Fahrullah tergoda imannya. Hingga tanpa sadar, dia melakukan hubungan biologis dengan makhluk halus tersebut. Anehnya, setela hubungan perzinahan itu, F.Malik di datangi orang tua Siti, yang bermaksud meminta pertanggungjawaban darinya. F.Malik mau bertanggungjawab, tapi harus di depan gurunya.
“Siapa gurumu itu?” Tanya orang tua Siti.
F.Malik menyebutkan nama gurunya.
Setelah mendengar nama guru Malik, orang tua Siti yang sudah tentu juga makhluk halus itu akhirnya bingung. Sepertinya dia tidak berani meneruskan perkaranya lagi.
Pada malam berikutnya, ditemani Penulis dan di tempat yang sama, Malik kembali melakukan terawangan. Waktu itu, Malik bertemu dengan apa yang disebutnya sebagai Raja Demit. Dia sangat ketakutan dan berniat mau lari, tetapi dicegah oleh si Raja Demit.
“Jangan takut. Saya akan membantu kesulitanmu,” kata Raja Demit.
Mendengar perkataan mahluk gaib tersebut mau membantu kesulitannya, Fahrullah tidak jadi lari. Bahkan, mereka kemudian berdialog.
Setelah dialog dengan makhluk itu, akhirnya Malik bersedia bersekutu dengannya dengan syarat, apabila Malik minta sesuatu ada syaratnya dan syarat itu harus dipenuhi.
Menurut cerita Fahrullah, pernah pada suatu malam, dia pulang ke purworejo menumpang bus, tetapi tidak mempunyai uang. Di tengah perjalanan, dia diturunkan oleh kondektur karena tidak punya tiket dan tidak punya uang buat bayar ongkos. Setelah itu, dia minta bantuan Raja Demit agar bisa mengantarnya pulang.
Apa yang terjadi? Oleh Raja Demit, Fahrullah diminta mencari tempat yang gelap dan tidak ada orang. Perintah tersebut diikuti oleh Malik. Di tempat yang gelap dan sepi tersebut, Malik disuruh memejamkan mata dan jangan sesekali membukanya, kecuali diperintahkan buka oleh si Raja Demit.
Suatu keajaiban memang terjadi. Setelah diperintah membuka mata, dan Fahrullah pun membuka matanya, maka dia sudah ada di belakang rumahnya di Sidoarjo.
Kejadian yang Penulis dan teman-teman lainnya sering saksikan adalah, ketika Fahrullah membutuhkan uang. Setelah dia berkomunikasi dengan Raja Demit dan menyanggupi syarat yang diajukan oleh si Raja Demit, maka dalam waktu kurang dari lima menit, uang lima puluh ribu atau seratus ribu sudah ada di tangan Malik.
Pada mulanya, syarat yang diminta oleh Raja Demit itu hanya hal-hal biasa saja, seperti harus mandi di WC, tidak boleh mandi di kamar mandi. Namun, lama-kelamaan syarat yang diajukan oleh si Raja Demit mulai menyalahi aturan-aturan agama. Misalkan saja, Fahrullah harus kencing di depan teman-teman yang sedang santai di lapangan olah raga, atau tindakan lain yang cenderung melanggar adapt dan etika kesopanan.
Menurut pengamatan Penulis, uang yang dibuat oleh Fahrullah lewat bantuan Raja Demit adalah sihir makhluk gaib. Karena uang tersebut tidak bisa bertahan lama. Setelah Fahrullah membelanjakannya, tidak berapa lama kemudian, uang tersebut kembali ke ujud semula. Ya, kalau semula F.Malik memegang kertas atau daun, kemudian berubah menjadi uang, maka setelah uang tersebut dibelanjakan maka beberapa menit kemudian, uang tersebut berubah lagi menjadi kertas atau daun.
Salah seorang teman Penulis dari Lampung, pernah diajak oleh Fahrullah nonton bioskop dengan memakai uang yang disulap dari bungkus permen. Seusai pertunjukan, Fahrullah beli satu bungkus rokok dengan menggunakan sobekan karcis bioskop. Terus langsung naik taxi dengan uang yang juga hasil sihir si Raja Demit.
Ketika di tengah perjalanan, ada warung sate kambing, tiba-tiba Fahrullah minta berhenti. Mereka masuk warung itu, namun anehnya, Fahrullah memesan buat dia sate kambing mentah. Sedangkan untuk teman penulis sate kambing bakar.
Pada mulanya tukang sate menganggap pesanan Malik hanya bercanda, namun Malik meyakinkan bahwa memang dia memesan sate kambing mentah. Tentu saja tukang sate kambing menjadi terheran-heran setelah sate kambing mentah disediakan Malik dengan lahap menyantapnya.
Anehnya lagi, setelah sampai di Padepokan, Fahrullah langsung menuju dapur kemudian makan nasi sama lauk pauk seadanya. Teman penulis dari Lampung ini karuan heran melihat F.Malik makan lagi. Namun Malik  bilang, yang makan sate kambing mentah tadi bukan dia, tapi si Raja Demit sahabatnya, sedangkan yang sekarang makan nasi dan sayur, adalah Malik sendiri.
Kisah unik lainnya seperti ini….
Kalau biasanya uang bikinan Fahrullah hanya bertahan beberapa menit setelah dibelanjakan, maka lain lagi halnya jika Fahrullah butuh uang banyak dan agar tahan lama. Caranya yaitu dengan memakai satu uang asli ditambah beberapa lembar kertas atau daun sesuai kebutuhannya.
Waktu itu, Malik tertarik dengan iklan di salah satu koran yang menyatakan bahwa ada satu cara agar uang di ATM bertambah dengan sendirinya. Kemudian F.Malik meminjam uang lima puluh ribu pada salah seorang teman Penulis.
Setelah itu, uang tersebut digabung dengan sobekan-sobekan koran. Aneh, tidak lama kemudian di tangannya sudah tergenggam sejumlah uang lima puluh ribuan, sama persis dengan uang lima puluh ribuan yang asli. Uang yang asli dikembalikan sedangkan uang sihir Raja Demit dibawa ke bank untuk ditansfer ke rekening orang yang pasang iklan.
Menurut Malik, uang tersebut bisa bertahan sampai tiga hari, setelah itu baru berubah seperti semula.
Kisah lain yang aneh bin ajaib seperti ini….
Fahrullah bukan hanya bisa bikin uang dari kertas atau daun untuk dirinya saja, tetapi dia juga bisa menurunkan ilmunya pada orang lain. Hal ini pernah dia lakukan pada teman-teman Penulis. Sebut saja seperti kepada Fahri dari Sintang dan Fahran dari Pontianak, Kalimantan Barat, Ferdi dari Bandung, Jawa Barat, dan Gunawan dari Negara Ratu, Lampung.
Caranya, tiap orang teman Penulis itu diberi 7 biji gotri kecil yang sudah dimanterai oleh si Malik. Gotri tersebut harus ditelan dengan air putih yang sudah dicampuri dengan setetes darah Malik Hanya Fery yang bersedia meminum air bercampur setetes darah Fahrullah itu, sedangkan Fahran, Ferdi dan Gunawan tidak mau meminum air yang bercampur darah, mereka hanya minta minum dengan air biasa.
Akhirnya, hanya Fery yang berhasil. Katanya, yang ikut Fahry bukan Raja Demit, tetapi anak bajang, yang permintaannya juga tidak aneh-aneh seperti permintaan Raja Demit jiak dia memberikan sesuatu sebagai imbalan.
Memang, persekutuan antara Fahrullah dengan Raja Demit berlangsung cukup lama dan tidak terkontrol oleh guru Penulis, yang waktu itu memang sedang tidak ada di Solo. Karena beliau sedang menunaikan ibadah haji. Sepulang beliau dari ibadah haji, maka Fahrullah dipanggil olehnya agar jangan lagi melakukan perbuatan yang merugikan orang lain dengan cara membuat uang sihir atas bantuan Raja Demit.
Di depan guru kami, Malik berjanji untuk tidak berbuat seperti itu lagi. Namun, setelah dia pulang ke Sidoarjo, perbuatan tersebut diulangi lagi. Hal tersebut berlangsung sampai tiga kali.
Setelah peringatan ketiga tidak diindahkan, maka guru kami akhirnya bertindak tegas. Dengan paksa, Raja Demit teman Malik dipasung kemudian ditanam di gunung Galunggung.
Setelah Raja Demit tidak mendampingi Fahrullah, maka hilanglah kesaktiannya. Dia tidak bisa lagi membikin uang dari kertas atau daun.
Demikianlah salah satu contoh orang yang belajar ilmu gaib tetapi tidak mempunyai iman yang kuat. Oleh sebab itu, pesan kami kepada semua Pembaca, kalau ingin belajar ilmu gaib terlebih dahulu harus belajar ilmu-ilmu Fiqh, Tauhid, Akhlaq dan lain-lainnya agar jangan sampai tersesat dijalan yang tidak dibenarkan oleh agama.

KISAH PEMILIK UANG BALIK

Seorang wanita cantik memberinya selembar uang Rp. 50.000. Ternyata, ini adalah uang siluman, atau yang kemudian dikenal dengan nama Uang Balik. Uang inilah yang pada akhirnya membuatnya kaya raya. Lantas, apa yang kemudian terjadi….

Sebut saja lelaki yang sejatinya berwajah tampan itu dengan nama Danu. Penulis mengenalnya berkat jasa seorang teman, yang kebetulan juga temannya Danu. Seperti penuturan sohib Penulis itu, Danu memiliki kisah perjalanan hidup yang sangat mencekam. Seperti apa? Danu membeberkan kesaksiannya. Berikut ini kami jalinkan kisahnya untuk Anda…:


Malam itu, entah malam yang ke berapa kalinya aku dan isteriku harus tidur dengan menahan lapar. Maklumlah, pekerjaanku yang hanya sebagai pengepul barang rongsokan kelas teri, yang setiap hari keliling dari kampung ke kampung dengan sepeda butut, memang tidak menentu pendapatannya. Hampir setiap hari, kami hanya bisa makan dua piring nasi dengan sayur bening dan secobek sambal terasi. Kalau kebetulan dapat rezeki agak lumayan, barulah kami bisa makan dengan ikan goreng atau telur asin.
Kebetulan, siang hari tadi hujan turun lebat sekali, sehingga aku tidak bisa leluasa melakukan aktivitasku keliling kampung membeli koran atau botol-botol bekas. Alhasil, tak ada kelebihan uang yang bisa kubawa pulang, kecuali rasa letih dan kepala yang pusing akibat kehujanan hampir seharian.
Selepas sholat Isya, aku dan isteriku hanya makan sisa sayur asam yang tinggal airnya saja. Nasi pun hanya tinggal sepiring, dan kami makan bersama. Walau begitu, aku masih tetap merasa beruntung. Meski kehidupan ekonomiku carut-marut, isteriku tetap setia mendampingku. Dia juga termasuk seorang yang tekun dalam beribadah.
Ternyata aku tidak salah memilih Kartika sebagai pendamping hidupku. Dia tak hanya cantik dan salehah, namun dia juga isteri yang sangat sabar dalam menghadapi segala cobaan. Namun, cintanya yang tulus ini membuatku merasa bersalah, sebab aku tdak bisa membahagiakan Kartika. Jangankan memberinya harta yang berlimpah, untuk memberi kehidupan yang layak saja aku tidak bisa melakukannya.
Sungguh, bila ingat semua itu, tak terasa air mataku menetes. Aku merasa telah menjadi lelaki tak berguna. Nasib buruk sepertinya telah menjadi bagian dalam hidupku. Bukannya aku pemalas atau tidak mau bekerja keras. Aku sudah berusaha dengan sungguh-sungguh dalam mencari rezeki. Tapi tetap saja hasilnya pas-pasan.
“Tika, sampai kapan hidup kita akan begini terus?” cetusku sambil memandangi wajahnya yang ayu.
“Sabar ya, Mas. Mungkin ini cobaan dari Allah!” jawabnya singkat.
“Coba kalau dulu aku sekolah sampai sarjana, pasti hidup kita tidak akan susah begini,” kataku, menggerutu.
“Sudahlah, jangan menyalahkan keadaan, tidak baik terus-menerus mengeluh!” timpalnya dengan bijak.
Kartika, atau biasa aku memanggilnya Tika, memang selalu menjadi sumber pencerahan batin bagiku. Dia adalah apu semangat hidupku dalam mengarungi kehidupan di dunia ini. Setiap kali aku merasa putus asa, setiap kali aku terjatuh, maka dia selalu ada dan menjadi malaikat yang seolah tak pernah bosan mengulurkan tangannya untukku. Rasanya berdosa sekali bila aku menyatikinya.
Suatu malam, aku duduk menyendiri di bibir sumur tua yang sudah tak terpakai lagi. Jaraknya sekitar 50 meter dari belakang rumahku. Waktu itu, hatiku memang sedang galau memikirkan kenyataan hidup yang kualami. Sambil membiarkan lamunanku berkelana entah kemana, mataku seakan tak berkedip memandang langit yang penuh dengan taburan bintang. Apalagi, malam itu bulan sedang purnama. Sinarnya yang terang menjadi mahkota di malam nan sunyi itu.
Entah pukul berapa, aku tak tahu, sebab aku memang tak pernah memiliki jam tangan yang bagiku adalah sebuah barang mewah. Yang pasti, malam itu suasana sudah sangat sepi. Tak ada suara pun orang lewat. Bahkan suara jangkrik pun seolah tidak terdengar. Ya, malam yang hening. Rasa dingin mulai menyelimuti tubuhku.
Ketika menyadari kesendirianku yang sedemikian sempurna, tiba-tiba aku merasa takut sekali. Entah kenapa? Bulu kudukku mendadak merinding. Aku bergegas bangkit dari tempat itu. Namun, tiba-tiba aku tersentak kaget.
“Jangan pergi dari sini, kalau kamu ingin hidup kaya!”
Demikian kata satu suara yang tidak berwujud, yang membuatku kaget setengah mati.
Aku celingukkan, mencoba mencari sumber siapa pemilik suara itu. Tapi, jangankan orangnya, bayangannya pun aku tidak melihatnya.
“Siapa kau ini?” tanyaku, dengan bulu kuduk semakin berdiri meremang.
“Kembalilah duduk di bibir sumur ini, Sayang!” suara iu kembali terdengar. Astaga! Aku baru menyadari kalau suadara itu terdengar lembut sekali. Ya, suara seorang wanita. Tapi, siapa dia? Mengapa ada wanita tengah malam begini?
“Jangan takut. Aku tidak akan menyakitimu. Duduklah kembali di bibir sumur ini, Sayang!” katanya lagi.
Entah mengapa, sekali ini aku menuruti perintahnya.
“Lihatlah ke dalam sumur dan tolong keluarkan aku dari dalam sumur ini,” pinta suara itu dengan nada lembut penuh permohonan.
Seperti terhipnotis, aku langsung melolong ke dalam sumur. Aneh bin ajaib! Di dalam sumur yang sudah tidak terpakai selama bertahun-tahun ternyata memang ada seorang perempuan. Dengan sigap aku kemudian berusaha mengeluarkan wanita cantik itu. Anehnya, saat itu, entah mengapa rasa takut yang tadi menyergap batinku telah hilang entah kemana. Bahkan, demi melihat kecantikan wanita itu, rasa takutku malah berubah menjadi rasa cinta dan sayang. Padahal, jelas aku tidak pernah mengenal, atau melihat wanita itu sebelumnya.
Kejadian selanjutnya sungguh terjadi di luar akal sehat. Nafsu birahiku tiba-tiba bergejolak saat melihat paha wanita itu tersingkap karena tertitup angin malam. Dan entah siapa yang memulai, tiba-tiba aku sudah bergumulnya. Ya, kami bercinta seperti laiknya sepasang kekasih yang dimabuk asmara setelah sekian lama tidak saling bersua.
Apa yang terjadi detik selanjutnya?
Aku terkulai lemas setelah menyemprotkan magma kenikmatan pada sesosok wanita cnatik tersebut. Entah berapa lama kami bercumbu. Yang pasti, sebelum pergi, wanita cantk itu memberikan selembar uang lima puluh ribuan rupiah padaku sambil berkata, “Uang ini sebagai awal dari kekayaanmu, Sayang!” Setelah itu dia pergi, dan bayangannya pun lenyap di telan gelap malam di ambang subuh.
Aku tertegun dan bingung. Aku sulit mempercayai apa yang barusan terjadi. Kuraba saku bajuku, ternyata selembar uang lima puluh ribuan rupiah itu benar-benar ada….
Pagi hari setelah kejadian ini, kepada Kartika aku pamit mencari rongsokan seperti biasanya. Tapi sebenarnya aku tidak mencari rongsokan. Aku masih bingung dan cemas bila teringat kejadian semalam.
“Apa sebenarnya maksud uang ini?” batinku sambil memegang uang Rp. 50.000 pemberi wanita misterius itu.
Meski pada awalnya sekedar mencoba-coba, akhirnya kubelanjarkan uang itu ke sebuah warung. Aku membeli beras, minyak goreng, telur dan beberapa makanan ringan untuk camilan isteriku. Setelah dihitung, jumlah belanjaanku Rp. 42.000. Jadi, aku masih menerima kembalian Rp. 8000
Sesampainya di rumah, bukan main senangnya isteriku. Dia menyambutku dengan rasa syukur.
“Alhamdulillah, akhirnya Mas Danu dapat rezeki kan?” ycap Kartika, memanjatkan rasa syukurnya.
Aku tersenyum, pura-pura ikut mengucapkan syukur. Dalam hati aku tetap berniat akan berusaha untuk menjaga rahasia ini.
Setelah menyerahkan belanjaan itu kepada Kartika, aku bergegas mandi. Saat kulepas bajuku, tiba-tiba uang Rp. 50.000 ribuan jatuh dari saku saku bajuku. Aku terpana dibuatnya. Aneh, bukankah uang itu sudah habis kubelanjakan? Lantas, kenapa bisa balik lagi ke saku bajuku?
Lambat laun akhirnya aku mulai menyadari bahwa uang Rp. 50.000 pemberian makhluk misterius itu memang bukanlah sembarang uang. Mungkin, ini adalah uang siluman? Atau mungkin pula ini yang dinakaman Uang Balik?
Pada awalnya, batinku gelisah karena kenyataan ini. Namun celakanya, lambat laun aku malah menikmati keanehan ini. Mungkin, karena semakin hari uangku semakin banyak. Bayangkan saja, setiap kali aku belanja uangku pasti kembali utuh. Bukan hanya barang yang kubeli yang kuterima, tapi sekaligus juga uang kembaliannya.
Untuk menghindari kecurigaan isteriku, aku berdalih bisnis barang antik dengan orang kaya. Karena ketulusan cintanya, isteriku percaya saja dengan kebohonganku.
Berkat Uang Balik itu, dalam waktu yang tidak terlalu lama, aku mampu membeli rumah, sawah, dan beberapa areal tanah yang cukup luas. Pekarangan yang luas tersebut aku kapling-kapling menjadi rumah, kemudian aku jual perunit. Maka jangan heran bila akhirnya aku mampu membeli mobil, juga rumah mewah beserta isinya.
Tahukah, ada satu hal yang harus kulakukan untuk mempertahankan kekayaan yang kumiliki. Setiap malam Jum’at Legi, aku harus melayani isteri gaibku yang bersemayam di sumur tua belakang rumah kami. Isteri gelapku ini bernama Puteri Sanca. Dia berasal dari bangsa lelembut. Dari Puteri Sanca tersebut kekayaanku bersumber.
Sampai sejauh ini Kartika, isteriku, tidak pernah tahu sepak terjangku. Dalam hati, sebenarnya aku merasa berdosa. Tapi biarlah semua ini menjadi rahasia hidupku.
Terlepas dari semua itu, setiap toko atau warung yang baru aku beli, entah itu beli semen, emas atau apa saja, uang dariku pasti hilang tak berbekas. Dan uang itu sebenarnya tidak hilang, tapi uang itu kembali padaku. Memang, banyak orang yang curiga padaku, tapi mereka tidak bisa membuktikan kecurigaannya itu. Apalagi aku selalu berbuat amal baik dengan membagi-bagikan sembako. Terutama setiap menjelang lebaran dan menjelang Ramadhan.
Aku juga selalu menyantuni anak-anak yatim piatu. Jadi, sepertinya aku bersih di mata masyarakat sekitar. Seiring dengan itu, kekayaanku semakin melimpah ruah. Dan yang membuatku bahagia Kartika, isteriku, bisa tersenyum senang dan hidup mewah.
Di luar sepengetahuanku, rupanya secara diam-diam ada orang yang merasa tertipu oleh ulahku mencari orang pintarl Akhirnya, orang itu menemukan penangkalnya. Dan orang ini memberikan rahasia penangkal ini kepada pemilik warung atau toko yang lainnya.
Apa yang kemudian terjadi?
Entah bagaimana, setiap aku membeli sesuatu, uangku tidak kembali lagi seperti biasanya. Bahkan uangku yang kusimpan dibrangkas, tiba-tiba lenyap tanpa sebab. Karena itulah, dalam waktu singkat, hartaku mulai menipis. Aku benar-benar shock dengan kenyataan ini.
Sementara itu, tanpa kuduga isteriku juga mulai curiga dengan sepak terjangku. Dia berusaha menyadarkanku, tapi aku menangkisnya dengan kera.
“Aku tidak sudi Mas mencari harta dengan bersekutu dengan setan. Itu namanya murtad, Mas!” kata isteriku, suatu malam. Baru kali ini kulihat dia berkata keras seperti itu kepadaku.
Bukannya insyaf, aku malah menendang dan menamparnya. Aku benar-benar berubah beringas, terlebih setelah tahu kalau isteriku ternyata mencari orang pintar dan menyuruh orang untuk menguburkan uangku di kuburan.
Setelah mengetahui perbuatan Kartika ini, dengan kejam kuinjak-injak tubuhnya. Untung para tetangga segera menolongnya. Kalau tidak, mungkin aku telah membunuh isteriku sendiri.
Dengan kalap aku berlari menuju sumur tua tempat puteri Sanca. Aku berteriak-teriak memanggil namanya. “Keluar puteri Sanca! Tolong aku. Beri aku uang. Aku tidak ingin jatuh miskin, aku tidak ingin jadi kere!” Pintaku menghiba.
Tiba-tiba dari dalam sumur tua tersebut keluar seorang nenek renta berbaju compang-camping dan berbau anyir. Orang-orang yang melihatnya pada muntah dan menutup hidungnya.
“Pergi kamu nenek busuk! Aku mau puteri Sanca, bukan kamu!” bentakku setelah meludah karena rasa jijik.
Nenek itu tertawa menyeramkan. “Puteri Sanca itu ya aku. Ayo sini. Kamu telah melanggar kesepakatan, sudah dua malam Jum’at, kamu tidak memenuhi hasrat birahiku!” ucapnya sambil berusaha menyeretku ke dalam sumur tua.
Melihat itu, isteriku berusaha meraih tanganku. Aku sendiri terus meronta melakukan perlawanan.
“Kartika toloong aku…tolong aku!” pintaku setengah putus asa. Percuma saja, puteri Sanca yang ternyata siluman tua renta berhasil menyeretku masuk ke dalam sumur.
Kudengar saat-saat terakhir isteri berteriak pilu memanggil namaku. Dan suara isteriku itu rasanya begitu nyeri terdengar di telingaku. Selanjutnya aku tidak mendengar apa-apa lagi. Pandanganku jadi gelap dan pekat….
Saat siuman, kudapati diriku berada di ruang perawatan sebuah rumah sakit. Sekujur tubuhku terasa nyeri. Namun, rasa nyeri itu seakan lenyap saat kulihat Kartika menatapku dengan senyum, walau kulihat matanya bengkak dan merah.
“Apa yang terjadi denganku, Tika?” tanyaku.
Kartika tak menjawab. Dia berusaha menenangkanku,. Di saat yang sama, baru kusadari kalau di dalam ruangan itu ada juga ayah dan ibuku, kedua mertuaku, juga seorang lelaki tua bersorban putih, yang belakangan kuketahui namanya sebagai Kyai Abdullah (samaran).
Nah, Kyai Abdullah inilah yang kini membimbing pertobatanku. Belakangan aku tahu kalau pada hari itu, aku benar-benar jatuh ke dalam sumur tua tersebut. Untunglah para tetangga menyelamatkanku, walau beberapa persendianku dinyatakan patah oleh dokter.
Kini, aku telah sembuh dan sehat wal’afiat. Satu hal yang paling kusyukuri, Allah SWT masih memberiku panjang umur, sehingga aku bisa melakukan tobatan nasuha. Walau kekayaanku telah habis, namun aku bersyukur sebab masih memiliki Iman Islam. Dan, aku juga masih bisa merasa bangga sebab memiliki isteri salehah seperti Kartika.
Dengan sedikit sisa uang yang ada, Kartika kini membuka sebuah warung kecil-kecilan, sedangkan aku tinggal di pesentran milik Kyai Abdullah. Entah untuk berapa lama lagi….

KISAH PEMILIK UANG BALIK

Seorang wanita cantik memberinya selembar uang Rp. 50.000. Ternyata, ini adalah uang siluman, atau yang kemudian dikenal dengan nama Uang Balik. Uang inilah yang pada akhirnya membuatnya kaya raya. Lantas, apa yang kemudian terjadi….

Sebut saja lelaki yang sejatinya berwajah tampan itu dengan nama Danu. Penulis mengenalnya berkat jasa seorang teman, yang kebetulan juga temannya Danu. Seperti penuturan sohib Penulis itu, Danu memiliki kisah perjalanan hidup yang sangat mencekam. Seperti apa? Danu membeberkan kesaksiannya. Berikut ini kami jalinkan kisahnya untuk Anda…:


Malam itu, entah malam yang ke berapa kalinya aku dan isteriku harus tidur dengan menahan lapar. Maklumlah, pekerjaanku yang hanya sebagai pengepul barang rongsokan kelas teri, yang setiap hari keliling dari kampung ke kampung dengan sepeda butut, memang tidak menentu pendapatannya. Hampir setiap hari, kami hanya bisa makan dua piring nasi dengan sayur bening dan secobek sambal terasi. Kalau kebetulan dapat rezeki agak lumayan, barulah kami bisa makan dengan ikan goreng atau telur asin.
Kebetulan, siang hari tadi hujan turun lebat sekali, sehingga aku tidak bisa leluasa melakukan aktivitasku keliling kampung membeli koran atau botol-botol bekas. Alhasil, tak ada kelebihan uang yang bisa kubawa pulang, kecuali rasa letih dan kepala yang pusing akibat kehujanan hampir seharian.
Selepas sholat Isya, aku dan isteriku hanya makan sisa sayur asam yang tinggal airnya saja. Nasi pun hanya tinggal sepiring, dan kami makan bersama. Walau begitu, aku masih tetap merasa beruntung. Meski kehidupan ekonomiku carut-marut, isteriku tetap setia mendampingku. Dia juga termasuk seorang yang tekun dalam beribadah.
Ternyata aku tidak salah memilih Kartika sebagai pendamping hidupku. Dia tak hanya cantik dan salehah, namun dia juga isteri yang sangat sabar dalam menghadapi segala cobaan. Namun, cintanya yang tulus ini membuatku merasa bersalah, sebab aku tdak bisa membahagiakan Kartika. Jangankan memberinya harta yang berlimpah, untuk memberi kehidupan yang layak saja aku tidak bisa melakukannya.
Sungguh, bila ingat semua itu, tak terasa air mataku menetes. Aku merasa telah menjadi lelaki tak berguna. Nasib buruk sepertinya telah menjadi bagian dalam hidupku. Bukannya aku pemalas atau tidak mau bekerja keras. Aku sudah berusaha dengan sungguh-sungguh dalam mencari rezeki. Tapi tetap saja hasilnya pas-pasan.
“Tika, sampai kapan hidup kita akan begini terus?” cetusku sambil memandangi wajahnya yang ayu.
“Sabar ya, Mas. Mungkin ini cobaan dari Allah!” jawabnya singkat.
“Coba kalau dulu aku sekolah sampai sarjana, pasti hidup kita tidak akan susah begini,” kataku, menggerutu.
“Sudahlah, jangan menyalahkan keadaan, tidak baik terus-menerus mengeluh!” timpalnya dengan bijak.
Kartika, atau biasa aku memanggilnya Tika, memang selalu menjadi sumber pencerahan batin bagiku. Dia adalah apu semangat hidupku dalam mengarungi kehidupan di dunia ini. Setiap kali aku merasa putus asa, setiap kali aku terjatuh, maka dia selalu ada dan menjadi malaikat yang seolah tak pernah bosan mengulurkan tangannya untukku. Rasanya berdosa sekali bila aku menyatikinya.
Suatu malam, aku duduk menyendiri di bibir sumur tua yang sudah tak terpakai lagi. Jaraknya sekitar 50 meter dari belakang rumahku. Waktu itu, hatiku memang sedang galau memikirkan kenyataan hidup yang kualami. Sambil membiarkan lamunanku berkelana entah kemana, mataku seakan tak berkedip memandang langit yang penuh dengan taburan bintang. Apalagi, malam itu bulan sedang purnama. Sinarnya yang terang menjadi mahkota di malam nan sunyi itu.
Entah pukul berapa, aku tak tahu, sebab aku memang tak pernah memiliki jam tangan yang bagiku adalah sebuah barang mewah. Yang pasti, malam itu suasana sudah sangat sepi. Tak ada suara pun orang lewat. Bahkan suara jangkrik pun seolah tidak terdengar. Ya, malam yang hening. Rasa dingin mulai menyelimuti tubuhku.
Ketika menyadari kesendirianku yang sedemikian sempurna, tiba-tiba aku merasa takut sekali. Entah kenapa? Bulu kudukku mendadak merinding. Aku bergegas bangkit dari tempat itu. Namun, tiba-tiba aku tersentak kaget.
“Jangan pergi dari sini, kalau kamu ingin hidup kaya!”
Demikian kata satu suara yang tidak berwujud, yang membuatku kaget setengah mati.
Aku celingukkan, mencoba mencari sumber siapa pemilik suara itu. Tapi, jangankan orangnya, bayangannya pun aku tidak melihatnya.
“Siapa kau ini?” tanyaku, dengan bulu kuduk semakin berdiri meremang.
“Kembalilah duduk di bibir sumur ini, Sayang!” suara iu kembali terdengar. Astaga! Aku baru menyadari kalau suadara itu terdengar lembut sekali. Ya, suara seorang wanita. Tapi, siapa dia? Mengapa ada wanita tengah malam begini?
“Jangan takut. Aku tidak akan menyakitimu. Duduklah kembali di bibir sumur ini, Sayang!” katanya lagi.
Entah mengapa, sekali ini aku menuruti perintahnya.
“Lihatlah ke dalam sumur dan tolong keluarkan aku dari dalam sumur ini,” pinta suara itu dengan nada lembut penuh permohonan.
Seperti terhipnotis, aku langsung melolong ke dalam sumur. Aneh bin ajaib! Di dalam sumur yang sudah tidak terpakai selama bertahun-tahun ternyata memang ada seorang perempuan. Dengan sigap aku kemudian berusaha mengeluarkan wanita cantik itu. Anehnya, saat itu, entah mengapa rasa takut yang tadi menyergap batinku telah hilang entah kemana. Bahkan, demi melihat kecantikan wanita itu, rasa takutku malah berubah menjadi rasa cinta dan sayang. Padahal, jelas aku tidak pernah mengenal, atau melihat wanita itu sebelumnya.
Kejadian selanjutnya sungguh terjadi di luar akal sehat. Nafsu birahiku tiba-tiba bergejolak saat melihat paha wanita itu tersingkap karena tertitup angin malam. Dan entah siapa yang memulai, tiba-tiba aku sudah bergumulnya. Ya, kami bercinta seperti laiknya sepasang kekasih yang dimabuk asmara setelah sekian lama tidak saling bersua.
Apa yang terjadi detik selanjutnya?
Aku terkulai lemas setelah menyemprotkan magma kenikmatan pada sesosok wanita cnatik tersebut. Entah berapa lama kami bercumbu. Yang pasti, sebelum pergi, wanita cantk itu memberikan selembar uang lima puluh ribuan rupiah padaku sambil berkata, “Uang ini sebagai awal dari kekayaanmu, Sayang!” Setelah itu dia pergi, dan bayangannya pun lenyap di telan gelap malam di ambang subuh.
Aku tertegun dan bingung. Aku sulit mempercayai apa yang barusan terjadi. Kuraba saku bajuku, ternyata selembar uang lima puluh ribuan rupiah itu benar-benar ada….
Pagi hari setelah kejadian ini, kepada Kartika aku pamit mencari rongsokan seperti biasanya. Tapi sebenarnya aku tidak mencari rongsokan. Aku masih bingung dan cemas bila teringat kejadian semalam.
“Apa sebenarnya maksud uang ini?” batinku sambil memegang uang Rp. 50.000 pemberi wanita misterius itu.
Meski pada awalnya sekedar mencoba-coba, akhirnya kubelanjarkan uang itu ke sebuah warung. Aku membeli beras, minyak goreng, telur dan beberapa makanan ringan untuk camilan isteriku. Setelah dihitung, jumlah belanjaanku Rp. 42.000. Jadi, aku masih menerima kembalian Rp. 8000
Sesampainya di rumah, bukan main senangnya isteriku. Dia menyambutku dengan rasa syukur.
“Alhamdulillah, akhirnya Mas Danu dapat rezeki kan?” ycap Kartika, memanjatkan rasa syukurnya.
Aku tersenyum, pura-pura ikut mengucapkan syukur. Dalam hati aku tetap berniat akan berusaha untuk menjaga rahasia ini.
Setelah menyerahkan belanjaan itu kepada Kartika, aku bergegas mandi. Saat kulepas bajuku, tiba-tiba uang Rp. 50.000 ribuan jatuh dari saku saku bajuku. Aku terpana dibuatnya. Aneh, bukankah uang itu sudah habis kubelanjakan? Lantas, kenapa bisa balik lagi ke saku bajuku?
Lambat laun akhirnya aku mulai menyadari bahwa uang Rp. 50.000 pemberian makhluk misterius itu memang bukanlah sembarang uang. Mungkin, ini adalah uang siluman? Atau mungkin pula ini yang dinakaman Uang Balik?
Pada awalnya, batinku gelisah karena kenyataan ini. Namun celakanya, lambat laun aku malah menikmati keanehan ini. Mungkin, karena semakin hari uangku semakin banyak. Bayangkan saja, setiap kali aku belanja uangku pasti kembali utuh. Bukan hanya barang yang kubeli yang kuterima, tapi sekaligus juga uang kembaliannya.
Untuk menghindari kecurigaan isteriku, aku berdalih bisnis barang antik dengan orang kaya. Karena ketulusan cintanya, isteriku percaya saja dengan kebohonganku.
Berkat Uang Balik itu, dalam waktu yang tidak terlalu lama, aku mampu membeli rumah, sawah, dan beberapa areal tanah yang cukup luas. Pekarangan yang luas tersebut aku kapling-kapling menjadi rumah, kemudian aku jual perunit. Maka jangan heran bila akhirnya aku mampu membeli mobil, juga rumah mewah beserta isinya.
Tahukah, ada satu hal yang harus kulakukan untuk mempertahankan kekayaan yang kumiliki. Setiap malam Jum’at Legi, aku harus melayani isteri gaibku yang bersemayam di sumur tua belakang rumah kami. Isteri gelapku ini bernama Puteri Sanca. Dia berasal dari bangsa lelembut. Dari Puteri Sanca tersebut kekayaanku bersumber.
Sampai sejauh ini Kartika, isteriku, tidak pernah tahu sepak terjangku. Dalam hati, sebenarnya aku merasa berdosa. Tapi biarlah semua ini menjadi rahasia hidupku.
Terlepas dari semua itu, setiap toko atau warung yang baru aku beli, entah itu beli semen, emas atau apa saja, uang dariku pasti hilang tak berbekas. Dan uang itu sebenarnya tidak hilang, tapi uang itu kembali padaku. Memang, banyak orang yang curiga padaku, tapi mereka tidak bisa membuktikan kecurigaannya itu. Apalagi aku selalu berbuat amal baik dengan membagi-bagikan sembako. Terutama setiap menjelang lebaran dan menjelang Ramadhan.
Aku juga selalu menyantuni anak-anak yatim piatu. Jadi, sepertinya aku bersih di mata masyarakat sekitar. Seiring dengan itu, kekayaanku semakin melimpah ruah. Dan yang membuatku bahagia Kartika, isteriku, bisa tersenyum senang dan hidup mewah.
Di luar sepengetahuanku, rupanya secara diam-diam ada orang yang merasa tertipu oleh ulahku mencari orang pintarl Akhirnya, orang itu menemukan penangkalnya. Dan orang ini memberikan rahasia penangkal ini kepada pemilik warung atau toko yang lainnya.
Apa yang kemudian terjadi?
Entah bagaimana, setiap aku membeli sesuatu, uangku tidak kembali lagi seperti biasanya. Bahkan uangku yang kusimpan dibrangkas, tiba-tiba lenyap tanpa sebab. Karena itulah, dalam waktu singkat, hartaku mulai menipis. Aku benar-benar shock dengan kenyataan ini.
Sementara itu, tanpa kuduga isteriku juga mulai curiga dengan sepak terjangku. Dia berusaha menyadarkanku, tapi aku menangkisnya dengan kera.
“Aku tidak sudi Mas mencari harta dengan bersekutu dengan setan. Itu namanya murtad, Mas!” kata isteriku, suatu malam. Baru kali ini kulihat dia berkata keras seperti itu kepadaku.
Bukannya insyaf, aku malah menendang dan menamparnya. Aku benar-benar berubah beringas, terlebih setelah tahu kalau isteriku ternyata mencari orang pintar dan menyuruh orang untuk menguburkan uangku di kuburan.
Setelah mengetahui perbuatan Kartika ini, dengan kejam kuinjak-injak tubuhnya. Untung para tetangga segera menolongnya. Kalau tidak, mungkin aku telah membunuh isteriku sendiri.
Dengan kalap aku berlari menuju sumur tua tempat puteri Sanca. Aku berteriak-teriak memanggil namanya. “Keluar puteri Sanca! Tolong aku. Beri aku uang. Aku tidak ingin jatuh miskin, aku tidak ingin jadi kere!” Pintaku menghiba.
Tiba-tiba dari dalam sumur tua tersebut keluar seorang nenek renta berbaju compang-camping dan berbau anyir. Orang-orang yang melihatnya pada muntah dan menutup hidungnya.
“Pergi kamu nenek busuk! Aku mau puteri Sanca, bukan kamu!” bentakku setelah meludah karena rasa jijik.
Nenek itu tertawa menyeramkan. “Puteri Sanca itu ya aku. Ayo sini. Kamu telah melanggar kesepakatan, sudah dua malam Jum’at, kamu tidak memenuhi hasrat birahiku!” ucapnya sambil berusaha menyeretku ke dalam sumur tua.
Melihat itu, isteriku berusaha meraih tanganku. Aku sendiri terus meronta melakukan perlawanan.
“Kartika toloong aku…tolong aku!” pintaku setengah putus asa. Percuma saja, puteri Sanca yang ternyata siluman tua renta berhasil menyeretku masuk ke dalam sumur.
Kudengar saat-saat terakhir isteri berteriak pilu memanggil namaku. Dan suara isteriku itu rasanya begitu nyeri terdengar di telingaku. Selanjutnya aku tidak mendengar apa-apa lagi. Pandanganku jadi gelap dan pekat….
Saat siuman, kudapati diriku berada di ruang perawatan sebuah rumah sakit. Sekujur tubuhku terasa nyeri. Namun, rasa nyeri itu seakan lenyap saat kulihat Kartika menatapku dengan senyum, walau kulihat matanya bengkak dan merah.
“Apa yang terjadi denganku, Tika?” tanyaku.
Kartika tak menjawab. Dia berusaha menenangkanku,. Di saat yang sama, baru kusadari kalau di dalam ruangan itu ada juga ayah dan ibuku, kedua mertuaku, juga seorang lelaki tua bersorban putih, yang belakangan kuketahui namanya sebagai Kyai Abdullah (samaran).
Nah, Kyai Abdullah inilah yang kini membimbing pertobatanku. Belakangan aku tahu kalau pada hari itu, aku benar-benar jatuh ke dalam sumur tua tersebut. Untunglah para tetangga menyelamatkanku, walau beberapa persendianku dinyatakan patah oleh dokter.
Kini, aku telah sembuh dan sehat wal’afiat. Satu hal yang paling kusyukuri, Allah SWT masih memberiku panjang umur, sehingga aku bisa melakukan tobatan nasuha. Walau kekayaanku telah habis, namun aku bersyukur sebab masih memiliki Iman Islam. Dan, aku juga masih bisa merasa bangga sebab memiliki isteri salehah seperti Kartika.
Dengan sedikit sisa uang yang ada, Kartika kini membuka sebuah warung kecil-kecilan, sedangkan aku tinggal di pesentran milik Kyai Abdullah. Entah untuk berapa lama lagi….

Kaya Dengan Pelihara Jin Pesugihan

Kesaksian ini dituturkan oleh seseorang yang enggan disebut identitasnya. Dia berkisah tentang sepenggal pengalaman yang sangat menyeramkan, yakni bekerja di sebuah perusahaan garmen dengan seorang bos yang ternyata memuja setan. Seperti apa kisah lengkapnya…?

Setelah sekian lama menumpang di rumah kerabat tanpa ada penghasilan, akhirnya sebuah perusahaan besar skala internasional (kata iklan yang mereka cantumkan di koran), berkenan menerimaku sebagai karyawan di bagian produksi. Wah senang sekali, sebab aku punya sedikit uang untuk memanjakan diri.
Pintu besi gerbang besar perusahaan itu telah menyambutku kedatanganku di hari pertama masuk. Sambil menunggu waktu, kukelilingi area bangunan besar itu, sekalian melihat-lihat suasana gedung, pelataran parkir, gudang, serta satu bangunan tua yang menjadi bangunan induk tempat perusahaan besar ini menjalankan aktivitas bisnisnya.

Saksi Pemilik Uang Gaib

Seorang wanita cantik memberinya selembar uang Rp. 50.000. Ternyata, ini adalah uang siluman, atau yang kemudian dikenal dengan nama Uang Balik. Uang inilah yang pada akhirnya membuatnya kaya raya. Lantas, apa yang kemudian terjadi….

Sebut saja lelaki yang sejatinya berwajah tampan itu dengan nama Danu. Penulis mengenalnya berkat jasa seorang teman, yang kebetulan juga temannya Danu. Seperti penuturan sohib Penulis itu, Danu memiliki kisah perjalanan hidup yang sangat mencekam. Seperti apa? Danu membeberkan kesaksiannya. Berikut ini kami jalinkan kisahnya untuk Anda…: