MAU SUKSES DAN KAYA KLIK BAWAH INI....

KONSULTASI Email ke : mbahkahono@gmail.com
(UANG BALIK) KHUSUS BAGI ANDA YANG MEMBUTUHKAN BANTUAN KARNA USAHA BANGKRUT,TERLILIT HUTANG, DAN BATUAN EKONOMI.
UANG BALIK (UB), PECAHAN @ 100.000. KAMI MAHARKAN 3.5jt. PROGRAM INI DI HARAPKAN BAGIANDA SETELAH SUKSES DENGAN UB INI. MAU MENOLONG SESAMA SAUDARA SAUDARA KITA YANG MEMBUTUH KAN BANTUAN KITA .(MAU SEDEKAH.) UNTUK PESENANAN SETELAH TRANSFER. Email ke Dengan Format  UB# NAMA #ALAMAT ANDA# 125# KE: jalursugih@gmail.com. . PAKET SEGERA SAYA KIRIM VIA TIKI. 2-3 HRI SAMPAI KE ALAMAT ANDA. INGGAT SETELAH SUKSES BERSEDEKaH LAH........insyaallah terkabul
(UANG BALIK) KHUSUS BAGI ANDA YANG MEMBUTUHKAN BANTUAN KARNA USAHA BANGKRUT,TERLILIT HUTANG, DAN BATUAN EKONOMI.
UANG BALIK (UB), PECAHAN @ 100.000. KAMI MAHARKAN 3.5jt. PROGRAM INI DI HARAPKAN BAGIANDA SETELAH SUKSES DENGAN UB INI. MAU MENOLONG SESAMA SAUDARA SAUDARA KITA YANG MEMBUTUH KAN BANTUAN KITA .(MAU SEDEKAH.) UNTUK PESENANAN SETELAH TRANSFER. Email ke Dengan Format  UB# NAMA #ALAMAT ANDA# 125# KE: jalursugih@gmail.com. . PAKET SEGERA SAYA KIRIM VIA TIKI. 2-3 HRI SAMPAI KE ALAMAT ANDA. INGGAT SETELAH SUKSES BERSEDEKaH LAH........insyaallah terkabul

ILMU MERAGA SUKMA

Jika ingin bertemu dengan ruh diri sendiri atau ruh orang lain, maka bacalah 4 ayat terakhir dari surah Al-Kahfi. Kiranya, penjelasan yang sepertinya naïf ini bukanlah isapan jempol semata….

Al-Qur’an adalah kitab suci ummat Islam yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW lewat perantara Malaikat Jibril as. Kitab ini terdiri dari 30 juz, 114 surah, yang isi kandungannya menyelimuti seluruh aspek kehidupan dunia dan akhirat. Ada masalah Tauhid, hukum, ilmu pengetahuan, juga kisah para anbiya dan mursalin atau kisah orang-orang shaleh yang begitu gigih dan berani berkorban demi mempertahankan iman kepada Allah SWT. Salah satunya adala kisah para pemuda beriman kepada Allah pengikut Nabi Isa as, di masa pemerintahan raja Dikyanus (Dicius). Merekalah yang disebut sebagai Ashabul Kahfi. Kisah tentang mereka terdapat dalam Surah Al-Kahfi.
Selain kisah para Ashbul Kahfi, di dalam surah ini juga diceritakan tentang Nabi Musa as yang disertai salah seorang muridnya mencari Nabi Khidir as dipertemuan dua arus laut untuk belajar ilmu gaib, namun sayang Nabi Musa tidak sabar sehingga tidak bisa menimba ilmu tersebut.Menurut para ahli ilmu hikmah, jika seseorang membaca surah Al-Kahfi pada malam Jum’at satu kali, maka akan diampuni oleh Allah dosanya selama satu minggu sebelumnya, dan satu minggu sesudahnya.
Sedangkan ahli hikmah lainnya mengatakan, jika ingin bertemu dengan ruh diri sendiri atau ruh orang lain, maka bacalah 4 ayat terakhir dari surah Al-Kahfi. Kiranya, penjelasan yang sepertinya naïf ini bukanlah isapan jempil semata. Penulis adalah seorang saksi yang telah membuktikan kebenarannya.
Kejadian ini saya alami sekitar tahun 86-an silam. Ketika itu, saya masih kuliah di salah satu perguruan Agama Islam di Banjarmasin. Sebagai mahasiswa, saya amat suka membeli dan membaca buku, baik yang berhubungan dengan mata kuliah, maupun buku-buku yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan perkuliahan. Misalnya, buku telepati atau buku-buku ilmu hikmah.
Salah satu kitab ilmu hikmah yang penulis baca dan amalkan adalah Kitab Mujarabat. Saya pernah mengamalkan membaca surah Al-Ikhlas disertai puasa mutih agar bisa bertemu dengan khodamnya yang bernama Syekh Abdul Wahid, namun saya tidak berhasil untuk bertemu dengan khodam tersebut.
Kemudian saya coba mengamalkan 4 ayat terakhir surah Al-Kahfi sebanyak 160 kali. Apa yang terjadi?
Menurut petunjuk kitab Mujarabat tersebut, jika Anda ingin bertemu dengan ruh diri Anda sendiri, atau ruh orang lain, maka bacalah 4 ayat terakhir surat Al-Kahfi sebanyak 160x. Diceritakan bahwa amalan ini pernah diamalkan oleh seseorang di dalam penjara di zaman Belanda.
Pada waktu tengah malam, orang tersebut didatangi oleh ruh dirinya sendiri yang mengatakan bahwa dia sebentar lagi akan dibebaskan dari penjara. Tidak lama kemudian, orang tersebut benar-benar dibebaskan dari penjara.
Cerita tersebut, sangat menarik minat saya untuk mengamalkan 4 ayat terakhir surah Al-Kahfi. Waktu itu, kebetulan saya tinggal sendiri dikos-kosan. Dengan demikian saya bisa membuat persiapan yang dibutuhkan dengan matang. Seperti menyediakan hio cap buah Tao, serta puasa hari kamis. Malam Jum’atnya, barulah saya membaca amalan tersebut di atas susuai dengan petunjuk yang ada dalam Mujarobat.
Ternyata, butuh waktu berjam-jam untuk menyelesaikan amalan tersebut. Namun, Alhamdulillah, penulis berhasil menyelesaikannya dengan baik. Setelah itu, saya membakar hio kemudian berbaring di atas dipan. Posisi tubuh telentang dengan kedua tangan disedekapkan di dada seperti orang shalat sambil berdzikir.
Sebenarnya, tuntunan dzikir seperti ini tidak ada didalam kitab tersebut. Hal ini saya lakukan atas inisiatif sendiri.
Ketika berdzikir “Khafi Allah…Allah,” penulis merasakan suatu kenikmatan yang luar biasa sampai suatu ketika, saya dikejutkan oleh kehadiran anak-anak kecil berusia lima tahunan. Mereka melempari tubuh penulis dengan bola-bola tenis.
Penulis jadi terusik dengan kehadiran mereka. Kemudian saya bangun untuk mengusir mereka. Namun apa yang terjadi? Ketika saya bangkit, ternyata penulis dapat meninggalkan tubuh sendiri yang telentang di atas dipan. Anehnya, hal yang musykil ini tidak sempat saya pikirkan. Penulis malah langsung mengusir anak-anak tersebut hingga akhirnya mereka menghilang. Setelah itu, saya terjalan kembali lagi ke tubuh semula yang masih terbaring di atas dipan.
Setelah sadar dengan pengalaman tersebut, saya bertambah yakin dengan kebenaran petunjuk di dalam kitab. Karena itulah, pengalaman pertama melihat ruh diri sendiri di malam Jum’at tersebut, membuat penulis ingin mengulanginya kembali.
Sama seperti malam Jum’at sebelumnya, kali ini pun saya melakukan prosesi yang serupa. Hingga sampailah ketika saya sedang asyik dengan dzikiran, tiba-tiba saya dikagetkan dengan kemunculan orang-orang tinggi besar.
Ya, tinggi badan orang-orang itu dari lantai sampai flafon. Tubuhnya yang tinggi besar ditumbuhi oleh bulu-bulu hitam pekat. Tubuh mereka juga hanya dibungkus dengan cawat putih, dengan mata sebesar bola pingpong berwarna merah.
Mereka melempari penulis dengan obor-obor yang menyala. Dalam hati penulis berpikir, “Pasti mereka adalah orang tua dari anak-anak yang malam Jum’at sebelumnya menggangguku. Tentu orang tua mereka menuntut balas padaku!”
Tanpa rasa takut walau sedikitpun, penulis bangkit dari tidur. Aneh, sama seperti kejadian sebelumnya, tubuh penulis ketinggalan di atas dipan. Namun saya tidak menghiraukan hal tersebut. Dengan gigih saya membalas serangan mereka dengan menangkap lemparan obor-obor mereka. Setelah berhasil saya tangkap, kemudian penulis lempar lagi ke arah mereka.
Namun mereka begitu tangguh. Buktinya, mereka selalu bisa menghindari lemparan penulis. Hingga, pada lemparan terakhir, penulis membaca ayat Qursyi. Kemudian melempar obor api itu dengan sekuat tenaga. Akhirnya, terdengar lengkingan panjang. Merekapun menghilang.
Begitulah yang penulis alami. Subhanallah!
Setelah mengalami dua kali kejadian tersebut, maka pada malam Jum’at berikutnya, penulis mengulang lagi amalan tersebut diatas. Namun kejadian kali ini sungguh luar biasa bagi penulis yang waktu itu belum pernah berguru pada seseorang, sehingga tidak mengerti kejadian apa yang sedang penulis alami.
Pada malam kejadian tersebut, saya merasakan tubuh saya dapat naik dan berputar-putar seperti spirial. Pertama menembus atap rumah. Saya tentu kaget bukan kepalang. Terlebih saat menengok ke bawah, maka saya dapat melihat tubuh sendiri yang masih telentang dengan posisi tangan bersedekap seperti orang shalat.
Tubuh penulis terus naik dengan kecepatan yang tinggi. Tetapi di saat yang sama ada kenikmatan luar biasa yang belum pernah penulis rasakan seumur hidup. Dalam kenikmatan tersebut, penulis sempat melewati bintang-bintang dengan aneka warna yang sangat indah. Setelah itu, barulah penulis ingat akan tubuhku yang masih tertinggal di bumi, tepatnya di atas dipan.
Lalu membatin, “Pastilah saya sedang dalam perjalanan menuju ke alam kematian. Alangkah enaknya jika saya mati seperti ini. Karena menurut cerita, kalau orang mau mati, sakitnya luar biasa sewaktu ruhnya mau keluar dari raga. Tetapi yang saya rasakan adalah sebaliknya, kenikmatan yang luar biasa.”
Dalam perjalanan melewati bintang-bintang kali ini, penulis teringat kedua orangtua. Mereka mengharapkan saya bisa menjadi sarjana. Tidak sebagaimana saudara-saudara penulis yang kuliahnya berhenti di tengah jalan. “Lantas, kalau aku mati, pupuslah harapan mereka!” Batin penulis. Karena itulah dalam seketika muncul keinginan tidak mau mati saat itu. Ya, penulis ingin kembali ke dunia!
Seketika, saya terhempas ke bumi. Tubuh ini sampai terlonjak. Saya pun lalu menangis tanpa tahu sebabnya. Untuk meredam tangis agar tidak didengar oleh para tetangga, maka saya pun menutup mulut dengan bantal.
Sejak kejadian tersebut, saya tidak berani lagi mengamalkan 4 ayat terakhir surah Al-Kahfi tersebut. Mengapa? Sebab saya sangat takut tidak bisa kembali lagi dan mati, untuk kemudian dikubur. Padahal bisa jadi, saat itu saya belum semestinya mati.
Beberapa tahun kemudian, saya sempat bertemu dengan seorang yang ahli dalam ilmu Hikmah. Ternyata, menurut H. Hasyim, salah seorang berderajat Waliyullah yang kebetulan bertemu dengan penulis di kampung Karang Tengah, Martapura, Kalimantan Selatan, menjelaskan bahwa sebenarnya kejadian yang saya alami itu bukan menuju alam kematian, tetapi menuju suatu tempat dimana di tempat tersebut penulis akan diajarkan ilmu laduni.
Sedangkan guru spiritual penulis mengatakan, bahwa orang yang mengamalkan 4 ayat terkahir surah Al-Kahfi, ruhnya akan menjadi ringan. Tapi orang yang mengamalkan 4 ayat itu, sebelumnya harus mempunyai pagaran badan yang kuat agar tidak diganggu makhluk gaib sewaktu ruh atau sukmanya meninggalkan badan.
Oleh guru spiritual ini, saya diminta untuk tidak melakukan meraga sukma untuk beberapa waktu. Penulis diberi amalan untuk membuat pagaran badan agar kalau sedang meraga sukma tidak akan mengalami hal-hal yang tidak diinginkan. Amalan untu pagaran badan ini berupa puasa selama 7 hari, serta wirid selama 7 malam berturut-turut.
Ahamdulillah, setelah selesai menjalani ritual pagaran badan, penulis diajak meraga sukma oleh guru. Setelah itu penulis dengan mudah melakukan meraga sukma berkat mengamalkan 4 ayat terakhir surah Al-Kahfi.
Demikian pengalaman sejati yang telah saya lakoni sendiri. Semoga ada hikmahnya. Pesan saya, jangan sekali-kali mendalami ilmu gaib tanpa bimbingan seorang guru, sebab bisa fatal akibatnya.

ASAL-USUL KEKUATAN YANG TERDAPAT DALAM TUBUH MANUSIA

Kitab Mizanul Qubro secara luas menerangkan, bahwa dalam kesempurnaan yang terdapat dalam tubuh manusia Allah SWT memberikan kapasitas lebih. Seperti apakah kajiannya…?

Lewat pemaparan yang diambil dari kandungan Syahadat Majmal, dengan pendalaman arti yang terkandung di dalamnya, sesungguhnya asal usul manusia diciptakan dari sifat tanah yang dibentuk sangat sempurna oleh keagungan sifat AF’ALULLOH. Dari kesempurnaan inilah manusia juga diberi kelebihan berbagai macam pengetahuan dan ilmu yang sangat luas. Hal ini terjadi jauh sebelum Allah SWT menciptakan wujud bumi dan jagat raya umumnya, yang diciptakan lewat Nur Muhammad SAW. Jauh sebelumnya, Nur Muhammad SAW sudah diciptakan terlebih dahulu di Alamul Jannah Majazi atau Surga Majazi.Dengan ke-Esaan dan keagungan-Nya, Allah SWT menciptakan manusia dengan segudang kelebihan dan kesempurnaan bentuk yang memadai. Bahkan, jutaan tahun sebelum perintah sholat diwajibkan untuk seluruh umat di dunia, lewat wasilah yang disampaikan oleh utusan terakhir Muhammad SAW, Allah SWT sudah menerapkan arti sholat tersebut ke tubuh manusia di saat bentuk manusia baru diciptakan. Seperti saat menciptakan bentuk daging, Allah SWT menciptakannya dengan “asma takbiratul ikrom” yaitu Allohu Akbar. Demikian juga tatkala membuat bentuk napas Allah SWT menciptakannya dengan “asma ruku” yaitu Subhanarobbiyal ‘Adzimi Wabihamdih. Lalu di saat menciptakan bentuk tulang belulang Allah SWT, juga menciptakannya dengan “asma sujud” yaitu Subhanna robbiyal a’laa wabihamdih. Dan di saat menciptakan bentuk kulit Allah SWT menciptakannya dengan “asma lungguh” yakni Robbigfirli warhamni wajburni warfa’ni warzuqni wahdini wa ‘afini wa’fu ani.

Lewat sebuah kesempurnaan yang dimiliki oleh tubuh manusia, akhirnya Allah SWT memberikan tugas mulia kepada mahluk ciptaan-Nya ini yaitu dengan bersaksi mengucapkan dua kalimah syahadat, berpedoman pada kewajiban sholat, mengikhlaskan harta bendanya untuk tujuan mulia, mengisi badan lewat jalan berpuasa, dan mensucikan diri lewat kebersihan haji.
Dari struktur yang dapat diserap oleh tubuh manusia, Allah SWT juga menciptakan bentuk kekuatan yang menjadi prioritas sifat manusia itu sendiri, yaitu dengan berbagai macam bentuk ilmu.
Nah, dalam bentuk ilmu ini Allah SWT memberikannya suatu sifat Cahaya dan Api, yang ada dalam setiap tubuh manusia. Seperti halnya sifat Cahaya Allah SWT menempatkannya dalam bentuk keyakinan, kekuatan bathin, penghayatan ilmu bersifat Robbani dan Derajat menuju khusnul khotimah.
Sedangkan sifat Api sendiri ditempatkan dalam sifat manusia sebagai semangat hidup yang bermanfaat. Seperti semangat dalam mencari duniawiyah, ilmu yang menjadi landasan hidup, keras dalam disiplin, tegas dalam menegakkan prinsip, luwes dalam menata ilmu dan segala hal bersifat supranatural dan lain sebagainya.
Dalam pengasahan sifat Cahaya dan Api ini manusia pada akhirnya akan bisa membentuk wujud ilmu yang nyata, seperti: ilmu supranatural dan dhaukiyatul ma’arif. Tentunya dengan dibantu semangat yang tinggi, tekad membaja, keyakinan yang memadai dan menjauhkan dari kemalasan.
Kitab Mizanul Qubro secara luas menerangkan, bahwa dalam kesempurnaan yang terdapat dalam tubuh manusia Allah SWT memberikan kapasitas lebih, yaitu, dengan memberikan keluasan ilmu pada 6 tingkat yang diambil dari sifat alam, yakni: Gunung, Besi, Api, Air, Angin dan Hawa.

1. Gunung.
Mencerminkan bentuk yang kokoh dari tubuh manusia yang sangat kuat. Dari sifat gunung ini pula manusia dapat menampung segala ilmu dan bisa menahan segala badai, mara bahaya dan azab-azab kecil dari peringatan Allah SWT, serta bisa menjauhkan dari berbagai hal yang tidak diinginkan lewat doa-doa tulus dari hati yang selalu dibawanya sejak lahir hingga tutup usia.
Dari sifat ini juga manusia mulai ditugaskan oleh Allah SWT, untuk mengenal arti ilmu yang bersifat lahiriyah maupun bathiniyah. Terutama dalam keluasan akal dan penghayatan bathin menuju tahkikul ilmi atau wujud dari semua bentuk ilmu, sehingga dengan adanya bentuk tubuh ini apapun bisa diraihnya sebagai suatu keberhasilan hidup yang diinginkan.
Namun dalam kenyataannya, sifat Gunung yang terdapat dalam diri manusia ini belumlah sempurna, sebab sifat gunung sendiri kalah dengan sifat “Besi”.

2. Besi
Mencerminkan bentuk yang keras dari sifat manusia di dalam segala hal, sebab dalam hal pemaparan ilmu pengetahuan alam sendiri jelas ditegaskan, bahwa sifat Besi lebih keras dari sifat yang terdapat dari wujud perbatuan.
Lewat sifat Besi ini, manusia mulai dituntut untuk memegang peranan dalam kedisiplinan dan penataan hidup secara akurat, baik dalam memulai suatu karir atau pembelajaran masalah keilmuan.
Namun dalam pandangan ahli sufi, sifat Besi ini yang terdapat dalam diri manusia adalah perjalanan awal menuju apapun keinginan yang dimaksud untuk bisa tercapai, hanya saja dalam menginginkan sesuatu yang lebih, manusia tidak boleh berhenti hanya di sifat ini, melainkan harus terus menapaki ilmu yang lebih tinggi. Sebab sifat Besi masih kalah dengan sifat Api.

3. Api
Mencerminkan sifat berani yang terdapat dalam diri manusia. Maksud dari sifat Api di sini, adalah pembentukan dari 4 sifat asal yang terdapat dalam struktur watak manusia (nafsu hak, nafsu hayawaniyah, nafsu syaithoniyah, dan nafsu muthmainnah).
Dari keempat nafsu ini manusia dituntut untuk mengendalikan nafsu-nafsu tersebut menuju sifat yang positif. Seperti, membangun badan kita lewat semangat berdzikir, semangat dalam mencari ilmu, semangat dalam memohon dan semangat dalam menorehkan segala bidang, baik yang bersifat riil maupun bersifat bathiniyah.
Sebab asal usul sifat api yang diciptakan oleh, Allah SWT, sebagian besar diarahkan ke sifat semangat sebagai pembakaran diri menuju bentuk kesuksesan di kemudian hari.
Hanya saja dalam merilis kehidupan yang lebih mapan, setiap manusia dituntut untuk terus mencari apa yang menjadi keinginan selanjutnya yang lebih tinggi. Sebab dalam pandangan ahli sufi sendiri menilai sifat ini sebagai tingkat pemula dalam pengenalan ilmu Allah.SWT, menuju derajat yang lebih mulia. Sebab sifat Api masih bisa dikalahkan dengan sifat Air.

4. Air
Mencerminkan sifat kelembutan yang terdapat dalam diri manusia. Sifat ini menurut ahli sufi disebut dengan istilah Thoriqul Qolbi yang berarti “penataan hati”.
Bila seseorang telah mencapai sifat ini, niscaya apapun bentuk ilmu akan bisa diwujudkan secara nyata. Karena sifat Air bisa menyatu di manapun dia ditempatkan, baik di tanah, bebatuan, pohon, langit, dan lain-lainnya. Seperti halnya sifat ilmu yang terserap di tubuh manusia karena keluasan akal dan penghayatan bathin yang tinggi. Sifat Air ini akan mudah menyerap di berbagai bentuk ilmu yang diinginkan, sehingga tanpa sadar, lambat laun diri kita akan menjadi hamba Allah SWT, yang mempunyai banyak kelebihan, terutama dalam hal ilmu bathiniyah. Hanya saja sifat Air ini harus terus diasah hingga sampai menuju sifat ilmu yang lebih tinggi. Karena sifat Air di sini masih kalah dengan sifat yang terdapat dari wujud Angin.

5. Angin
Mencerminkan keluasan ilmu dalam diri manusia secara menyeluruh. Sebab Angin di sini disebut sebagai sifat raja dari semua sifat alam. Seperti halnya kekuasaan seorang raja diraja, sifat Angin ini bisa mengontrol dan mengatur segala sifat alam. Seperti, mampu merobohkan kekuatan gunung, menerbangkan sifat Bumi, membesarkan sifat Api dan menarik sifat Air yang menjadikannya lautan air bah.
Dalam hal sifat ilmu, Angin ini disebut juga dengan sifat ma’rifatillah, dimana sifat ma’rifatillah ini adalah wujud kesempurnaan dari bentuk pemahaman manusia dalam mengolah segala hal bidang ilmu bersifat Robbani yaitu, lewat sebuah pemahaman, kesolehan, kezuhudan, menjauhkan sifat duniawiyah dan hanya difokuskan dalam satu tujuan, yaitu, hanya mengenal kebesaran Allah SWT.
Namun dalam keluasan secara hakiki, sifat seperti ini belum dikatakan sempurna sekali sebab masih ada yang mengalahkannya, yaitu, sifat Hawa.

6. Hawa
Mencerminkan kebersihan hati yang terdapat dalam diri manusia, sifat ikhlas sendiri menurut para sufi disebut sebagai Kamil Baenassama Wal Ardh (kesempurnaan ilmu yang mampu menguasai antara langit dan bumi).
Dalam hal kesempuranan sifat ilmu, sifat Hawa di sini adalah penggabungan seluruh sifat alam yang sudah dikuasai secara lahir dan bathin, sehingga baik dari ucapan, tingkah laku maupun keinginan kita akan terkabul dengan sendirinya seiring kedekatan hati dengan sifatulloh, afalulloh, dzatulloh kian menyatu.
Dengan segala pembedaran sifat alam tadi, pada intinya adalah untuk mengajak manusia hidup, bahwasanya semua ini bisa tercapai, apabila manusia itu sendiri mau berkorban untuk semangat dalam menjalani hidup yang penuh dengan tingkatan demi tingkatan yang harus dilaluinya.
Nah, semoga dengan pemaparan yang Penulis berikan, kita semua menjadi paham dan mau menjalankan apa yang menjadi tuntutan hidup kita sendiri. Amiiin…!

ASAL-USUL KEKUATAN YANG TERDAPAT DALAM TUBUH MANUSIA

Kitab Mizanul Qubro secara luas menerangkan, bahwa dalam kesempurnaan yang terdapat dalam tubuh manusia Allah SWT memberikan kapasitas lebih. Seperti apakah kajiannya…?

Lewat pemaparan yang diambil dari kandungan Syahadat Majmal, dengan pendalaman arti yang terkandung di dalamnya, sesungguhnya asal usul manusia diciptakan dari sifat tanah yang dibentuk sangat sempurna oleh keagungan sifat AF’ALULLOH. Dari kesempurnaan inilah manusia juga diberi kelebihan berbagai macam pengetahuan dan ilmu yang sangat luas. Hal ini terjadi jauh sebelum Allah SWT menciptakan wujud bumi dan jagat raya umumnya, yang diciptakan lewat Nur Muhammad SAW. Jauh sebelumnya, Nur Muhammad SAW sudah diciptakan terlebih dahulu di Alamul Jannah Majazi atau Surga Majazi.Dengan ke-Esaan dan keagungan-Nya, Allah SWT menciptakan manusia dengan segudang kelebihan dan kesempurnaan bentuk yang memadai. Bahkan, jutaan tahun sebelum perintah sholat diwajibkan untuk seluruh umat di dunia, lewat wasilah yang disampaikan oleh utusan terakhir Muhammad SAW, Allah SWT sudah menerapkan arti sholat tersebut ke tubuh manusia di saat bentuk manusia baru diciptakan. Seperti saat menciptakan bentuk daging, Allah SWT menciptakannya dengan “asma takbiratul ikrom” yaitu Allohu Akbar. Demikian juga tatkala membuat bentuk napas Allah SWT menciptakannya dengan “asma ruku” yaitu Subhanarobbiyal ‘Adzimi Wabihamdih. Lalu di saat menciptakan bentuk tulang belulang Allah SWT, juga menciptakannya dengan “asma sujud” yaitu Subhanna robbiyal a’laa wabihamdih. Dan di saat menciptakan bentuk kulit Allah SWT menciptakannya dengan “asma lungguh” yakni Robbigfirli warhamni wajburni warfa’ni warzuqni wahdini wa ‘afini wa’fu ani.

Lewat sebuah kesempurnaan yang dimiliki oleh tubuh manusia, akhirnya Allah SWT memberikan tugas mulia kepada mahluk ciptaan-Nya ini yaitu dengan bersaksi mengucapkan dua kalimah syahadat, berpedoman pada kewajiban sholat, mengikhlaskan harta bendanya untuk tujuan mulia, mengisi badan lewat jalan berpuasa, dan mensucikan diri lewat kebersihan haji.
Dari struktur yang dapat diserap oleh tubuh manusia, Allah SWT juga menciptakan bentuk kekuatan yang menjadi prioritas sifat manusia itu sendiri, yaitu dengan berbagai macam bentuk ilmu.
Nah, dalam bentuk ilmu ini Allah SWT memberikannya suatu sifat Cahaya dan Api, yang ada dalam setiap tubuh manusia. Seperti halnya sifat Cahaya Allah SWT menempatkannya dalam bentuk keyakinan, kekuatan bathin, penghayatan ilmu bersifat Robbani dan Derajat menuju khusnul khotimah.
Sedangkan sifat Api sendiri ditempatkan dalam sifat manusia sebagai semangat hidup yang bermanfaat. Seperti semangat dalam mencari duniawiyah, ilmu yang menjadi landasan hidup, keras dalam disiplin, tegas dalam menegakkan prinsip, luwes dalam menata ilmu dan segala hal bersifat supranatural dan lain sebagainya.
Dalam pengasahan sifat Cahaya dan Api ini manusia pada akhirnya akan bisa membentuk wujud ilmu yang nyata, seperti: ilmu supranatural dan dhaukiyatul ma’arif. Tentunya dengan dibantu semangat yang tinggi, tekad membaja, keyakinan yang memadai dan menjauhkan dari kemalasan.
Kitab Mizanul Qubro secara luas menerangkan, bahwa dalam kesempurnaan yang terdapat dalam tubuh manusia Allah SWT memberikan kapasitas lebih, yaitu, dengan memberikan keluasan ilmu pada 6 tingkat yang diambil dari sifat alam, yakni: Gunung, Besi, Api, Air, Angin dan Hawa.

1. Gunung.
Mencerminkan bentuk yang kokoh dari tubuh manusia yang sangat kuat. Dari sifat gunung ini pula manusia dapat menampung segala ilmu dan bisa menahan segala badai, mara bahaya dan azab-azab kecil dari peringatan Allah SWT, serta bisa menjauhkan dari berbagai hal yang tidak diinginkan lewat doa-doa tulus dari hati yang selalu dibawanya sejak lahir hingga tutup usia.
Dari sifat ini juga manusia mulai ditugaskan oleh Allah SWT, untuk mengenal arti ilmu yang bersifat lahiriyah maupun bathiniyah. Terutama dalam keluasan akal dan penghayatan bathin menuju tahkikul ilmi atau wujud dari semua bentuk ilmu, sehingga dengan adanya bentuk tubuh ini apapun bisa diraihnya sebagai suatu keberhasilan hidup yang diinginkan.
Namun dalam kenyataannya, sifat Gunung yang terdapat dalam diri manusia ini belumlah sempurna, sebab sifat gunung sendiri kalah dengan sifat “Besi”.

2. Besi
Mencerminkan bentuk yang keras dari sifat manusia di dalam segala hal, sebab dalam hal pemaparan ilmu pengetahuan alam sendiri jelas ditegaskan, bahwa sifat Besi lebih keras dari sifat yang terdapat dari wujud perbatuan.
Lewat sifat Besi ini, manusia mulai dituntut untuk memegang peranan dalam kedisiplinan dan penataan hidup secara akurat, baik dalam memulai suatu karir atau pembelajaran masalah keilmuan.
Namun dalam pandangan ahli sufi, sifat Besi ini yang terdapat dalam diri manusia adalah perjalanan awal menuju apapun keinginan yang dimaksud untuk bisa tercapai, hanya saja dalam menginginkan sesuatu yang lebih, manusia tidak boleh berhenti hanya di sifat ini, melainkan harus terus menapaki ilmu yang lebih tinggi. Sebab sifat Besi masih kalah dengan sifat Api.

3. Api
Mencerminkan sifat berani yang terdapat dalam diri manusia. Maksud dari sifat Api di sini, adalah pembentukan dari 4 sifat asal yang terdapat dalam struktur watak manusia (nafsu hak, nafsu hayawaniyah, nafsu syaithoniyah, dan nafsu muthmainnah).
Dari keempat nafsu ini manusia dituntut untuk mengendalikan nafsu-nafsu tersebut menuju sifat yang positif. Seperti, membangun badan kita lewat semangat berdzikir, semangat dalam mencari ilmu, semangat dalam memohon dan semangat dalam menorehkan segala bidang, baik yang bersifat riil maupun bersifat bathiniyah.
Sebab asal usul sifat api yang diciptakan oleh, Allah SWT, sebagian besar diarahkan ke sifat semangat sebagai pembakaran diri menuju bentuk kesuksesan di kemudian hari.
Hanya saja dalam merilis kehidupan yang lebih mapan, setiap manusia dituntut untuk terus mencari apa yang menjadi keinginan selanjutnya yang lebih tinggi. Sebab dalam pandangan ahli sufi sendiri menilai sifat ini sebagai tingkat pemula dalam pengenalan ilmu Allah.SWT, menuju derajat yang lebih mulia. Sebab sifat Api masih bisa dikalahkan dengan sifat Air.

4. Air
Mencerminkan sifat kelembutan yang terdapat dalam diri manusia. Sifat ini menurut ahli sufi disebut dengan istilah Thoriqul Qolbi yang berarti “penataan hati”.
Bila seseorang telah mencapai sifat ini, niscaya apapun bentuk ilmu akan bisa diwujudkan secara nyata. Karena sifat Air bisa menyatu di manapun dia ditempatkan, baik di tanah, bebatuan, pohon, langit, dan lain-lainnya. Seperti halnya sifat ilmu yang terserap di tubuh manusia karena keluasan akal dan penghayatan bathin yang tinggi. Sifat Air ini akan mudah menyerap di berbagai bentuk ilmu yang diinginkan, sehingga tanpa sadar, lambat laun diri kita akan menjadi hamba Allah SWT, yang mempunyai banyak kelebihan, terutama dalam hal ilmu bathiniyah. Hanya saja sifat Air ini harus terus diasah hingga sampai menuju sifat ilmu yang lebih tinggi. Karena sifat Air di sini masih kalah dengan sifat yang terdapat dari wujud Angin.

5. Angin
Mencerminkan keluasan ilmu dalam diri manusia secara menyeluruh. Sebab Angin di sini disebut sebagai sifat raja dari semua sifat alam. Seperti halnya kekuasaan seorang raja diraja, sifat Angin ini bisa mengontrol dan mengatur segala sifat alam. Seperti, mampu merobohkan kekuatan gunung, menerbangkan sifat Bumi, membesarkan sifat Api dan menarik sifat Air yang menjadikannya lautan air bah.
Dalam hal sifat ilmu, Angin ini disebut juga dengan sifat ma’rifatillah, dimana sifat ma’rifatillah ini adalah wujud kesempurnaan dari bentuk pemahaman manusia dalam mengolah segala hal bidang ilmu bersifat Robbani yaitu, lewat sebuah pemahaman, kesolehan, kezuhudan, menjauhkan sifat duniawiyah dan hanya difokuskan dalam satu tujuan, yaitu, hanya mengenal kebesaran Allah SWT.
Namun dalam keluasan secara hakiki, sifat seperti ini belum dikatakan sempurna sekali sebab masih ada yang mengalahkannya, yaitu, sifat Hawa.

6. Hawa
Mencerminkan kebersihan hati yang terdapat dalam diri manusia, sifat ikhlas sendiri menurut para sufi disebut sebagai Kamil Baenassama Wal Ardh (kesempurnaan ilmu yang mampu menguasai antara langit dan bumi).
Dalam hal kesempuranan sifat ilmu, sifat Hawa di sini adalah penggabungan seluruh sifat alam yang sudah dikuasai secara lahir dan bathin, sehingga baik dari ucapan, tingkah laku maupun keinginan kita akan terkabul dengan sendirinya seiring kedekatan hati dengan sifatulloh, afalulloh, dzatulloh kian menyatu.
Dengan segala pembedaran sifat alam tadi, pada intinya adalah untuk mengajak manusia hidup, bahwasanya semua ini bisa tercapai, apabila manusia itu sendiri mau berkorban untuk semangat dalam menjalani hidup yang penuh dengan tingkatan demi tingkatan yang harus dilaluinya.
Nah, semoga dengan pemaparan yang Penulis berikan, kita semua menjadi paham dan mau menjalankan apa yang menjadi tuntutan hidup kita sendiri. Amiiin…!