MAU SUKSES DAN KAYA KLIK BAWAH INI....

KONSULTASI Email ke : mbahkahono@gmail.com

Kisah Keramat Pamijahan

Syech Abdul Muhyi adalah tokoh ulama legendaris yang lahir di Mataram tahun 1650. Ia tumbuh dan menghabiskan masa mudanya di Gresik dan Ampel, Jawa Timur. Ia pernah menuntut ilmu di Pesantren Kuala Aceh selama delapan tahun. Ia kemudian memperdalam Islam di Baghdad pada usia 27 tahun dan menunaikan ibadah haji.
Setelah berhaji, ia kembali ke Jawa untuk membantu misi Sunan Gunung Jati menyebarkan agama Islam di Jawa Barat. Awalnya Abdul Muhyi menyebarkan Islam di Darma, Kuningan, dan menetap di sana selama tujuh tahun. Selanjutnya, ia mengembara hingga ke Pameungpeuk, Garut Selatan, selama setahun.
Abdul Muhyi melanjutkan pengembaraannya hingga ke daerah Batuwangi dan Lebaksiuh. Setelah empat tahun menetap di Lebaksiuh, ia bermukim di dalam goa, yang sekarang dikenal sebagai Goa Safarwadi, dengan maksud untuk mendalami ilmu agama dan mendidik para santrinya.

Keberadaan Goa Safarwadi ini erat kaitannya dengan kisah perjalan Syech Abdul Muhyi. Dikisahkan, pada suatu saat ia mendapat perintah dari gurunya yakni Syekh Abdul Rauf Singkel (dari Kuala Aceh), untuk mengembangkan agama Islam di Jawa Barat bagian selatan sekaligus mencari tempat yang disebutkan dalam ilham dengan sebuah gua khusus sebagai tandanya.
Setelah melalui perjalanan yang sangat panjang dan berat, pada suatu hari ketika sedang asyik bertafakkur, memuji kebesaran Allah, Syech Abdul Muhyi tiba-tiba menoleh ke arah tanaman padinya, yang didapati telah menguning dan sudah sampai masanya untuk dipanen.
Konon, setelah dipanen, hasil yang diperoleh ternyata tidak kurang juga tidak lebih atau hanya mendapat sebanyak benih yang ditanam. Mengetahui hal ini ia menjadi sangat terkejut sekaligus gembira, karena itu adalah pertanda bahwa perjuangannya mencari gua sudah dekat.
Upaya pertama untuk memastikan adanya gua yang dicari dan ternyata berhasil ini, dilanjutkan dengan cara menanam padi kembali di lahan sekitar tempat tersebut. Sambil terus berdoa kepada Allah SWT upaya ini pada akhirnya juga mendapatkan hasil. Padi yang ditanam, berbuah dan menguning, lalu dipetik hasilnya, ternyata menuai hasil sama sebagaimana yang terjadi pada peristiwa pertama. Hal ini semakin menambah keyakinan Syech Abdul Muhyi bahwa di tempat itulah (di dalam gunung) terdapat gua yang dicarinya.
Suatu hari ketika sedang berjalan ke sebelah timur gunung tersebut, sambil bermunajat kepada Allah SWT, Syech Abdul Muhyi tiba-tiba mendengar suara air terjun dan kicauan burung-burung kecil dari tempat tersebut. Ia kemudian melangkah turun ke tempat di mana suara itu berada, dan di sana ia melihat sebuah lubang besar yang ternyata sesuai dengan sifat-sifat gua yang cirri-cirinya telah ditunjukkan oleh gurunya.
Seketika itu juga terangkatlah kedua tangan Syekh Abdul Muhyi, menengadah ke atas sambil mengucap doa sebagai tanda syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan pertolongan pada dirinya dalam upaya menemukan gua yang dicari.
Peristiwa penemuan gua ini terjadi pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal, tahun 1111 H/1690 M, setelah perjuangan berat dalam mencarinya selama kurang lebih 12 tahun. Usia Syech Abdul Muhyi sendiri pada waktu itu adalah genap 40 tahun. Dan gua tersebut pada nantinya akan dikenal dengan nama Gua Pamijahan.
Gua Pamijahan terletak di sebuah kaki bukit yang sekarang dikenal dengan sebutan Gunung Mujarod (bukan Mujarob seperti yang pernah ditulis Idris Nawawi dalam Majalah ini – Red). Nama ini diambil dari kata bahasa Arab yang berarti “tempat penenangan” atau dalam bahasa Sunda disebut sebagai; tempat “nyirnakeun manah”, karena Syech Abdul Muhyi sering melakukan taqarrub (mendekatkan diri kepada Allah) di dalam gua tersebut.
Gua Pamijahan ini pada dasarnya memiliki makna khusus dalam perjalanan dakwah dan spiritual Syech Abdul Muhyi. Penemuan dan keberadaan gua ini seolah menjadi simbol yang menandakan bahwa perjalanan spiritual Syech Abdul Muhyi telah mengalami puncaknya. Selain itu, selalu terdapat makna dan fungsi khusus dalam setiap hal yang terhubung secara istimewa dengan tokoh yang menjalaninya.
Hal ini bisa dipahami karena seperti yang diungkapkan oleh Martin Van Bruinessen, bahwa para tokoh sejarah Islam di nusantara khususnya, biasa melakukan pendekatan supranatural dalam rangka meningkatkan kharisma mereka. Gua besar di Pamijahan (Tasikmalaya Selatan) sebagai tempat Syech Abdul Muhyi melakukan ‘riyadhah spiritual’, dan salah satu pusat penyebaran tarekat Syathariyah di Pulau Jawa adalah contoh dari hal tersebut.
Para juru kunci di tempat ini bahkan menunjukkan sebuah lorong sempit yang konon dilalui oleh Syech Abdul Muhyi untuk pergi ke Makkah setiap Jum’at. Sementara itu di Cibulakan (Pandeglang-Banten) misalnya, juga terdapat sebuah sumur yang konon berhubungan dengan sumber air zam-zam di Makkah. Menurut riwayat, Maulana Mansyur, yang diyakini sebagai wali, yang dimakamkan di Cikaduwen, pulang dari Makkah melalui sumber mata air zam-zam dan muncul di sumur ini.
Ringkasnya, hingga saat ini masih ada “kyai” di Jawa, yang menurut para pengikutnya yang paling fanatik, setiap Jum’at secara gaib pergi sembahyang di Masjidil Haram. Semua ini juga menandaskan perihal lain, yakni kuatnya peranan haji dan Makkah serta hubungannya dengan tradisi spiritual sebagai legitimasi kekuasaan atau keilmuan seseorang, dalam pandangan orang Jawa.
Di lingkungan kekeramatan Pamijahan sendiri terdapat beberapa kisah yang mengandung pengertian di atas. Satu kisah yang sering beredar menyebutkan bahwa, konon Syech Abdul Muhyi bersama Maulana Mansyur dan Ja’far Shadiq sering shalat di Makkah bersama-sama lewat Gua Pamijahan. Ketiga orang itu memang dikenal mempunyai ikatan persahabatan yang sangat erat.
Kisah supranatural lain di lingkungan kekeramatan Pamijahan adalah kisah yang menjadi muasal diharamkannya merokok di lingkungan tersebut. Menurut kepercayaan masyarakat, pada suatu hari Syech Abdul Muhyi dan Maulana Mansyur berada di Makkah hendak pulang ke tanah Jawa, keduanya kemudian berunding tentang pemberangkatan bahwa siapa yang sampai lebih dulu di Jawa, hendaklah menunggu salah seorang yang lain di tempat yang telah ditentukan.
Lalu berangkatlah kedua sahabat tersebut dengan cara masing-masing, yakni; Syeikh Maulana Mansyur berjalan di atas bumi sedangkan Syech Abdul Muhyi di bawah bumi, keduanya sama-sama menggunakan kesaktiannya.
Namun, ketika Syech Abdul Muhyi sedang berada dalam perjalanan di bawah laut, tiba-tiba ia merasa kedinginan, lalu berhenti sebentar. Sewaktu hendak menyalakan api dengan maksud untuk merokok, tanpa disangka muncul kabut yang membuat sekelilingnya jadi gelap. ia terpaksa berdiam diri menunggu kabut tersebut menipis sambil merokok. Namun kabut itu ternyata semakin menebal. Akhirnya ia teringat bahwa merokok itu perbuatan yang makruh (dibenci Allah). Maka seketika itu juga ia merasa berdosa dan segera bertaubat kepada Allah SWT. Bersamaan dengan itu kabut pun menghilang, dan akhirnya ia bisa berangkat lagi meneruskan perjalanannya.
Mulai saat itulah Syech Abdul Muhyi menjauhkan diri dari merokok, bahkan bisa dikatakan mengharamkan rokok untuk dirinya. Sedang kepada keluarga dan pengikutnya, ia  hanya melarang mereka merokok sewaktu di dekat dirinya.
Oleh karena itu, di daerah Pamijahan ada tempat tertentu yang dilarang secara adat untuk merokok, khususnya tempat yang berada di sekitar makam Syech Abdul Muhyi. Adapun batas-batas wilayah larangan merokok antara lain: sebelah timur daerah Kaca-Kaca, sebelah barat jalan yang menuju ke gua dimulai dari masjid Wakaf, sebelah selatan dimulai dari makam Dalem Yudanagara (+ 300 m) dari makam Syech, sedang sebelah utara (±300 m) dari makam Syech, yaitu jalan umum yang menuju ke Makam Eyang Abdul Qohar di Pandawa.
Singkat kata, wilayah-wilayah dengan batasan yang telah ditentukan tersebut adalah daerah larangan merokok menurut adat yang berlaku.
Kisah-kisah semacam ini tidak akan dibahas lebih jauh. Yang perlu direnungi adalah hikmah yang berada di baliknya. Sebab, setiap cerita yang ada pada dasarnya menunjukkan keluasan ilmu, keluhuran pribadi dan kemuliaan pengabdian Syech Abdul Muhyi kepada masyarakat dalam perjuangannya mengajarkan prinsip-prinsip Islam dan menjauhkan mereka dari bentuk-bentuk kepercayaan yang sesat.
Pamijahan sendiri pada dasarnya adalah nama sebuah kampung yang letaknya di pinggir kali, sehingga ia merupakan tempat yang menguntungkan karena masyarakat sekitar dapat mengolahnya untuk mengembang-biakkan ikan, akan tetapi kondisi ini juga bisa sebaliknya, yakni kadang-kadang membawa bencana, seperti banjir yang melanda daerah tersebut beberapa waktu yang lalu. Peristiwa ini membuat banyak rumah yang hanyut karena tidak kuat menahan banjir. Oleh karena itu pula, bangunan-bangunan yang sekarang masih ada dan terletak di tepi sungai harus dibuat permanen.
Pamijahan termasuk ibu kota Desa di Wilayah Kecamatan Bantarkalong, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Sebelum Syech datang ke Pamijahan, sudah ada kampung yakni daerah Bojong, wilayah Sukapura, terletak di sebelah Timur Laut dari kampung Pamijahan sekarang, yang kini dikenal dengan nama Kampung Bengkok. Di sana terdapat makam Dalem Sacaparana, mertuanya Syech Abdul Muhyi.
Adapun kata “Pamijahan” adalah nama baru, di masa hidup Syech Abdul Muhyi sendiri nama tersebut belum dikenal. Wilayah ini disebut oleh Syech Abdul Muhyi dengan istilah Safar Wadi. Nama ini diambil dari kata Bahasa Arab, yakni: safar yang berarti “jalan” dan wadi yang berarti “lembah”. Jadi, Safar Wadi adalah jalan yang berada di lembah. Hal ini disesuaikan dengan letaknya yang berada di antara dua bukit di pinggir kali.
Namun sekarang Safar Wadi dikenal juga dengan nama Pamijahan, karena banyak orang yang berdatangan dari pelosok Pulau Jawa secara berduyun-duyun, laksana ikan yang akan bertelur (mijah). Karena itu nama Safar Wadi kemudian berganti menjadi Pamijahan, sebab mempunyai arti yang hampir mirip dengan tempat ikan akan bertelur, dan bukan berarti tempat “pemujaan”.
Goa Safarwadi merupakan salah satu tujuan utama peziarah yang berkunjung ke Pamijahan. Panjang lorong goa sekitar 284 meter dan lebar 24,5 meter. Peziarah bisa menyusuri goa dalam waktu dua jam. Salah satu bagian goa yang paling sering dikunjungi adalah hamparan cadas berukuran sekitar 12 meter x 8 meter yang disebut sebagai Lapangan Baitullah. Tempat itu dulu sering dipakai shalat oleh Syech Abdul Muhyi bersama para santrinya.
Di samping lapangan cadas itu terdapat sumber air Cikahuripan yang keluar dari sela-sela dinding batu cadas. Mata air itu terus mengalir sepanjang tahun. Oleh masyarakat sekitar, air itu dipopulerkan sebagai air “zam-zam Pamijahan.” Air ini dipercaya memiliki berbagai khasiat. Menjelang Ramadhan, para peziarah di Pamijahan tak lupa membawa botol air dalam kemasan, bahkan jerigen, untuk menampung air “zam-zam Pamijahan” itu. Dengan minum air itu, badan diyakini tetap sehat selama menjalankan ibadah puasa.
Syech Muhyi ini disebut juga oleh bangsa wali lainnya dengan gelar A’dzomut Darojat, yang artinya “orang yang mempunyai derajat agung.” Bercerita tentang derajat kewaliyan, tentu kita hanya paham atau mengerti secara sepintas, bahwa yang disebut derajat seperti ini hanya ada di zaman Wali Songo. Sebenarnya pemahaman seperti ini tidak benar, karena derajat Waliyulloh akan terus mengalir hingga sampai pada akhir zaman sebagai sunnaturrosul.
Syech Abdul Muhyi dalam sejarah hidupnya adalah seorang yang zuhud, pintar, sakti dan terkenal paling berani dalam memerangi musuh Islam. Namun semua itu adalah masa lalu dan kini hanya tinggal kenangan belaka. Hanya saja walau ia sudah ratusan tahun telah tiada, namun rohmat serta kekeramatannya masih banyak diburu, terutama oleh para peziarah yang minta berkah lewat wasilahnya.

Kisah Keramat Pamijahan

Syech Abdul Muhyi adalah tokoh ulama legendaris yang lahir di Mataram tahun 1650. Ia tumbuh dan menghabiskan masa mudanya di Gresik dan Ampel, Jawa Timur. Ia pernah menuntut ilmu di Pesantren Kuala Aceh selama delapan tahun. Ia kemudian memperdalam Islam di Baghdad pada usia 27 tahun dan menunaikan ibadah haji.
Setelah berhaji, ia kembali ke Jawa untuk membantu misi Sunan Gunung Jati menyebarkan agama Islam di Jawa Barat. Awalnya Abdul Muhyi menyebarkan Islam di Darma, Kuningan, dan menetap di sana selama tujuh tahun. Selanjutnya, ia mengembara hingga ke Pameungpeuk, Garut Selatan, selama setahun.
Abdul Muhyi melanjutkan pengembaraannya hingga ke daerah Batuwangi dan Lebaksiuh. Setelah empat tahun menetap di Lebaksiuh, ia bermukim di dalam goa, yang sekarang dikenal sebagai Goa Safarwadi, dengan maksud untuk mendalami ilmu agama dan mendidik para santrinya.

Keberadaan Goa Safarwadi ini erat kaitannya dengan kisah perjalan Syech Abdul Muhyi. Dikisahkan, pada suatu saat ia mendapat perintah dari gurunya yakni Syekh Abdul Rauf Singkel (dari Kuala Aceh), untuk mengembangkan agama Islam di Jawa Barat bagian selatan sekaligus mencari tempat yang disebutkan dalam ilham dengan sebuah gua khusus sebagai tandanya.
Setelah melalui perjalanan yang sangat panjang dan berat, pada suatu hari ketika sedang asyik bertafakkur, memuji kebesaran Allah, Syech Abdul Muhyi tiba-tiba menoleh ke arah tanaman padinya, yang didapati telah menguning dan sudah sampai masanya untuk dipanen.
Konon, setelah dipanen, hasil yang diperoleh ternyata tidak kurang juga tidak lebih atau hanya mendapat sebanyak benih yang ditanam. Mengetahui hal ini ia menjadi sangat terkejut sekaligus gembira, karena itu adalah pertanda bahwa perjuangannya mencari gua sudah dekat.
Upaya pertama untuk memastikan adanya gua yang dicari dan ternyata berhasil ini, dilanjutkan dengan cara menanam padi kembali di lahan sekitar tempat tersebut. Sambil terus berdoa kepada Allah SWT upaya ini pada akhirnya juga mendapatkan hasil. Padi yang ditanam, berbuah dan menguning, lalu dipetik hasilnya, ternyata menuai hasil sama sebagaimana yang terjadi pada peristiwa pertama. Hal ini semakin menambah keyakinan Syech Abdul Muhyi bahwa di tempat itulah (di dalam gunung) terdapat gua yang dicarinya.
Suatu hari ketika sedang berjalan ke sebelah timur gunung tersebut, sambil bermunajat kepada Allah SWT, Syech Abdul Muhyi tiba-tiba mendengar suara air terjun dan kicauan burung-burung kecil dari tempat tersebut. Ia kemudian melangkah turun ke tempat di mana suara itu berada, dan di sana ia melihat sebuah lubang besar yang ternyata sesuai dengan sifat-sifat gua yang cirri-cirinya telah ditunjukkan oleh gurunya.
Seketika itu juga terangkatlah kedua tangan Syekh Abdul Muhyi, menengadah ke atas sambil mengucap doa sebagai tanda syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan pertolongan pada dirinya dalam upaya menemukan gua yang dicari.
Peristiwa penemuan gua ini terjadi pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal, tahun 1111 H/1690 M, setelah perjuangan berat dalam mencarinya selama kurang lebih 12 tahun. Usia Syech Abdul Muhyi sendiri pada waktu itu adalah genap 40 tahun. Dan gua tersebut pada nantinya akan dikenal dengan nama Gua Pamijahan.
Gua Pamijahan terletak di sebuah kaki bukit yang sekarang dikenal dengan sebutan Gunung Mujarod (bukan Mujarob seperti yang pernah ditulis Idris Nawawi dalam Majalah ini – Red). Nama ini diambil dari kata bahasa Arab yang berarti “tempat penenangan” atau dalam bahasa Sunda disebut sebagai; tempat “nyirnakeun manah”, karena Syech Abdul Muhyi sering melakukan taqarrub (mendekatkan diri kepada Allah) di dalam gua tersebut.
Gua Pamijahan ini pada dasarnya memiliki makna khusus dalam perjalanan dakwah dan spiritual Syech Abdul Muhyi. Penemuan dan keberadaan gua ini seolah menjadi simbol yang menandakan bahwa perjalanan spiritual Syech Abdul Muhyi telah mengalami puncaknya. Selain itu, selalu terdapat makna dan fungsi khusus dalam setiap hal yang terhubung secara istimewa dengan tokoh yang menjalaninya.
Hal ini bisa dipahami karena seperti yang diungkapkan oleh Martin Van Bruinessen, bahwa para tokoh sejarah Islam di nusantara khususnya, biasa melakukan pendekatan supranatural dalam rangka meningkatkan kharisma mereka. Gua besar di Pamijahan (Tasikmalaya Selatan) sebagai tempat Syech Abdul Muhyi melakukan ‘riyadhah spiritual’, dan salah satu pusat penyebaran tarekat Syathariyah di Pulau Jawa adalah contoh dari hal tersebut.
Para juru kunci di tempat ini bahkan menunjukkan sebuah lorong sempit yang konon dilalui oleh Syech Abdul Muhyi untuk pergi ke Makkah setiap Jum’at. Sementara itu di Cibulakan (Pandeglang-Banten) misalnya, juga terdapat sebuah sumur yang konon berhubungan dengan sumber air zam-zam di Makkah. Menurut riwayat, Maulana Mansyur, yang diyakini sebagai wali, yang dimakamkan di Cikaduwen, pulang dari Makkah melalui sumber mata air zam-zam dan muncul di sumur ini.
Ringkasnya, hingga saat ini masih ada “kyai” di Jawa, yang menurut para pengikutnya yang paling fanatik, setiap Jum’at secara gaib pergi sembahyang di Masjidil Haram. Semua ini juga menandaskan perihal lain, yakni kuatnya peranan haji dan Makkah serta hubungannya dengan tradisi spiritual sebagai legitimasi kekuasaan atau keilmuan seseorang, dalam pandangan orang Jawa.
Di lingkungan kekeramatan Pamijahan sendiri terdapat beberapa kisah yang mengandung pengertian di atas. Satu kisah yang sering beredar menyebutkan bahwa, konon Syech Abdul Muhyi bersama Maulana Mansyur dan Ja’far Shadiq sering shalat di Makkah bersama-sama lewat Gua Pamijahan. Ketiga orang itu memang dikenal mempunyai ikatan persahabatan yang sangat erat.
Kisah supranatural lain di lingkungan kekeramatan Pamijahan adalah kisah yang menjadi muasal diharamkannya merokok di lingkungan tersebut. Menurut kepercayaan masyarakat, pada suatu hari Syech Abdul Muhyi dan Maulana Mansyur berada di Makkah hendak pulang ke tanah Jawa, keduanya kemudian berunding tentang pemberangkatan bahwa siapa yang sampai lebih dulu di Jawa, hendaklah menunggu salah seorang yang lain di tempat yang telah ditentukan.
Lalu berangkatlah kedua sahabat tersebut dengan cara masing-masing, yakni; Syeikh Maulana Mansyur berjalan di atas bumi sedangkan Syech Abdul Muhyi di bawah bumi, keduanya sama-sama menggunakan kesaktiannya.
Namun, ketika Syech Abdul Muhyi sedang berada dalam perjalanan di bawah laut, tiba-tiba ia merasa kedinginan, lalu berhenti sebentar. Sewaktu hendak menyalakan api dengan maksud untuk merokok, tanpa disangka muncul kabut yang membuat sekelilingnya jadi gelap. ia terpaksa berdiam diri menunggu kabut tersebut menipis sambil merokok. Namun kabut itu ternyata semakin menebal. Akhirnya ia teringat bahwa merokok itu perbuatan yang makruh (dibenci Allah). Maka seketika itu juga ia merasa berdosa dan segera bertaubat kepada Allah SWT. Bersamaan dengan itu kabut pun menghilang, dan akhirnya ia bisa berangkat lagi meneruskan perjalanannya.
Mulai saat itulah Syech Abdul Muhyi menjauhkan diri dari merokok, bahkan bisa dikatakan mengharamkan rokok untuk dirinya. Sedang kepada keluarga dan pengikutnya, ia  hanya melarang mereka merokok sewaktu di dekat dirinya.
Oleh karena itu, di daerah Pamijahan ada tempat tertentu yang dilarang secara adat untuk merokok, khususnya tempat yang berada di sekitar makam Syech Abdul Muhyi. Adapun batas-batas wilayah larangan merokok antara lain: sebelah timur daerah Kaca-Kaca, sebelah barat jalan yang menuju ke gua dimulai dari masjid Wakaf, sebelah selatan dimulai dari makam Dalem Yudanagara (+ 300 m) dari makam Syech, sedang sebelah utara (±300 m) dari makam Syech, yaitu jalan umum yang menuju ke Makam Eyang Abdul Qohar di Pandawa.
Singkat kata, wilayah-wilayah dengan batasan yang telah ditentukan tersebut adalah daerah larangan merokok menurut adat yang berlaku.
Kisah-kisah semacam ini tidak akan dibahas lebih jauh. Yang perlu direnungi adalah hikmah yang berada di baliknya. Sebab, setiap cerita yang ada pada dasarnya menunjukkan keluasan ilmu, keluhuran pribadi dan kemuliaan pengabdian Syech Abdul Muhyi kepada masyarakat dalam perjuangannya mengajarkan prinsip-prinsip Islam dan menjauhkan mereka dari bentuk-bentuk kepercayaan yang sesat.
Pamijahan sendiri pada dasarnya adalah nama sebuah kampung yang letaknya di pinggir kali, sehingga ia merupakan tempat yang menguntungkan karena masyarakat sekitar dapat mengolahnya untuk mengembang-biakkan ikan, akan tetapi kondisi ini juga bisa sebaliknya, yakni kadang-kadang membawa bencana, seperti banjir yang melanda daerah tersebut beberapa waktu yang lalu. Peristiwa ini membuat banyak rumah yang hanyut karena tidak kuat menahan banjir. Oleh karena itu pula, bangunan-bangunan yang sekarang masih ada dan terletak di tepi sungai harus dibuat permanen.
Pamijahan termasuk ibu kota Desa di Wilayah Kecamatan Bantarkalong, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Sebelum Syech datang ke Pamijahan, sudah ada kampung yakni daerah Bojong, wilayah Sukapura, terletak di sebelah Timur Laut dari kampung Pamijahan sekarang, yang kini dikenal dengan nama Kampung Bengkok. Di sana terdapat makam Dalem Sacaparana, mertuanya Syech Abdul Muhyi.
Adapun kata “Pamijahan” adalah nama baru, di masa hidup Syech Abdul Muhyi sendiri nama tersebut belum dikenal. Wilayah ini disebut oleh Syech Abdul Muhyi dengan istilah Safar Wadi. Nama ini diambil dari kata Bahasa Arab, yakni: safar yang berarti “jalan” dan wadi yang berarti “lembah”. Jadi, Safar Wadi adalah jalan yang berada di lembah. Hal ini disesuaikan dengan letaknya yang berada di antara dua bukit di pinggir kali.
Namun sekarang Safar Wadi dikenal juga dengan nama Pamijahan, karena banyak orang yang berdatangan dari pelosok Pulau Jawa secara berduyun-duyun, laksana ikan yang akan bertelur (mijah). Karena itu nama Safar Wadi kemudian berganti menjadi Pamijahan, sebab mempunyai arti yang hampir mirip dengan tempat ikan akan bertelur, dan bukan berarti tempat “pemujaan”.
Goa Safarwadi merupakan salah satu tujuan utama peziarah yang berkunjung ke Pamijahan. Panjang lorong goa sekitar 284 meter dan lebar 24,5 meter. Peziarah bisa menyusuri goa dalam waktu dua jam. Salah satu bagian goa yang paling sering dikunjungi adalah hamparan cadas berukuran sekitar 12 meter x 8 meter yang disebut sebagai Lapangan Baitullah. Tempat itu dulu sering dipakai shalat oleh Syech Abdul Muhyi bersama para santrinya.
Di samping lapangan cadas itu terdapat sumber air Cikahuripan yang keluar dari sela-sela dinding batu cadas. Mata air itu terus mengalir sepanjang tahun. Oleh masyarakat sekitar, air itu dipopulerkan sebagai air “zam-zam Pamijahan.” Air ini dipercaya memiliki berbagai khasiat. Menjelang Ramadhan, para peziarah di Pamijahan tak lupa membawa botol air dalam kemasan, bahkan jerigen, untuk menampung air “zam-zam Pamijahan” itu. Dengan minum air itu, badan diyakini tetap sehat selama menjalankan ibadah puasa.
Syech Muhyi ini disebut juga oleh bangsa wali lainnya dengan gelar A’dzomut Darojat, yang artinya “orang yang mempunyai derajat agung.” Bercerita tentang derajat kewaliyan, tentu kita hanya paham atau mengerti secara sepintas, bahwa yang disebut derajat seperti ini hanya ada di zaman Wali Songo. Sebenarnya pemahaman seperti ini tidak benar, karena derajat Waliyulloh akan terus mengalir hingga sampai pada akhir zaman sebagai sunnaturrosul.
Syech Abdul Muhyi dalam sejarah hidupnya adalah seorang yang zuhud, pintar, sakti dan terkenal paling berani dalam memerangi musuh Islam. Namun semua itu adalah masa lalu dan kini hanya tinggal kenangan belaka. Hanya saja walau ia sudah ratusan tahun telah tiada, namun rohmat serta kekeramatannya masih banyak diburu, terutama oleh para peziarah yang minta berkah lewat wasilahnya.

Akibat GilaHarta Anak Ditumbalkan Pesugihan

Sesungguhnya, kemiskinan yang menimpa hidup manusia adalah bagian dari cobaan dan ujian. Karena itu kita tidak perlu merasa sedih dan putus asa. Yang terpenting adalah menghadapinya dengan penuh kesabaran dan tetap berikhtiar atau berusaha melalui jalan yang diridhoi Tuhan.
Ingatlah, tak ada makhluk di dunia ini yang tidak dijamin rejekinya oleh Allah. Lagi pula Allah juga tidak akan membebani manusia dengan kesuliatan hidup yang melebihi kemampuannya. Berusaha dengan sungguh-sungguh disertai dengan doa yang khusuk kepada Allah niscaya akan diberikan jalan kelapangan dan kemudahan.
Mungkin itulah yang seharusnya dilakukan oleh Sugiyanto saat dibelit kesulitan ekonomi yang memberatkan hidupnya. Tapi sayang, akalnya yang pendek, ditambah dengan keimanannya yang lemah, membuat dia nekad menemui seorang dukun sesat. Nah, dari sinilah kisah menyedihkan, sekaligus mengerikan dijalani oleh Sugiyanto.( Nama Samaran )
Bagaimanakah kisah selengkapnya? Kepada Misteri Sugiyanto menceritakan pengalamannya yang terjadi beberapa tahun silam itu…
Pengalaman yang sangat mencekam dan seumur-umur tidak akan pernah bisa dia lupakan ini sunggu tak ingin diulanginya lagi. Bila mengingatnya, Sugiyanto jadi merinding dan ngeri bukan main. Rasa penyelasan begitu berat menyelimuti hatinya. Ucapan istigfar tak henti-hentinya terucap dari bibirnya yang kering.
Ya, masih terbayang dalam ingatannya adegan sadis dan menyeramkan yang terpampang di hadapan matanya itu. Dengan mata kepala sendiri dia menyaksikan perempuan tua itu memotong-motong tubuh bayi yang masih merah, lalu dengan rakus memakan dagingnya. Dimulai dari kaki, tangan, sampai jantung si bayi yang hanya sebesar buah sawo.
Begitu lahapnya dukun tua itu menyantap tiap bagian tubuhnya, sehingga tak ubahnya seperti sedang menikmati daging ayam goreng. Apakah perempuan tua itu seorang kanibal?
Sugiyanto pernah mendengar tentang kasus mutilasi yang terjadi di tengah masyarakat. Tapi baru kali ini dia melihatnya secara langsung. Bahkan rasanya ini lebih sadis dan tak berperikemanusiaan. Bayangkan, daging bayi dijadikan santapan lezat.
Huak! Sugiyanto sampai tak kuat melihatnya dan ingin muntah. Tapi dia mencoba untuk menahan diri dan tetap diam. Dia hanya bisa menelan rasa jijik itu.
Tiba-tiba, sebuah perasaan bersalah dan berdosa menghujami dadanya. Dia sadar, apa yang telah diperbuatnya ini telah melanggar hukum negara. Lebih dari itu, mengingkari norma agama yang dianutnya.
Tapi apa boleh buat. Sebuah tuntutan, atau lebih tepatnya keterdesakan membuat dia tak punya pilihan lain. Hutangnya yang menumpuk dan telah jatuh tempo harus segera dia lunasi. Bahkan, salah seorang rentenir lewat debt kolektornya mengancam akan menghabisi nyawanya bila dia tak segera melunasi hutangnya.
Dalam keadaan bingung, kacau, putus asa, dan tertekan, Sugiyanto kemudian lari kepada seorang dukun sakti yang konon bisa membantu kesulitannya.
Ssebelumnya, dia memperoleh informasi dari salah seorang kenalannya bahwa di tengah hutan Sonoloyo yang terkenal angker dan wingit, tinggal seorang perempuan tua sakti bernama Nyi Saketi. Konon, siapa saja yang bertemu dengannya dan meminta bantuannya maka bakal dikabulkan. Dengan catatan, mau menjalankan segala apa yang diperintahkannya.
Setelah menempuh perjalanan yang sangat berat dan melelahkan, akhirnya Sugiyanto berhasil bertemu Nyai Saketi. Perempuan tua itu tinggal sendirian di sebuah gubuk reot di tengah hutan.
Begitu sampai di hadapannya Sugiyanto langsung mengutarakan maksud kedatangannya. Nyai Saketi mengangguk-angguk. Dia lalu mengemukakan sebuah syarat kepada Sugiyanto untuk membawakan bayi merah yang masih hidup atau baru saja mati. Bayi itu nantinya akan dijadikan tumbal untuk memenuhi permintaan Sugiyanto.
Sebenarnya, sangat berat bagi Sugiyanto memenuhi perimintaan itu. Tapi karena tak ada pilihan lain akhirnya dia menyanggupi. Dia lalu kembali ke kota dan berusaha mencari bayi seperti yang diminta Nyai Saketi.
Agar memudahkan usahanya, Sugyanto hilir mudik di sekitar rumah sakit bersalin. Sempat ada niat untuk menculik bayi yang baru dilahirkan biar lebih cepat, tapi dia mengurungkan niatnya. Dia takut ketahuan dan dipenjara. Lagi pula kasihan orang tua si bayi.
Secara kebetulan di sebuah klinik bersalin ada seorang ibu melahirkan bayinya dan mati. Dengan pura-pura sebagai kerabatnya, Sugiyanto mengambil bayi yang telah meninggal itu. Dia membungkus bayi itu dengan kain dan memasukkannya dalam tas. Pikirnya, orang tua sang bayi tak akan begitu kehilangan sebab bayinya sudah meninggal. Lagi pula, Nyai Saketi sendiri tak keberatan menerima bayi yang sudah meninggal.
Saat itu Sugiyanto merasa tidak bersalah. Dia kembali ke gubuk Nyai Saketi dan menyerahkan mayat bayi yang baru berusia beberapa jam itu. Tadinya Sugiyanto berpikir, mayat bayi itu hanya akan dijadikan sesaji dan kemudian dikubur. Tapi apa yang terjadi kemudian sungguh membuat Sugiyanto terkejut, tertegun, sekaligus ngeri. Bayangkan, tanpa banyak kata Nyai Saketi memotong-motong tubuh bayi yang masih merah itu dan memakan tiap potongnya seperti layaknya memakan ayam goreng.
Perut Sugiyanto jadi mual dan eneg. Tapi dia  hanya bisa terdiam dan tak berusaha mencegah perbuatan Nyai Saketi. Tampak mulut Nyai Saketi berselemotkan darah.
Mungkin karena sudah kekenyangan, Nyai Saketi tidak memakan semua tubuh sang bayi. Dia hanya memakan tangan, kaki, dan jantungnya. Selebihnya dia meminta Sugiyanto untuk mengubur jasad sang bayi.
Dengan tangan gemetar dan perasaan bercampur aduk tak karuan, Sugiyanto mengubur tubuh mungil itu. Dia masih belum mengerti, apa maksud dari tindakan Nyai Saketi dengan memakan mayat bayi.
Ya, Sugiyanto hanya bisa memendam perasaan tidak mengerti itu dalam hatinya. Dia mencoba tak memusingkan hal itu. Yang lebih penting adalah realisasi dari janji Nyai Saketi yang akan membantu kesulitan hidupnya.
“Lalu, bagaimana dengan permintaan saya, Nyai?” tanya Sugiyanto memberanikan diri.
“Pulanglah! Apa yang kamu inginkan sudah terpenuhi. Hutang-hutangmu bakal lunas dan kamu akan mendapatkan kekayaan!” jawab Nyai Saketi.
Sugiyanto sempat bingung dan tak mengerti. Tapi akhirnya dia pulang juga ke rumah. Dan ketika sampai di rumah, dia sangat terkejut mendengar kabar menggembirakan dari sang isteri.
“Syukur kepada Tuhan, Mas! Aku sudah dapat hadiah seratus juta rupiah dari undian sabun! Wah, hutang-hutang kita bakal bisa dilunasi semua. Kita tak jadi gembel jalanan,” seru Haryati, girang bukan main.
Sugiyanto jadi tersenyum senang. Dia yakin, rejeki nomplok yang diterima keluarganya ini, merupakan buah dari kesaktian Nyai Saketi. Dukun sakti itu benar-benar ampuh. Belum lama dia memberikan tumbal mayat bayi, permintaannya langsung terkabul.
Tapi Sugiyanto tak ingin menceritakan tentang Nyai Saketi kepada isterinya. Biar ini menjadi rahasia pribadinya. Yang penting isteri dan anak-anaknya hidup bahagia.
Selanjutnya hidup Sugiyanto seperti ketiban pulung. Rejeki mengalir terus tak henti. Ada saja keberuntungan yang didapat olehnya. Mulai dari dapat pekerjaan dengan posisi mapan, nembus undian, dikasih objekan basah dari teman, sampai dapat komisi jutaan rupiah.
Pokoknya hidup Sugiyanto berubah seratus delapan puluh derajat. Kini dia dan keluarga tidak lagi tinggal di rumah kontrakan yang sempit dan kumuh, tapi sudah punya rumah sendiri yang besar dan mewah.
Dia bisa membeli perabotan luks, ponsel, mobil, dan barang-barang serba mewah lainnya. Pendeknya, kesejahteraan keluarganya terjamin.
Kebahagiaan yang dirasakan Sugiyanto menjadi bertambah ketika isterinya hamil lagi. Berarti dirinya akan memiliki anak ke-3. Tak ada perasaan risau dan khawatir kelak anaknya akan hidup sengsara, karena kekayaannya bisa untuk menghidupi tujuh turunan.
Dengan penuh perhatian dan kasih sayang Sugiyanto menjaga isteri yang sedang hamil. Hingga akhirnya tiba masa persalinan. Sugiyanto menunggui proses kelahiran itu. Namun betapa terkejut dan terpukul batinnya saat anak yang ditunggu telah lahir, wujudnya sungguh sangat memprihatinkan dan mengerikan. Selain tidak memiliki kedua tangan dan kaki, jantung bayi juga mengalami kelainan. Tak terbayangkan betapa shock, sedih, dan terpukul Sugiyanto mendapati anaknya yang cacat itu.
Tiba-tiba Sugiyanto teringat dengan Nyai Saketi. Jangan-jangan apa yang terjadi ini buah dari perbuatan Nyai Saketi dulu yang pernah memakan mayat bayi. Sesungguhnya, tumbal yang dimaksud Nyai Saketi tak lain adalah anaknya sendiri.
Tidak terima dengan kenyataan ini, Sugiyanto segera ke hutan Sonoloyo untuk mencari Nyai Saketi. Selain ingin meminta bantuan memulihkan keadaan bayinya, Sugiyanto juga berharap Nyai Saketi menarik syarat tumbalnya.
Tapi, sesampainya di tengah hutan Sonoloyo, Sugiyanto tak mendapati gubuk milik Nyai Saketi. Wanita tua itu seperti lenyap ditelan bumi. Ketika Sugiyanto bertanya kepada penduduk sekitar daerah itu, mereka tidak ada yang tahu dan kenal dengan Nyai Saketi.
Dalam keadaan sedih, putus asa, dan kecewa, tiba-tiba Sugiyanto bertemu dengan seorang laki-laki tua berambut putih dan berpakaian sederhana. Orang tua itu sepertinya bisa membaca kesusahan hati Sugiyanto.
“Ketahuilah, Nak. Sesungguhnya Nyai Saketi yang pernah kamu temui itu bukanlah manusia. Dia adalah penjelmaan setan. Dia tak pernah berusaha untuk membantu kesulitanmu, melainkan justru ingin menghancurkan dan menjerumuskan hidupmu. Mumpung belum terlambat, kembalilah kepada Allah dan bertobat nashuha. Gantungkan sepenuh hidupmu kepada Allah. Niscaya kamu dan keluargamu akan selamat dunia maupun akherat!”
Setelah memberikan wejangan orang tua yang arif dan bijaksana itu kemudian pergi. Seperti mendapat kesadaran baru, Sugiyanto tiba-tiba menangis tergugu. Dia menyadari bahwa semua yang terjadi ini adalah buah dari kesalahannya sendiri.
Sugiyanto segera bersujud dan memohon ampun kepada Allah. Dia berjanji tidak akan mengulangi perbuatan sesatnya lagi. Dia akan berusaha menghapus dosa-dosanya dengan banyak melakukan amal kebajikan.
Meski terasa pedih dan berat, Sugiyanto berusaha menerima kenyataan pahit ini. Dia akan tetap merawat dan memelihara anaknya yang cacat. Karena bagaimanapun anak itu adalah amanah dari Allah.
Sugiyanto lalu mengajak keluarganya untuk lebih menekuni sholat dan ibadah yang disyariatkan agama. Dia tidak peduli kekayaannya akan habis guna mengobati dan merawat anaknya yang cacat. Baginya, harta duniawi sudah tidak ada artinya lagi, karena semua itu tak akan dibawa bila dirinya mati.
Setelah berjalan dua tahun, anaknya yang cacat itu dipanggil Yang Maha Kuasa. Meski terasa sedih dan berat, namun Sugiyanto mengikhlaskannya. Mungkin itu lebih baik daripada anaknya harus menderita bila tumbuh dewasa.
Dia sendiri tidak menyesal bila hidup keluarganya kembali jatuh miskin seperti dulu. Dia menerima dengan penuh keridhoan. Dia justru merasa bahagia dan tenang dengan keadaannya yang sekarang. Karena dalam keadaan hidup yang pas-pasan, dia bisa lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan.
Sugiyanto kini berubah menjadi orang yang rajin dan tekun beribadah. Bila kemudian dia berkenan menceritakan pengalamannya ini kepada Misteri, semata untuk peringatan dan pelajaran agar kita semua tidak mengikuti jalan sesat yang pernah ditempuhnya dahulu.

Akibat GilaHarta Anak Ditumbalkan Pesugihan

Sesungguhnya, kemiskinan yang menimpa hidup manusia adalah bagian dari cobaan dan ujian. Karena itu kita tidak perlu merasa sedih dan putus asa. Yang terpenting adalah menghadapinya dengan penuh kesabaran dan tetap berikhtiar atau berusaha melalui jalan yang diridhoi Tuhan.
Ingatlah, tak ada makhluk di dunia ini yang tidak dijamin rejekinya oleh Allah. Lagi pula Allah juga tidak akan membebani manusia dengan kesuliatan hidup yang melebihi kemampuannya. Berusaha dengan sungguh-sungguh disertai dengan doa yang khusuk kepada Allah niscaya akan diberikan jalan kelapangan dan kemudahan.
Mungkin itulah yang seharusnya dilakukan oleh Sugiyanto saat dibelit kesulitan ekonomi yang memberatkan hidupnya. Tapi sayang, akalnya yang pendek, ditambah dengan keimanannya yang lemah, membuat dia nekad menemui seorang dukun sesat. Nah, dari sinilah kisah menyedihkan, sekaligus mengerikan dijalani oleh Sugiyanto.( Nama Samaran )
Bagaimanakah kisah selengkapnya? Kepada Misteri Sugiyanto menceritakan pengalamannya yang terjadi beberapa tahun silam itu…
Pengalaman yang sangat mencekam dan seumur-umur tidak akan pernah bisa dia lupakan ini sunggu tak ingin diulanginya lagi. Bila mengingatnya, Sugiyanto jadi merinding dan ngeri bukan main. Rasa penyelasan begitu berat menyelimuti hatinya. Ucapan istigfar tak henti-hentinya terucap dari bibirnya yang kering.
Ya, masih terbayang dalam ingatannya adegan sadis dan menyeramkan yang terpampang di hadapan matanya itu. Dengan mata kepala sendiri dia menyaksikan perempuan tua itu memotong-motong tubuh bayi yang masih merah, lalu dengan rakus memakan dagingnya. Dimulai dari kaki, tangan, sampai jantung si bayi yang hanya sebesar buah sawo.
Begitu lahapnya dukun tua itu menyantap tiap bagian tubuhnya, sehingga tak ubahnya seperti sedang menikmati daging ayam goreng. Apakah perempuan tua itu seorang kanibal?
Sugiyanto pernah mendengar tentang kasus mutilasi yang terjadi di tengah masyarakat. Tapi baru kali ini dia melihatnya secara langsung. Bahkan rasanya ini lebih sadis dan tak berperikemanusiaan. Bayangkan, daging bayi dijadikan santapan lezat.
Huak! Sugiyanto sampai tak kuat melihatnya dan ingin muntah. Tapi dia mencoba untuk menahan diri dan tetap diam. Dia hanya bisa menelan rasa jijik itu.
Tiba-tiba, sebuah perasaan bersalah dan berdosa menghujami dadanya. Dia sadar, apa yang telah diperbuatnya ini telah melanggar hukum negara. Lebih dari itu, mengingkari norma agama yang dianutnya.
Tapi apa boleh buat. Sebuah tuntutan, atau lebih tepatnya keterdesakan membuat dia tak punya pilihan lain. Hutangnya yang menumpuk dan telah jatuh tempo harus segera dia lunasi. Bahkan, salah seorang rentenir lewat debt kolektornya mengancam akan menghabisi nyawanya bila dia tak segera melunasi hutangnya.
Dalam keadaan bingung, kacau, putus asa, dan tertekan, Sugiyanto kemudian lari kepada seorang dukun sakti yang konon bisa membantu kesulitannya.
Ssebelumnya, dia memperoleh informasi dari salah seorang kenalannya bahwa di tengah hutan Sonoloyo yang terkenal angker dan wingit, tinggal seorang perempuan tua sakti bernama Nyi Saketi. Konon, siapa saja yang bertemu dengannya dan meminta bantuannya maka bakal dikabulkan. Dengan catatan, mau menjalankan segala apa yang diperintahkannya.
Setelah menempuh perjalanan yang sangat berat dan melelahkan, akhirnya Sugiyanto berhasil bertemu Nyai Saketi. Perempuan tua itu tinggal sendirian di sebuah gubuk reot di tengah hutan.
Begitu sampai di hadapannya Sugiyanto langsung mengutarakan maksud kedatangannya. Nyai Saketi mengangguk-angguk. Dia lalu mengemukakan sebuah syarat kepada Sugiyanto untuk membawakan bayi merah yang masih hidup atau baru saja mati. Bayi itu nantinya akan dijadikan tumbal untuk memenuhi permintaan Sugiyanto.
Sebenarnya, sangat berat bagi Sugiyanto memenuhi perimintaan itu. Tapi karena tak ada pilihan lain akhirnya dia menyanggupi. Dia lalu kembali ke kota dan berusaha mencari bayi seperti yang diminta Nyai Saketi.
Agar memudahkan usahanya, Sugyanto hilir mudik di sekitar rumah sakit bersalin. Sempat ada niat untuk menculik bayi yang baru dilahirkan biar lebih cepat, tapi dia mengurungkan niatnya. Dia takut ketahuan dan dipenjara. Lagi pula kasihan orang tua si bayi.
Secara kebetulan di sebuah klinik bersalin ada seorang ibu melahirkan bayinya dan mati. Dengan pura-pura sebagai kerabatnya, Sugiyanto mengambil bayi yang telah meninggal itu. Dia membungkus bayi itu dengan kain dan memasukkannya dalam tas. Pikirnya, orang tua sang bayi tak akan begitu kehilangan sebab bayinya sudah meninggal. Lagi pula, Nyai Saketi sendiri tak keberatan menerima bayi yang sudah meninggal.
Saat itu Sugiyanto merasa tidak bersalah. Dia kembali ke gubuk Nyai Saketi dan menyerahkan mayat bayi yang baru berusia beberapa jam itu. Tadinya Sugiyanto berpikir, mayat bayi itu hanya akan dijadikan sesaji dan kemudian dikubur. Tapi apa yang terjadi kemudian sungguh membuat Sugiyanto terkejut, tertegun, sekaligus ngeri. Bayangkan, tanpa banyak kata Nyai Saketi memotong-motong tubuh bayi yang masih merah itu dan memakan tiap potongnya seperti layaknya memakan ayam goreng.
Perut Sugiyanto jadi mual dan eneg. Tapi dia  hanya bisa terdiam dan tak berusaha mencegah perbuatan Nyai Saketi. Tampak mulut Nyai Saketi berselemotkan darah.
Mungkin karena sudah kekenyangan, Nyai Saketi tidak memakan semua tubuh sang bayi. Dia hanya memakan tangan, kaki, dan jantungnya. Selebihnya dia meminta Sugiyanto untuk mengubur jasad sang bayi.
Dengan tangan gemetar dan perasaan bercampur aduk tak karuan, Sugiyanto mengubur tubuh mungil itu. Dia masih belum mengerti, apa maksud dari tindakan Nyai Saketi dengan memakan mayat bayi.
Ya, Sugiyanto hanya bisa memendam perasaan tidak mengerti itu dalam hatinya. Dia mencoba tak memusingkan hal itu. Yang lebih penting adalah realisasi dari janji Nyai Saketi yang akan membantu kesulitan hidupnya.
“Lalu, bagaimana dengan permintaan saya, Nyai?” tanya Sugiyanto memberanikan diri.
“Pulanglah! Apa yang kamu inginkan sudah terpenuhi. Hutang-hutangmu bakal lunas dan kamu akan mendapatkan kekayaan!” jawab Nyai Saketi.
Sugiyanto sempat bingung dan tak mengerti. Tapi akhirnya dia pulang juga ke rumah. Dan ketika sampai di rumah, dia sangat terkejut mendengar kabar menggembirakan dari sang isteri.
“Syukur kepada Tuhan, Mas! Aku sudah dapat hadiah seratus juta rupiah dari undian sabun! Wah, hutang-hutang kita bakal bisa dilunasi semua. Kita tak jadi gembel jalanan,” seru Haryati, girang bukan main.
Sugiyanto jadi tersenyum senang. Dia yakin, rejeki nomplok yang diterima keluarganya ini, merupakan buah dari kesaktian Nyai Saketi. Dukun sakti itu benar-benar ampuh. Belum lama dia memberikan tumbal mayat bayi, permintaannya langsung terkabul.
Tapi Sugiyanto tak ingin menceritakan tentang Nyai Saketi kepada isterinya. Biar ini menjadi rahasia pribadinya. Yang penting isteri dan anak-anaknya hidup bahagia.
Selanjutnya hidup Sugiyanto seperti ketiban pulung. Rejeki mengalir terus tak henti. Ada saja keberuntungan yang didapat olehnya. Mulai dari dapat pekerjaan dengan posisi mapan, nembus undian, dikasih objekan basah dari teman, sampai dapat komisi jutaan rupiah.
Pokoknya hidup Sugiyanto berubah seratus delapan puluh derajat. Kini dia dan keluarga tidak lagi tinggal di rumah kontrakan yang sempit dan kumuh, tapi sudah punya rumah sendiri yang besar dan mewah.
Dia bisa membeli perabotan luks, ponsel, mobil, dan barang-barang serba mewah lainnya. Pendeknya, kesejahteraan keluarganya terjamin.
Kebahagiaan yang dirasakan Sugiyanto menjadi bertambah ketika isterinya hamil lagi. Berarti dirinya akan memiliki anak ke-3. Tak ada perasaan risau dan khawatir kelak anaknya akan hidup sengsara, karena kekayaannya bisa untuk menghidupi tujuh turunan.
Dengan penuh perhatian dan kasih sayang Sugiyanto menjaga isteri yang sedang hamil. Hingga akhirnya tiba masa persalinan. Sugiyanto menunggui proses kelahiran itu. Namun betapa terkejut dan terpukul batinnya saat anak yang ditunggu telah lahir, wujudnya sungguh sangat memprihatinkan dan mengerikan. Selain tidak memiliki kedua tangan dan kaki, jantung bayi juga mengalami kelainan. Tak terbayangkan betapa shock, sedih, dan terpukul Sugiyanto mendapati anaknya yang cacat itu.
Tiba-tiba Sugiyanto teringat dengan Nyai Saketi. Jangan-jangan apa yang terjadi ini buah dari perbuatan Nyai Saketi dulu yang pernah memakan mayat bayi. Sesungguhnya, tumbal yang dimaksud Nyai Saketi tak lain adalah anaknya sendiri.
Tidak terima dengan kenyataan ini, Sugiyanto segera ke hutan Sonoloyo untuk mencari Nyai Saketi. Selain ingin meminta bantuan memulihkan keadaan bayinya, Sugiyanto juga berharap Nyai Saketi menarik syarat tumbalnya.
Tapi, sesampainya di tengah hutan Sonoloyo, Sugiyanto tak mendapati gubuk milik Nyai Saketi. Wanita tua itu seperti lenyap ditelan bumi. Ketika Sugiyanto bertanya kepada penduduk sekitar daerah itu, mereka tidak ada yang tahu dan kenal dengan Nyai Saketi.
Dalam keadaan sedih, putus asa, dan kecewa, tiba-tiba Sugiyanto bertemu dengan seorang laki-laki tua berambut putih dan berpakaian sederhana. Orang tua itu sepertinya bisa membaca kesusahan hati Sugiyanto.
“Ketahuilah, Nak. Sesungguhnya Nyai Saketi yang pernah kamu temui itu bukanlah manusia. Dia adalah penjelmaan setan. Dia tak pernah berusaha untuk membantu kesulitanmu, melainkan justru ingin menghancurkan dan menjerumuskan hidupmu. Mumpung belum terlambat, kembalilah kepada Allah dan bertobat nashuha. Gantungkan sepenuh hidupmu kepada Allah. Niscaya kamu dan keluargamu akan selamat dunia maupun akherat!”
Setelah memberikan wejangan orang tua yang arif dan bijaksana itu kemudian pergi. Seperti mendapat kesadaran baru, Sugiyanto tiba-tiba menangis tergugu. Dia menyadari bahwa semua yang terjadi ini adalah buah dari kesalahannya sendiri.
Sugiyanto segera bersujud dan memohon ampun kepada Allah. Dia berjanji tidak akan mengulangi perbuatan sesatnya lagi. Dia akan berusaha menghapus dosa-dosanya dengan banyak melakukan amal kebajikan.
Meski terasa pedih dan berat, Sugiyanto berusaha menerima kenyataan pahit ini. Dia akan tetap merawat dan memelihara anaknya yang cacat. Karena bagaimanapun anak itu adalah amanah dari Allah.
Sugiyanto lalu mengajak keluarganya untuk lebih menekuni sholat dan ibadah yang disyariatkan agama. Dia tidak peduli kekayaannya akan habis guna mengobati dan merawat anaknya yang cacat. Baginya, harta duniawi sudah tidak ada artinya lagi, karena semua itu tak akan dibawa bila dirinya mati.
Setelah berjalan dua tahun, anaknya yang cacat itu dipanggil Yang Maha Kuasa. Meski terasa sedih dan berat, namun Sugiyanto mengikhlaskannya. Mungkin itu lebih baik daripada anaknya harus menderita bila tumbuh dewasa.
Dia sendiri tidak menyesal bila hidup keluarganya kembali jatuh miskin seperti dulu. Dia menerima dengan penuh keridhoan. Dia justru merasa bahagia dan tenang dengan keadaannya yang sekarang. Karena dalam keadaan hidup yang pas-pasan, dia bisa lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan.
Sugiyanto kini berubah menjadi orang yang rajin dan tekun beribadah. Bila kemudian dia berkenan menceritakan pengalamannya ini kepada Misteri, semata untuk peringatan dan pelajaran agar kita semua tidak mengikuti jalan sesat yang pernah ditempuhnya dahulu.

Asal Mula Adanya Dana Gaib / Bank Gaib

Mengenai asal muasal dana gaib hingga kini belum terjadi kesepakatan. Namun demikian dapat diambil dua kesimpulan umum mengenai dana gaib itu, yakni dana gaib putih dan dana gaib hitam.
Di kalangan spiritualis meyakini bahwa dana gaib hitam ini sama dengan pesugihan atau ngipri. Penguasa dana ini berasal dari golongan siluman, iblis atau setan. Untuk mengambilnya, harus didahului dengan laku atau melakukan ritual-ritual  tertentu yang menyeramkan dan biasanya dilakukan di tempat terpencil pada malam hari.
Orang yang menginginkan harta gaib tidak bisa melakukan sendiri. Mereka harus memanfaatkan mediator yang kebanyakan kuncen atau juru kunci tempat-tempat yang dipercaya dihuni siluman yang bisa diajak kerjasama untuk mencari dan mendatangkan dan gaib.

Namun demikian, meski telah memanfaatkan mediator, tidak serta merta dana gaib itu akan muncul dengan sendirinya. Ada beberapa ujian yang harus dilaksanakan. Bahkan jika melenceng sedikit saja akan batal dan berakibat fatal. Beberapa di antara ujian itu adalah harus menemui siluman yang diajak kerja sama.
Yang mengerikan, kendati siluman itu sudah berganti fisik berupa hewan, tetapi bentuknya tidak seperti hewan pada umumnya. Bentuk siluman ini bisa lebih mengerikan dibanding hewan yang dimanfatkan fisiknya sebagai media. Misalnya hewan babi. Bisa saja babi siluman itu memiliki taring yang sangat panjang serta suaranya yang memekakkan telinga atau baunya sangat busuk.
Pada saat pertemuan pertama ini, jika mengalami ketakutan akan langsung gagal. Dan, jika menginginkannya lagi, harus melaksanakan ritual dari awal yang tentunya memerlukan dana lagi untuk membeli ubo rampe (sesajen) dan mahar sesuai perjanjian. Biasanya, pada ritual kedua ini, siluman yang muncul bentuk fiiknya tidak seperti silkuman yang pertama. Bisa saja, siluman yang kedua ini tampangnya lebih menakutkan. Misalnya babi raksasa yang siap memangsa manusia. Atau baunya luar biasa busuk hingga menimbulkan rasa enek ingin muntah.
Jika pada ritual yang kedua ini peminatnya bergidik, maka dinyatakan batal. Dan untuk melanjutkan harus memulai lagi ritual seperti semula. Beginilah seterusnya. Tetapi biasanya, jika peminat terlanjur nekat, yang muncul terakhir bukan lagi mahkluk menyeramkan, melainkan siluman yang berwujud manusia cantik atau tampan luar biasa. Pada tahap seperti inilah peminat langsung terpikat hingga terjadi perjanjian. Tetapi, perjanjian ini biasanya berlangsung timpang. Bagaimana tidak, siluman yang memberi harta bukan hartanya sendiri, melainkan harta curian. Sedangkan dia meminta imbalan berupa fisik maupun nyawa dari keluarga.
Memang, untuk mendapatkan dana ini, diperlukan tekad yang luar biasa besar sehingga tidak semua orang bisa melaksanakannya. Pun demikian dengan orang yang mendapatkan dana gaib hitam dan memanfatkannya untuk biaya hidupnya beserta keluarganya, kelak di kemudian hari harus memberikan gantinya. Ganti rugi ini bisa berupa istri, anak dan seluruh keturunannya. Atau sesuai dengan perjanjian.
Yang pasti, dana gaib terbanyak bukan dana gaib yang berasal dari harta kekayaan yang terdapat di alam gaib. Tapi biasanya berupa harta yang berasal dari alam nyata hanya saja telah digaibkan oleh bangsa gaib. Misalkan saja harta karun peninggalan perang dunia kedua.

Asal Mula Adanya Dana Gaib / Bank Gaib

Mengenai asal muasal dana gaib hingga kini belum terjadi kesepakatan. Namun demikian dapat diambil dua kesimpulan umum mengenai dana gaib itu, yakni dana gaib putih dan dana gaib hitam.
Di kalangan spiritualis meyakini bahwa dana gaib hitam ini sama dengan pesugihan atau ngipri. Penguasa dana ini berasal dari golongan siluman, iblis atau setan. Untuk mengambilnya, harus didahului dengan laku atau melakukan ritual-ritual  tertentu yang menyeramkan dan biasanya dilakukan di tempat terpencil pada malam hari.
Orang yang menginginkan harta gaib tidak bisa melakukan sendiri. Mereka harus memanfaatkan mediator yang kebanyakan kuncen atau juru kunci tempat-tempat yang dipercaya dihuni siluman yang bisa diajak kerjasama untuk mencari dan mendatangkan dan gaib.

Namun demikian, meski telah memanfaatkan mediator, tidak serta merta dana gaib itu akan muncul dengan sendirinya. Ada beberapa ujian yang harus dilaksanakan. Bahkan jika melenceng sedikit saja akan batal dan berakibat fatal. Beberapa di antara ujian itu adalah harus menemui siluman yang diajak kerja sama.
Yang mengerikan, kendati siluman itu sudah berganti fisik berupa hewan, tetapi bentuknya tidak seperti hewan pada umumnya. Bentuk siluman ini bisa lebih mengerikan dibanding hewan yang dimanfatkan fisiknya sebagai media. Misalnya hewan babi. Bisa saja babi siluman itu memiliki taring yang sangat panjang serta suaranya yang memekakkan telinga atau baunya sangat busuk.
Pada saat pertemuan pertama ini, jika mengalami ketakutan akan langsung gagal. Dan, jika menginginkannya lagi, harus melaksanakan ritual dari awal yang tentunya memerlukan dana lagi untuk membeli ubo rampe (sesajen) dan mahar sesuai perjanjian. Biasanya, pada ritual kedua ini, siluman yang muncul bentuk fiiknya tidak seperti silkuman yang pertama. Bisa saja, siluman yang kedua ini tampangnya lebih menakutkan. Misalnya babi raksasa yang siap memangsa manusia. Atau baunya luar biasa busuk hingga menimbulkan rasa enek ingin muntah.
Jika pada ritual yang kedua ini peminatnya bergidik, maka dinyatakan batal. Dan untuk melanjutkan harus memulai lagi ritual seperti semula. Beginilah seterusnya. Tetapi biasanya, jika peminat terlanjur nekat, yang muncul terakhir bukan lagi mahkluk menyeramkan, melainkan siluman yang berwujud manusia cantik atau tampan luar biasa. Pada tahap seperti inilah peminat langsung terpikat hingga terjadi perjanjian. Tetapi, perjanjian ini biasanya berlangsung timpang. Bagaimana tidak, siluman yang memberi harta bukan hartanya sendiri, melainkan harta curian. Sedangkan dia meminta imbalan berupa fisik maupun nyawa dari keluarga.
Memang, untuk mendapatkan dana ini, diperlukan tekad yang luar biasa besar sehingga tidak semua orang bisa melaksanakannya. Pun demikian dengan orang yang mendapatkan dana gaib hitam dan memanfatkannya untuk biaya hidupnya beserta keluarganya, kelak di kemudian hari harus memberikan gantinya. Ganti rugi ini bisa berupa istri, anak dan seluruh keturunannya. Atau sesuai dengan perjanjian.
Yang pasti, dana gaib terbanyak bukan dana gaib yang berasal dari harta kekayaan yang terdapat di alam gaib. Tapi biasanya berupa harta yang berasal dari alam nyata hanya saja telah digaibkan oleh bangsa gaib. Misalkan saja harta karun peninggalan perang dunia kedua.

JenisTanaman Penolak Santet

Khasiat tanaman untuk menolak santet atau kekuatan negatif dari radiasi gaib berasal dari aroma dan aura yang dimiliki atau dikeluarkannya. Berikut ini, beberapa macam tanaman yang selama ini kita kenal memiliki aura penangkal ilmu hitam. Namun, sebagian harus diperhatikan letak tanamannya agar aura yang dimiliki bisa melindungi pemilik rumah.
MAWAR
Bunga lambang cinta yang batangnya penuh duri ini mempunyai kekuatan menyerap hawa-hawa negatif, termasuk menangkal serangan santet. Hawa negative yang berhasil diserapnya akan langsung dibuang ke dalam tanah. Tapi sebaiknya jangan ditanam di depan rumah. Karena bila ditanam di depan rumah, hawa negatif yang sudah dimasukkan tanah, dikhawatirkan akan dilangkahi atau dilewati penghuni rumah. Bila ini terajdi, si penghuni rumah bisa terkena bencana.

KAKTUS
Tanaman yang biasa tumbuh di daerah kering ini mempunyai kekuatan sama dengan mawar; mampu menangkal santet dan hawa-hawa negatif lain. Namun kekuatan ini hanya bisa keluar bila ia ditanam atau ditaruh di luar rumah; di belakang, di depan, atau di samping. Bila diletakkan di dalam rumah, bukan kekuatan penolak santet yang keluar, tapi justru bisa menolak datangnya rejeki.
PINANG MERAH
Tanaman dengan nama ilmiah cyrtostachys lakka ini, juga dipercaya dapat menolak serangan black magic semacam santet yang ditujukan pada penghuni rumah.
KEMUNING JAWA
Tanaman yang memiliki nama ilmiah Murraya Paniculata ini juga diyakini mampu menolak kekuatan black magic. Selain itu, di dunia obat tradisional, tanaman yang bunganya mirip bunga melati ini biasa digunakan untuk mengobati bisul, rematik, memar, sakit gigi, radang buah zakar, infeksi saluran kencing, dan beberapa penyakit lainnya.
TEBU WULUNG
Sama seperti pinang merah dan kemuning jawa, ditanam dimanapun, tebu yang kulit batang sampai daunnya berwarna hitam ini dapat menangkal ilmu-ilmu hitam yang mengancam penghuni rumah. Karena tuahnya, beberapa paranormal biasanya menggunakan tanaman bernama latin Saccharum officniarum ini sebagai media penyembuhan.
POHON SERUT
Pohon yang menjadi salah satu favorit penggemar bonsai ini dapat menghilangkan niat jahat yang mengancam penghuni rumah. Ditanam di bagian rumah manapun, khasiat Camona retusa tersebut akan muncul.
Selain 6 tanaman di atas, ada beberapa tanaman lain yang yang memiliki aura hamper serupa; bisa mengusir dan mendinginkan hawa ‘panas’. Bahkan bias mengusir binatang berbisa dan ancaman maling.


JAMBU DERSONO
Pohon jambu sejenis jambu air ini memiliki aura yang sangat kuat. Bahkan karena saking kuatnya aura yang dikeluarkan, tanah yang semula ‘panas’, bila ditanami tanaman ini akan berubah menjadi ‘hoki’. Aura yang dimiliki juga bisa mendatangkan rejeki bagi pemiliknyaatau penghuni rumah dimana dia ditanam. Di beberapa kraton, tanaman bernama latin Eugenia malaccencis ini juga  menjadi simbol ‘kadersan sih ing sesama’, menggambarkan aksih dan cinta satu sama lain.
COCOR BEBEK
Dari auranya, tanaman yang mempunyai nama latin Kalanchoe pinnata ini mempunyai kekuatan hampir sama dengan jambu dersono; bisa mendinginkan tanah yang ’panas’. Di beberapa daerah, cocor bebek biasa dipakai untuk obat sakit kepala, batuk, sakit dada, borok, dan beberapa jenis penyakit kulit lain, demam, luka, memperlancar haid, serta obat bisul.
POHON TANJUNG
Tanaman yang daunnya mirip daun beringin dan berbuah mirip melinjo ini telah sejak lama dipercaya mampu mengusir gangguan ular berbisa. Pohon bernama ilmiah Mimusopselengi ini juga mempunyai makna agar selalu ‘disanjung-sanjung’ selalu.
BAMBU KUNING
Selain sebagai penghias taman atau pagar rumah, keluarga bambo kuning yang bernama ilmiah bambusa vulgaris ini juga dipercaya mampu menolak maling atau pencuri.

JenisTanaman Penolak Santet

Khasiat tanaman untuk menolak santet atau kekuatan negatif dari radiasi gaib berasal dari aroma dan aura yang dimiliki atau dikeluarkannya. Berikut ini, beberapa macam tanaman yang selama ini kita kenal memiliki aura penangkal ilmu hitam. Namun, sebagian harus diperhatikan letak tanamannya agar aura yang dimiliki bisa melindungi pemilik rumah.
MAWAR
Bunga lambang cinta yang batangnya penuh duri ini mempunyai kekuatan menyerap hawa-hawa negatif, termasuk menangkal serangan santet. Hawa negative yang berhasil diserapnya akan langsung dibuang ke dalam tanah. Tapi sebaiknya jangan ditanam di depan rumah. Karena bila ditanam di depan rumah, hawa negatif yang sudah dimasukkan tanah, dikhawatirkan akan dilangkahi atau dilewati penghuni rumah. Bila ini terajdi, si penghuni rumah bisa terkena bencana.

KAKTUS
Tanaman yang biasa tumbuh di daerah kering ini mempunyai kekuatan sama dengan mawar; mampu menangkal santet dan hawa-hawa negatif lain. Namun kekuatan ini hanya bisa keluar bila ia ditanam atau ditaruh di luar rumah; di belakang, di depan, atau di samping. Bila diletakkan di dalam rumah, bukan kekuatan penolak santet yang keluar, tapi justru bisa menolak datangnya rejeki.
PINANG MERAH
Tanaman dengan nama ilmiah cyrtostachys lakka ini, juga dipercaya dapat menolak serangan black magic semacam santet yang ditujukan pada penghuni rumah.
KEMUNING JAWA
Tanaman yang memiliki nama ilmiah Murraya Paniculata ini juga diyakini mampu menolak kekuatan black magic. Selain itu, di dunia obat tradisional, tanaman yang bunganya mirip bunga melati ini biasa digunakan untuk mengobati bisul, rematik, memar, sakit gigi, radang buah zakar, infeksi saluran kencing, dan beberapa penyakit lainnya.
TEBU WULUNG
Sama seperti pinang merah dan kemuning jawa, ditanam dimanapun, tebu yang kulit batang sampai daunnya berwarna hitam ini dapat menangkal ilmu-ilmu hitam yang mengancam penghuni rumah. Karena tuahnya, beberapa paranormal biasanya menggunakan tanaman bernama latin Saccharum officniarum ini sebagai media penyembuhan.
POHON SERUT
Pohon yang menjadi salah satu favorit penggemar bonsai ini dapat menghilangkan niat jahat yang mengancam penghuni rumah. Ditanam di bagian rumah manapun, khasiat Camona retusa tersebut akan muncul.
Selain 6 tanaman di atas, ada beberapa tanaman lain yang yang memiliki aura hamper serupa; bisa mengusir dan mendinginkan hawa ‘panas’. Bahkan bias mengusir binatang berbisa dan ancaman maling.


JAMBU DERSONO
Pohon jambu sejenis jambu air ini memiliki aura yang sangat kuat. Bahkan karena saking kuatnya aura yang dikeluarkan, tanah yang semula ‘panas’, bila ditanami tanaman ini akan berubah menjadi ‘hoki’. Aura yang dimiliki juga bisa mendatangkan rejeki bagi pemiliknyaatau penghuni rumah dimana dia ditanam. Di beberapa kraton, tanaman bernama latin Eugenia malaccencis ini juga  menjadi simbol ‘kadersan sih ing sesama’, menggambarkan aksih dan cinta satu sama lain.
COCOR BEBEK
Dari auranya, tanaman yang mempunyai nama latin Kalanchoe pinnata ini mempunyai kekuatan hampir sama dengan jambu dersono; bisa mendinginkan tanah yang ’panas’. Di beberapa daerah, cocor bebek biasa dipakai untuk obat sakit kepala, batuk, sakit dada, borok, dan beberapa jenis penyakit kulit lain, demam, luka, memperlancar haid, serta obat bisul.
POHON TANJUNG
Tanaman yang daunnya mirip daun beringin dan berbuah mirip melinjo ini telah sejak lama dipercaya mampu mengusir gangguan ular berbisa. Pohon bernama ilmiah Mimusopselengi ini juga mempunyai makna agar selalu ‘disanjung-sanjung’ selalu.
BAMBU KUNING
Selain sebagai penghias taman atau pagar rumah, keluarga bambo kuning yang bernama ilmiah bambusa vulgaris ini juga dipercaya mampu menolak maling atau pencuri.