MAU SUKSES DAN KAYA KLIK BAWAH INI....

KONSULTASI Email ke : mbahkahono@gmail.com

Cerita Penganut Pesugihan

Bila sedang jatuh pailit, kemudian dililit banyak utang, bisa membuat seseorang gelap mata. Apalagi bila iman sedang goyah. Agar tidak jatuh lebih lagi, lalu mencari jalan pintas untuk memecahkan persoalan.
Ada beberapa cara untuk itu. Kalau takut masuk bui karena tertangkap korupsi, ngecu, maling dan merampok, bisa mencari cara yang lebih aman. Misal dengan mencari pesugihan. Tapi cepat kaya dengan pesugihan, juga tak bisa dibilang aman. Kadang akibatnya malah lebih mengerikan! Sebab kebanyakan, harus meminta tumbal nyawa segala. Kalau ada yang tidak memakai tumbal, laku prihatin-nya juga tidak enteng. Puasanya melebihi orang bertapa. Begitulah yang sering terdengar di bursa pesugihan.

PULAU Jawa, terdapat banyak tempat pemberi pesugihan. Makam keramat, gua angker, pohon wingit, sendang ajaib, misalnya, sering dianggap jadi 'pemberi' harta. Masing-masing tempat, punya 'cara' dan syarat rata-rata hampir sama. Pandansigegek tak jauh dari Parangkusuma Jogyakarta, kondang jadi tempat cari pesugihan. Sejak zaman dulu, tempat itu dipercaya sebagai gudang tuyul pesugihan. Bisa dipungut salah satu, tapi dengan syarat tertentu.
Dusun Dlepih Kahyangan, Tirtomoyo, Wonogiri, ada semacam petilasan dari Panembahan Senopati yang juga jadi tumpuan para pencari pesugihan. Petilasan itu hingga kini dibanjiri peziarah dari berbagai daerah. Begitu pula Pantai Slamaran, Pekalongan dan Pemandian Kera Mendit, Malang Jawa Timur.
Tapi tempat mencari pesugihan yang paling kondang di Indonesia adalah Gunung Kawi! Begitu populernya tempat ngalab berkah ini, maka peziarahnya datang dari seantero Nusantara.
Ada ilmu pesugihan yang dikenal dengan 'babi ngepet'. Di Jawa Timur, biasa disebut 'celeng kresek'. Untuk menggasak harta tetangga, si pelaku minta bantuan celeng jadi-jadian. Biasa beroperasi siang malam. Tapi risikonya juga berat. Kalau tertangkap penduduk bisa digebuki hingga tewas. Si pemilik juga ikut-ikutan njedhut.
Ada cerita menarik tentang pesugihan 'celeng kresek' dialami warga Jawa Timur. Pak Sarno (sebut saja begitu), semula hidup sederhana bersama keluarga. Beberapa lama, dia jarang kelihatan berada di tengah masyarakat.
Tanpa diawali cerita ini-itu, Pak Sarno lalu membuka usaha warung soto. Dalam tempo relatif singkat, sotonya laris. Warung jadi gede dan tambah laris manis. Tapi Pak Sarno tetap jarang bergaul di tengah masyarakat.
Lalu muncul rumor negatif tentang kehidupannya. Isu paling santer, Pak Sarno cepat kaya karena memelihara pesugihan 'celeng kresek'. Kalau semula hanya satu dua yang percaya, lalu berubah makin banyak. Untuk meyakini rumor itu, beberapa orang bertanya kepada salah satu 'orang pintar' yang juga warga setempat. Setelah diterawang dengan 'mata batin', dukun itu pun mengiyakan. Terang saja warga lalu waspada.
Suatu kali ada warga memergoki ada 'celeng' masuk desa. Kemudian, bukan sekali dua kejadian itu. Eh, malah ada yang mengatakan, 'celeng'-nya selalu menghilang di rumah Pak Sarno. Nahas pun menimpa. 'Celeng kresek' itu bisa ditangkap ramai-ramai. Terang saja langsung dicacah-cacah. Bahkan dibakar pula. Menariknya, bersamaan dengan itu, Pak Sarno kelimpungan di rumah dan mati tak lama kemudian. Tubuhnya pun hangus.
Setelah dirunut lebih jauh, Pak Sarno ditengarai mencari pesugihan di daerah Watudodol. Terletak di kawasan hutan lindung antara Banyuwangi dengan Situbondo Jawa Timur. Siapa saja bisa mendapat pesugihan 'celeng kresek' di situ. Tapi harus kuat puasa ngebleng selama tiga hari di Watudodol.
Sesajinya berupa kembang telon, minyak wangi dan secawan darah ayam cemani. Kemudian ditaruh di bawah sebuah pohon paling besar terdapat di situ.
Setelah dibacakan mantera panggilan. Ada orang yang bisa membantu baca mantera di sekitar itu. Kalau doanya terkabul, celeng gaib itu akan muncul. Setelah berlangsung 'dialog' apa yang dikehendaki, ambillah air liurnya.
Di rumah, air liur dibasuhkan pada anak belum mencapai akhil baliq. Anak siapa pun bisa. Tak lama, anak itu akan meninggal sebagai lebon (tumbal).

Cerita Penganut Pesugihan

Bila sedang jatuh pailit, kemudian dililit banyak utang, bisa membuat seseorang gelap mata. Apalagi bila iman sedang goyah. Agar tidak jatuh lebih lagi, lalu mencari jalan pintas untuk memecahkan persoalan.
Ada beberapa cara untuk itu. Kalau takut masuk bui karena tertangkap korupsi, ngecu, maling dan merampok, bisa mencari cara yang lebih aman. Misal dengan mencari pesugihan. Tapi cepat kaya dengan pesugihan, juga tak bisa dibilang aman. Kadang akibatnya malah lebih mengerikan! Sebab kebanyakan, harus meminta tumbal nyawa segala. Kalau ada yang tidak memakai tumbal, laku prihatin-nya juga tidak enteng. Puasanya melebihi orang bertapa. Begitulah yang sering terdengar di bursa pesugihan.

PULAU Jawa, terdapat banyak tempat pemberi pesugihan. Makam keramat, gua angker, pohon wingit, sendang ajaib, misalnya, sering dianggap jadi 'pemberi' harta. Masing-masing tempat, punya 'cara' dan syarat rata-rata hampir sama. Pandansigegek tak jauh dari Parangkusuma Jogyakarta, kondang jadi tempat cari pesugihan. Sejak zaman dulu, tempat itu dipercaya sebagai gudang tuyul pesugihan. Bisa dipungut salah satu, tapi dengan syarat tertentu.
Dusun Dlepih Kahyangan, Tirtomoyo, Wonogiri, ada semacam petilasan dari Panembahan Senopati yang juga jadi tumpuan para pencari pesugihan. Petilasan itu hingga kini dibanjiri peziarah dari berbagai daerah. Begitu pula Pantai Slamaran, Pekalongan dan Pemandian Kera Mendit, Malang Jawa Timur.
Tapi tempat mencari pesugihan yang paling kondang di Indonesia adalah Gunung Kawi! Begitu populernya tempat ngalab berkah ini, maka peziarahnya datang dari seantero Nusantara.
Ada ilmu pesugihan yang dikenal dengan 'babi ngepet'. Di Jawa Timur, biasa disebut 'celeng kresek'. Untuk menggasak harta tetangga, si pelaku minta bantuan celeng jadi-jadian. Biasa beroperasi siang malam. Tapi risikonya juga berat. Kalau tertangkap penduduk bisa digebuki hingga tewas. Si pemilik juga ikut-ikutan njedhut.
Ada cerita menarik tentang pesugihan 'celeng kresek' dialami warga Jawa Timur. Pak Sarno (sebut saja begitu), semula hidup sederhana bersama keluarga. Beberapa lama, dia jarang kelihatan berada di tengah masyarakat.
Tanpa diawali cerita ini-itu, Pak Sarno lalu membuka usaha warung soto. Dalam tempo relatif singkat, sotonya laris. Warung jadi gede dan tambah laris manis. Tapi Pak Sarno tetap jarang bergaul di tengah masyarakat.
Lalu muncul rumor negatif tentang kehidupannya. Isu paling santer, Pak Sarno cepat kaya karena memelihara pesugihan 'celeng kresek'. Kalau semula hanya satu dua yang percaya, lalu berubah makin banyak. Untuk meyakini rumor itu, beberapa orang bertanya kepada salah satu 'orang pintar' yang juga warga setempat. Setelah diterawang dengan 'mata batin', dukun itu pun mengiyakan. Terang saja warga lalu waspada.
Suatu kali ada warga memergoki ada 'celeng' masuk desa. Kemudian, bukan sekali dua kejadian itu. Eh, malah ada yang mengatakan, 'celeng'-nya selalu menghilang di rumah Pak Sarno. Nahas pun menimpa. 'Celeng kresek' itu bisa ditangkap ramai-ramai. Terang saja langsung dicacah-cacah. Bahkan dibakar pula. Menariknya, bersamaan dengan itu, Pak Sarno kelimpungan di rumah dan mati tak lama kemudian. Tubuhnya pun hangus.
Setelah dirunut lebih jauh, Pak Sarno ditengarai mencari pesugihan di daerah Watudodol. Terletak di kawasan hutan lindung antara Banyuwangi dengan Situbondo Jawa Timur. Siapa saja bisa mendapat pesugihan 'celeng kresek' di situ. Tapi harus kuat puasa ngebleng selama tiga hari di Watudodol.
Sesajinya berupa kembang telon, minyak wangi dan secawan darah ayam cemani. Kemudian ditaruh di bawah sebuah pohon paling besar terdapat di situ.
Setelah dibacakan mantera panggilan. Ada orang yang bisa membantu baca mantera di sekitar itu. Kalau doanya terkabul, celeng gaib itu akan muncul. Setelah berlangsung 'dialog' apa yang dikehendaki, ambillah air liurnya.
Di rumah, air liur dibasuhkan pada anak belum mencapai akhil baliq. Anak siapa pun bisa. Tak lama, anak itu akan meninggal sebagai lebon (tumbal).

AJIAN BUTO IJO

Perlahan – lahan jasad Ningrum yang di bungkus kain putih diturnkan ke liang
lahat. Para pelayat memandang dengan tatapan pilu. Tapi tidak demikian dengan Mbah
Santo, laki – laki tua yang sering bertingkah aneh itu Cuma geleng – geleng kepala sambil
berguman dengan nada tidak jelas.
“ Gawat. . . gawat!” geragap Mbah Santo berulang – ulang sambil mencermati
bungkusan kain putih yang mulai dilepas dari ikatanya.

Apa yang terjadi? Rupanya, dimata Mbah Santo, yang ada di dalam bungkusan kain
putih itu bukanlah jasad Ningrum, melainkan hanyalah sebatang pohon pisang atau gedebog.
Ningrum yang kembang desa itu, meninggal setelah menderita sakit beberapa
minggu. Tidak ada yang tahu apa penyakit yang dideritanya. Menurut kabar burung yang
beredar, dia meninggal karena mengidap penyakit AIDS, karena sudah bukan rahasia lagi
kalau gadis cantik bertubuh sinal itu bekerja dikota sebagai wanita penghibur atau kupu –
kupu malam.
“ Kasihan Ningrum, dia masih muda tapi harus mati dengan cara yang
mengenaskan,” cetus salah seorang pelayat setelah lubang kubur tempat peristirahatan
terakhir Ningrum ditutupi dengan tanah.
Setelah upacara pemakaman Ningrum selesai, satu persatu para pelayat mulai
meninggalkan kuburan. Tapi tidak dengan Mbah Santo. Laki – laki tua itu masih berada di
tempatnya sambil menatap gundukan tanah merah yang berhiaskan batu nisan dan taburan
bunga tujuh rupa.
“ Gawat, kampung ini akan banjir darah!” guman Mbah Santo. Kemudian setelah
diam sejenak, laki – laki tua itu mengambil segenggam tanah merah dari pusara Ningrum dan
pulang dengan wajah diliputi kegelisahan.
Tidak ada yang tahu apa yang dipikirkan dan akan dilakukan oleh Mbah Santo. Tapi
yang jelas, setelah setelah pemakaman Ningrum, malam harinya awan tebal menyelimuti
langit disertai kilatan halilintar. Tapi anehnya, meski langit berselimut mendung di angkasa,
namun hujan tidak turun – turun. Tentu saja keanehan alam ini membuat orang bertanya –
tanya.
“ Aneh, meski mendung tebal dan sejak tadi petir terus menerus menyambar, tapi
hujan masih belum turun – turun juga,” cetus Roy yang malm itu ngobrol dengan teman –
temanya di pos kampling.
“ Benar, malam ini memang kelihatan aneh tidak seperti malam – malam biasanya.”
Sambung Takim.
“ Jangan – jangan ini ada hubunganya dengan kematian Ningrum!” sahut Kacung
tiba – tiba dengan suara agak keras sehingga membuat yang lainnya jadi tersentak.
“ Cung, kamu kalau bicara jangan ngawur!” celetuk Takim, mengingatkan.
“ Aku tidak ngawur. Aku hanya takut apa yang dikatakan Mbah Santo akan jadi
kenyataan. “
“ Memangya apa yang dikatakan orang tua itu?
“ Aku sempat mendengar, dia bilang kampong kita akan banjir darah,” jelas kacung
dengan suara bergetar.
Mendengar jawaban Kacung, semua langsung terdiam. Mereka saling
berpandangan. Ada perasaan tidak enak yang tiba – tiba menghinggapi hati mereka. Meski
mereka tahu otak Mbah Santo kurang waras, namun anehnya justru itulah yang membuat
sebagian antara mereka merasa yakin apa yang dikatakan Mbah Santo akan jadi kenyataan.
Karena tidak ingin sesuatu yang buruk menimpa mereka, seperti dikomando para
pemuda itu segera pulang ke rumah masing – masing. Mereka benar - benar takut apa yang
dikatakan Mbah Santo jadi kenyataan. Padahal mereka belum tahu apa yang dimaksud banjir
darah oleh Mbah Santo. Tapi dihati mereka sudah berselit bahwa banjir darah adalah
kematian. Dan mala mini seakan mereka sudah mencium bau kematian.
***************
Malam beranjak semakin gelap. Langit hitam pekat seperti lautan jelaga. Di
angkasa petir bagaikan lidah naga yang menyambar – nyambar dengan ganas deisertai
hembusan angin kencang.
Sementara orang – orang sudah tertidur lelap di ranjang masing – masing,
disebuah gubug reyot yang terletak agak jauh dari rumah penduduk, Mbah Santo sedang
duduk bersemedi di dalam kamarnya. Wajah lelaki tua Nampak tenang, dia sedang berusaha
memusatkan segenap panca indranya pada satu titik di mana dia akan mendapat kejelasan
atas sesuatu yang telah membuat hatinya gelisah.
Keesokan harinya, ketika fajar mulai merebak di ufuk timur, Mbah Santo pergi
kerumah Takim. Tentu saja pemuda yang semalam sempat dicekam rasa takut itu jadi
terkejut melihat kedatangan Mbah Santo.
“ Ada apa Mbah?” Tanya Takim sambil mengusap –usap matanya karena
semalam kurang tidur.
“Kim, apa kamu pernah melihat Ningrum telanjang?” ujur Mbah Santo balik
bertanya pada Takim?
Takim jadi terkejut mendengar partanyaan Mbah Santo yang tidak terduga itu.
Ternyata orang tua itu tidak hanya otaknya saja yang kurang waras tetapi juga kurang ajar,
pikir Takim.
“ Mbah Santo kalau bicara yang baik dan jangan begitu,” ujur Takim.
“ Aku ini serius, Kim. Kalau kamu pernah melihat Ningrum telanjang, tentunya
kamu pernah lihat noda kehitaman sebesar uang logam lima puluhandi bawah pusar atau
belahan buah dada Ningrum. Kalau kamu pernah lihat tanda seperti itu, tolong beri tahu aku.
Karena itu merupakan tanda Ajian Buto Ijo.”
Setelah menjelaskan panjang lebar apa itu Ajian Buto Ijo, kemudian dengan
tergesa – gesa Mbah Santo pulang. Dan Takim hanya berbengong – bengong memandang
keergian Mbah Santo. Baru kali ini dia melihat orang tua itu kelihatan waras meski apa yang
dikatakanya tidak masuk akal.
Sepeninggal Mbah Santo, Takim jadi gelisah. Dia memang tidak pernah melihat
Ningrum dalam keadaan telanjang bulat, tapi dia pernah melihat gadis itu mengenakan baju
tipis yang tembus pandang. Dan dibalik gaun itu dia sempat melihat noda kehitaman sebesar
uang logam lima puluhan dibelahan buah dada Ningrum. Apakah noda kehitaman di belahan
dadanya yang menghitam sebesar telapak orang dewasa.
Takim benar – benar gelisah mendengar percakapan ibu dan tetangganya itu.
Kalau yang dikatakan tetangganya itu benar, berarti apa yang dikatakan Mbah Santo juga
benar.
“ Ajian Buto Ijo itu biasanya digunakan oleh perempuan nakal. Ajain ini
digunakan orang supaya kuat berhubungan di tempat tidur sekaligus sebagai pemikat dan
mencari pasugihan. Orang yang mempunyai Ajian Buto Ijo biasanya tidak berumur panjang,
karena itu memang sudah perjanjianya. Dan bila orang itu sudah mati, maka rajah hitam di
bawah pusar atau belahan buah dadanya akan mengembang ke seluruh tubuhnya, kemudian
orang tua itu akan bangkit dari kuburanya menjadi Buto Ijo yang siap menyebar petaka,”
begitu tutur Mbah Santo yang masih diinat jelas oleh Takim.
Karena tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi dikampungnya, malam itu juga
Takmim ke rumah Mbah Santo. Beberapa teman mengajak ngobrol di pos kampling ditolak.
Bahkan ketika dia ditertawakan karena memberi tahu maksud kedatanganya kerumah Mbah
Santo, Takim juga tidak peduli.
Sampai dirumah Mbah Santo, Takim langsung menceritakan apa yang dilihat
dan yang didenggarnya engenai noda hitam di bawah pusar dan belahan buah dada Ningrum.
Mendengar cerita Takim wajah Mbah Santo langusng tegang seperti disengat arus listrik
tagangan tinggi.
“ Gawat, kalai terlambat kampung ini bisa banjir darah!” kata Mbah Santo lalu
segera mengambil tanah kuburan yang dulu diambil dari pusara Ningrum. “ Kim, kita harus
cepat pergi sebelum ada korban,” ajaknya sambil menyeret tangan Takim.
Baru saja Mbah Santo dan Takim keluar rumah, mereka mendengar suara
teriakan dari arah utara kampung. Dan beberapa saat kemudian mereka melihat orang –
orang berlarian seperti di kejar hantu.
“ Ada apa ini? Tanya Mbah Santo pada seseorang yang hampir saja
menabraknya.
“ Anu, Mbah . . . ada makhluk aneh seperti orang gila sedang mengamuk.
Beberapa orang yang tertangkap langsung dicekik!” jawab orang itu dengan wajah pucat dan
suara terbata – bata karena dicekam rasa takut.
“ Celaka dia sudah jadi Buto Ijo!” seru Mbah Santo setengah mengeluh.
Benar apa yng dikatakan Mbah Santo. Ditengah kampung Nampak makhluk
hitam tinggi besar dengan muka kehijauan sedang mengobark – abrik rumah penduduk.
Melihat kehadiran Mbah Santo dan Takim, makhluk tinggi besar yang oleh Mbah Santo
disebut Buto Ijo itu langsung menyerang.
“ Awas mundur, Kim!” teriak Mbah Santo mengingatkan. Kemudiam Mbah
Santo dengan cepat menyiramkan tanah kubur yang dibawanya kea rah makhluk itu.
Makhluk tinggi besar itu menjerit kesakitan dan tubuhnya mengeluarkan asap seperti
terbakar.
“ Ayo kembali ke asalmu!” seru Mbah Santo sambil terus menyiram makhluk itu
dengan tanah kuburan.
Makhluk itu jatuh bergulingan di tanah dan akhirnya diam tidak bergerak lagi.
Tubunhya yang hitam bersisik perlahan – lahan mengelupas dan kemudian berubah menjadi
sosok gadis cantik dengan wajah dan kulit yang sudah memucat.
“Ningrum!” seru beberapa orang yang menyaksikan keanehan itu, hampir
bersamaan.
“ Sebaiknya jasad Ningrum segera kita rawat dan besok kita makamkan
kembali!” kata Mbah Santo.
Keesokan harinya ketika kuburan Ningrum dibongkar dan jasad Ningrum
dibongkar dan jasad Ningrum di makamkan kembali, orang – orang terkejut karena di dalam
kuburan Ningrum hanya ada sebatang pohon pisang yang dibungkus kain kafan. Mereka
seakan – akan tidak percaya kalau yang dimakamkan dulu itu bukanlah jasad Ningrum
melainkan hanyalah sebatang gedebog.

AJIAN BUTO IJO

Perlahan – lahan jasad Ningrum yang di bungkus kain putih diturnkan ke liang
lahat. Para pelayat memandang dengan tatapan pilu. Tapi tidak demikian dengan Mbah
Santo, laki – laki tua yang sering bertingkah aneh itu Cuma geleng – geleng kepala sambil
berguman dengan nada tidak jelas.
“ Gawat. . . gawat!” geragap Mbah Santo berulang – ulang sambil mencermati
bungkusan kain putih yang mulai dilepas dari ikatanya.

Apa yang terjadi? Rupanya, dimata Mbah Santo, yang ada di dalam bungkusan kain
putih itu bukanlah jasad Ningrum, melainkan hanyalah sebatang pohon pisang atau gedebog.
Ningrum yang kembang desa itu, meninggal setelah menderita sakit beberapa
minggu. Tidak ada yang tahu apa penyakit yang dideritanya. Menurut kabar burung yang
beredar, dia meninggal karena mengidap penyakit AIDS, karena sudah bukan rahasia lagi
kalau gadis cantik bertubuh sinal itu bekerja dikota sebagai wanita penghibur atau kupu –
kupu malam.
“ Kasihan Ningrum, dia masih muda tapi harus mati dengan cara yang
mengenaskan,” cetus salah seorang pelayat setelah lubang kubur tempat peristirahatan
terakhir Ningrum ditutupi dengan tanah.
Setelah upacara pemakaman Ningrum selesai, satu persatu para pelayat mulai
meninggalkan kuburan. Tapi tidak dengan Mbah Santo. Laki – laki tua itu masih berada di
tempatnya sambil menatap gundukan tanah merah yang berhiaskan batu nisan dan taburan
bunga tujuh rupa.
“ Gawat, kampung ini akan banjir darah!” guman Mbah Santo. Kemudian setelah
diam sejenak, laki – laki tua itu mengambil segenggam tanah merah dari pusara Ningrum dan
pulang dengan wajah diliputi kegelisahan.
Tidak ada yang tahu apa yang dipikirkan dan akan dilakukan oleh Mbah Santo. Tapi
yang jelas, setelah setelah pemakaman Ningrum, malam harinya awan tebal menyelimuti
langit disertai kilatan halilintar. Tapi anehnya, meski langit berselimut mendung di angkasa,
namun hujan tidak turun – turun. Tentu saja keanehan alam ini membuat orang bertanya –
tanya.
“ Aneh, meski mendung tebal dan sejak tadi petir terus menerus menyambar, tapi
hujan masih belum turun – turun juga,” cetus Roy yang malm itu ngobrol dengan teman –
temanya di pos kampling.
“ Benar, malam ini memang kelihatan aneh tidak seperti malam – malam biasanya.”
Sambung Takim.
“ Jangan – jangan ini ada hubunganya dengan kematian Ningrum!” sahut Kacung
tiba – tiba dengan suara agak keras sehingga membuat yang lainnya jadi tersentak.
“ Cung, kamu kalau bicara jangan ngawur!” celetuk Takim, mengingatkan.
“ Aku tidak ngawur. Aku hanya takut apa yang dikatakan Mbah Santo akan jadi
kenyataan. “
“ Memangya apa yang dikatakan orang tua itu?
“ Aku sempat mendengar, dia bilang kampong kita akan banjir darah,” jelas kacung
dengan suara bergetar.
Mendengar jawaban Kacung, semua langsung terdiam. Mereka saling
berpandangan. Ada perasaan tidak enak yang tiba – tiba menghinggapi hati mereka. Meski
mereka tahu otak Mbah Santo kurang waras, namun anehnya justru itulah yang membuat
sebagian antara mereka merasa yakin apa yang dikatakan Mbah Santo akan jadi kenyataan.
Karena tidak ingin sesuatu yang buruk menimpa mereka, seperti dikomando para
pemuda itu segera pulang ke rumah masing – masing. Mereka benar - benar takut apa yang
dikatakan Mbah Santo jadi kenyataan. Padahal mereka belum tahu apa yang dimaksud banjir
darah oleh Mbah Santo. Tapi dihati mereka sudah berselit bahwa banjir darah adalah
kematian. Dan mala mini seakan mereka sudah mencium bau kematian.
***************
Malam beranjak semakin gelap. Langit hitam pekat seperti lautan jelaga. Di
angkasa petir bagaikan lidah naga yang menyambar – nyambar dengan ganas deisertai
hembusan angin kencang.
Sementara orang – orang sudah tertidur lelap di ranjang masing – masing,
disebuah gubug reyot yang terletak agak jauh dari rumah penduduk, Mbah Santo sedang
duduk bersemedi di dalam kamarnya. Wajah lelaki tua Nampak tenang, dia sedang berusaha
memusatkan segenap panca indranya pada satu titik di mana dia akan mendapat kejelasan
atas sesuatu yang telah membuat hatinya gelisah.
Keesokan harinya, ketika fajar mulai merebak di ufuk timur, Mbah Santo pergi
kerumah Takim. Tentu saja pemuda yang semalam sempat dicekam rasa takut itu jadi
terkejut melihat kedatangan Mbah Santo.
“ Ada apa Mbah?” Tanya Takim sambil mengusap –usap matanya karena
semalam kurang tidur.
“Kim, apa kamu pernah melihat Ningrum telanjang?” ujur Mbah Santo balik
bertanya pada Takim?
Takim jadi terkejut mendengar partanyaan Mbah Santo yang tidak terduga itu.
Ternyata orang tua itu tidak hanya otaknya saja yang kurang waras tetapi juga kurang ajar,
pikir Takim.
“ Mbah Santo kalau bicara yang baik dan jangan begitu,” ujur Takim.
“ Aku ini serius, Kim. Kalau kamu pernah melihat Ningrum telanjang, tentunya
kamu pernah lihat noda kehitaman sebesar uang logam lima puluhandi bawah pusar atau
belahan buah dada Ningrum. Kalau kamu pernah lihat tanda seperti itu, tolong beri tahu aku.
Karena itu merupakan tanda Ajian Buto Ijo.”
Setelah menjelaskan panjang lebar apa itu Ajian Buto Ijo, kemudian dengan
tergesa – gesa Mbah Santo pulang. Dan Takim hanya berbengong – bengong memandang
keergian Mbah Santo. Baru kali ini dia melihat orang tua itu kelihatan waras meski apa yang
dikatakanya tidak masuk akal.
Sepeninggal Mbah Santo, Takim jadi gelisah. Dia memang tidak pernah melihat
Ningrum dalam keadaan telanjang bulat, tapi dia pernah melihat gadis itu mengenakan baju
tipis yang tembus pandang. Dan dibalik gaun itu dia sempat melihat noda kehitaman sebesar
uang logam lima puluhan dibelahan buah dada Ningrum. Apakah noda kehitaman di belahan
dadanya yang menghitam sebesar telapak orang dewasa.
Takim benar – benar gelisah mendengar percakapan ibu dan tetangganya itu.
Kalau yang dikatakan tetangganya itu benar, berarti apa yang dikatakan Mbah Santo juga
benar.
“ Ajian Buto Ijo itu biasanya digunakan oleh perempuan nakal. Ajain ini
digunakan orang supaya kuat berhubungan di tempat tidur sekaligus sebagai pemikat dan
mencari pasugihan. Orang yang mempunyai Ajian Buto Ijo biasanya tidak berumur panjang,
karena itu memang sudah perjanjianya. Dan bila orang itu sudah mati, maka rajah hitam di
bawah pusar atau belahan buah dadanya akan mengembang ke seluruh tubuhnya, kemudian
orang tua itu akan bangkit dari kuburanya menjadi Buto Ijo yang siap menyebar petaka,”
begitu tutur Mbah Santo yang masih diinat jelas oleh Takim.
Karena tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi dikampungnya, malam itu juga
Takmim ke rumah Mbah Santo. Beberapa teman mengajak ngobrol di pos kampling ditolak.
Bahkan ketika dia ditertawakan karena memberi tahu maksud kedatanganya kerumah Mbah
Santo, Takim juga tidak peduli.
Sampai dirumah Mbah Santo, Takim langsung menceritakan apa yang dilihat
dan yang didenggarnya engenai noda hitam di bawah pusar dan belahan buah dada Ningrum.
Mendengar cerita Takim wajah Mbah Santo langusng tegang seperti disengat arus listrik
tagangan tinggi.
“ Gawat, kalai terlambat kampung ini bisa banjir darah!” kata Mbah Santo lalu
segera mengambil tanah kuburan yang dulu diambil dari pusara Ningrum. “ Kim, kita harus
cepat pergi sebelum ada korban,” ajaknya sambil menyeret tangan Takim.
Baru saja Mbah Santo dan Takim keluar rumah, mereka mendengar suara
teriakan dari arah utara kampung. Dan beberapa saat kemudian mereka melihat orang –
orang berlarian seperti di kejar hantu.
“ Ada apa ini? Tanya Mbah Santo pada seseorang yang hampir saja
menabraknya.
“ Anu, Mbah . . . ada makhluk aneh seperti orang gila sedang mengamuk.
Beberapa orang yang tertangkap langsung dicekik!” jawab orang itu dengan wajah pucat dan
suara terbata – bata karena dicekam rasa takut.
“ Celaka dia sudah jadi Buto Ijo!” seru Mbah Santo setengah mengeluh.
Benar apa yng dikatakan Mbah Santo. Ditengah kampung Nampak makhluk
hitam tinggi besar dengan muka kehijauan sedang mengobark – abrik rumah penduduk.
Melihat kehadiran Mbah Santo dan Takim, makhluk tinggi besar yang oleh Mbah Santo
disebut Buto Ijo itu langsung menyerang.
“ Awas mundur, Kim!” teriak Mbah Santo mengingatkan. Kemudiam Mbah
Santo dengan cepat menyiramkan tanah kubur yang dibawanya kea rah makhluk itu.
Makhluk tinggi besar itu menjerit kesakitan dan tubuhnya mengeluarkan asap seperti
terbakar.
“ Ayo kembali ke asalmu!” seru Mbah Santo sambil terus menyiram makhluk itu
dengan tanah kuburan.
Makhluk itu jatuh bergulingan di tanah dan akhirnya diam tidak bergerak lagi.
Tubunhya yang hitam bersisik perlahan – lahan mengelupas dan kemudian berubah menjadi
sosok gadis cantik dengan wajah dan kulit yang sudah memucat.
“Ningrum!” seru beberapa orang yang menyaksikan keanehan itu, hampir
bersamaan.
“ Sebaiknya jasad Ningrum segera kita rawat dan besok kita makamkan
kembali!” kata Mbah Santo.
Keesokan harinya ketika kuburan Ningrum dibongkar dan jasad Ningrum
dibongkar dan jasad Ningrum di makamkan kembali, orang – orang terkejut karena di dalam
kuburan Ningrum hanya ada sebatang pohon pisang yang dibungkus kain kafan. Mereka
seakan – akan tidak percaya kalau yang dimakamkan dulu itu bukanlah jasad Ningrum
melainkan hanyalah sebatang gedebog.

PESUGIHAN NYAI SOBRAH

Adalah sebuah cerita misteri, cerita serem yang membuat mrinding. Sebut saja tarmiyem seorang ibu muda dari desa tengger, dua tahun lalu hidupnya baik-baik saja, nyaman, tentram dan bahagia bersama suami dan satu orang anaknya, namun itu semua tidaklah lama bertahan, pada hari kamis pon, saat petang dan matahari enggan menampakan sinarnya lagi, muncul berita yang membuat ibu satu orang anak ini gelisah.
Dia dikabari salah seorang keluarganya kalau ayahnya sedang sekarat dirumah sakit. Kemudian esoknya termiyem pergi kerumah sakit. Setelah menempuh perjalanan sekitar 3 jam melewati jalan aspal bebatuan yang terjal dan sedikit rusak akhirnya dia sampai dirumah sakit ibu pertiwi, tepatnya di kamar mawar no 4. sungguh keadaan ayahnya sangat parah mau mati pun susah sekali, entah apa yang terjadi pada beliau seperti ada yang mengganjal kematiannya.

cerita misteri
Tarmiyem pun hanya bisa terdiam dan bertanya-tanya dalam hati apakah gerangan yang terjadi pada ayah yang disayanginya itu. Sampai pada akhirnya salah seorang paman tarmiyem bercerita mengapa ayahnya sulit sekali meninggal. Sukarjo 52 tahun merupakan paman tarmiyem dari keluarga bapaknya, ia bercerita 35 tahun yang lalu saat masih muda ayah tarmiyem adalah seorang lelaki yang gemar mencari ilmu kanuragan, sering menyepi dan puasa mutih, sudah banyak tempat-tempat angker, wingit dan keramat yang ia datangi sampai pada akhirnya ia bertemu seorang guru kanuragan yang linuwih dan memberinya sebuah pusaka berupa wayang golek yang berwujud wanita cantik. Pusaka itu bernama wayang nyai sobrah dan dikenal sebagai sosok lelembut atau makhluk halus yang berpower tinggi, ada sebuah cerita misteri, bahwapemegang pusaka tersebut tidak akan hidup miskin oleh karena itu kemudian dikenal sebagai pesugihan nyai sobrah.


Diduga ayah nya sekarat dan sulit meninggal lantaran belum mewariskan pusaka tersebut. Banyak saudara tarmiyem yang ditawari supaya menjadi pewaris pusaka tersebut namun tidak ada yang cocok sampai pada akhirnya tarmiyem ditawari pusaka tersebut. Pada awalnya tarmiyem tidak mau menerimanya lantaran takut tetapi pada akhirnya dia mau karena tidak tega melihat kondisi ayah nya yang setengah mati itu. Sesaat setelah bersedia menerima ilmu tersebut dia diberi pusaka wayang untuk kemudian dibawa pulang dan disimpan. Ternyata dugaan mereka memang benar, 2 hari setelah mewariskan pusaka terkutuk tersbut ayah tarmiyem meninggal dunia. Namu apa yang terjadi dengan tarmiyem, dua bualan lebih tiga hari, tarmiyem memegang pusaka tersebut. Tanpa diduaga usaha tarmiyem berkembang pesat bahkan diapun sudah mulai mendirikan usaha seperti mini market. Namun musibah besar pun datang ditengah kesuksesannya suami tarmiyem mengalami kecelakaan saat pulang dari mini market miliknya dan mengalami kelumpuhan. Tarmiyempun hanya bisa pasrah dia menjalani hari-harinya seperti biasa. Namun lima bulan kemudian tarmiyem mulai merasakan perubahan yang aneh dalam dirinya dia merasakan ada getaran libido, hasrat sexual yang meningkat, terkadang tubuhnya merasa sangat panas, gelisah dan menggeliat-geliat, nafsu sexual itupun menggerogoti iman dan hatinya yang rapuh sampai pada akhirnya dia terjerumus dalam lubang kenistaan. Karena dia tidak dapat menyalurkan hasrat dengan suaminya, dia menyalurkan hasrat sexualnya itu diluar, dia mengatakan bahwa apabila hasratnya sedang memuncak bahkan 3 orang lelakipun belum cukup untuk memuaskannya, biasanya dia bercinta dengan lima orang lelaki sekaligus atau lebih, sekarang dia ibrat sangkar dari berbagai burung dengan bentuk dan ukuran yang bermacam-macam. Saat nafsu setan itu datang dia hanya bisa pasrah terlentang menjadi mangsa beberapa lelaki.

Dia mengatakan apabila hasrat sexualnya tidak tersalurkan tubuhnya terasa sakit semua dan panas seperti terbakar hebat. Sesungguhnya dalam relung hati nuraninya yang terdalam tarmiyem ingin bertobat dan mengakhiri semuanya, dia ingin menjalani hari-harinya seperti dulu bersama suami dan anak yang ia sayangi. Kembali kepangkuan keluarga tercinta, ini adalah kisah nyata, berhati-hatilah saudaraku jadikanlah ini sebagai satu pelajaran yang berharga. Tetapkanlah hati pada sang penciptamu

PESUGIHAN NYAI SOBRAH

Adalah sebuah cerita misteri, cerita serem yang membuat mrinding. Sebut saja tarmiyem seorang ibu muda dari desa tengger, dua tahun lalu hidupnya baik-baik saja, nyaman, tentram dan bahagia bersama suami dan satu orang anaknya, namun itu semua tidaklah lama bertahan, pada hari kamis pon, saat petang dan matahari enggan menampakan sinarnya lagi, muncul berita yang membuat ibu satu orang anak ini gelisah.
Dia dikabari salah seorang keluarganya kalau ayahnya sedang sekarat dirumah sakit. Kemudian esoknya termiyem pergi kerumah sakit. Setelah menempuh perjalanan sekitar 3 jam melewati jalan aspal bebatuan yang terjal dan sedikit rusak akhirnya dia sampai dirumah sakit ibu pertiwi, tepatnya di kamar mawar no 4. sungguh keadaan ayahnya sangat parah mau mati pun susah sekali, entah apa yang terjadi pada beliau seperti ada yang mengganjal kematiannya.

cerita misteri
Tarmiyem pun hanya bisa terdiam dan bertanya-tanya dalam hati apakah gerangan yang terjadi pada ayah yang disayanginya itu. Sampai pada akhirnya salah seorang paman tarmiyem bercerita mengapa ayahnya sulit sekali meninggal. Sukarjo 52 tahun merupakan paman tarmiyem dari keluarga bapaknya, ia bercerita 35 tahun yang lalu saat masih muda ayah tarmiyem adalah seorang lelaki yang gemar mencari ilmu kanuragan, sering menyepi dan puasa mutih, sudah banyak tempat-tempat angker, wingit dan keramat yang ia datangi sampai pada akhirnya ia bertemu seorang guru kanuragan yang linuwih dan memberinya sebuah pusaka berupa wayang golek yang berwujud wanita cantik. Pusaka itu bernama wayang nyai sobrah dan dikenal sebagai sosok lelembut atau makhluk halus yang berpower tinggi, ada sebuah cerita misteri, bahwapemegang pusaka tersebut tidak akan hidup miskin oleh karena itu kemudian dikenal sebagai pesugihan nyai sobrah.


Diduga ayah nya sekarat dan sulit meninggal lantaran belum mewariskan pusaka tersebut. Banyak saudara tarmiyem yang ditawari supaya menjadi pewaris pusaka tersebut namun tidak ada yang cocok sampai pada akhirnya tarmiyem ditawari pusaka tersebut. Pada awalnya tarmiyem tidak mau menerimanya lantaran takut tetapi pada akhirnya dia mau karena tidak tega melihat kondisi ayah nya yang setengah mati itu. Sesaat setelah bersedia menerima ilmu tersebut dia diberi pusaka wayang untuk kemudian dibawa pulang dan disimpan. Ternyata dugaan mereka memang benar, 2 hari setelah mewariskan pusaka terkutuk tersbut ayah tarmiyem meninggal dunia. Namu apa yang terjadi dengan tarmiyem, dua bualan lebih tiga hari, tarmiyem memegang pusaka tersebut. Tanpa diduaga usaha tarmiyem berkembang pesat bahkan diapun sudah mulai mendirikan usaha seperti mini market. Namun musibah besar pun datang ditengah kesuksesannya suami tarmiyem mengalami kecelakaan saat pulang dari mini market miliknya dan mengalami kelumpuhan. Tarmiyempun hanya bisa pasrah dia menjalani hari-harinya seperti biasa. Namun lima bulan kemudian tarmiyem mulai merasakan perubahan yang aneh dalam dirinya dia merasakan ada getaran libido, hasrat sexual yang meningkat, terkadang tubuhnya merasa sangat panas, gelisah dan menggeliat-geliat, nafsu sexual itupun menggerogoti iman dan hatinya yang rapuh sampai pada akhirnya dia terjerumus dalam lubang kenistaan. Karena dia tidak dapat menyalurkan hasrat dengan suaminya, dia menyalurkan hasrat sexualnya itu diluar, dia mengatakan bahwa apabila hasratnya sedang memuncak bahkan 3 orang lelakipun belum cukup untuk memuaskannya, biasanya dia bercinta dengan lima orang lelaki sekaligus atau lebih, sekarang dia ibrat sangkar dari berbagai burung dengan bentuk dan ukuran yang bermacam-macam. Saat nafsu setan itu datang dia hanya bisa pasrah terlentang menjadi mangsa beberapa lelaki.

Dia mengatakan apabila hasrat sexualnya tidak tersalurkan tubuhnya terasa sakit semua dan panas seperti terbakar hebat. Sesungguhnya dalam relung hati nuraninya yang terdalam tarmiyem ingin bertobat dan mengakhiri semuanya, dia ingin menjalani hari-harinya seperti dulu bersama suami dan anak yang ia sayangi. Kembali kepangkuan keluarga tercinta, ini adalah kisah nyata, berhati-hatilah saudaraku jadikanlah ini sebagai satu pelajaran yang berharga. Tetapkanlah hati pada sang penciptamu

Hidup di Alam Pesugihan

Melongok alam maya tidak ubahnya melihat bingkai suram yang penuh tanda tanya.
Tidak ubah kisah dialami Sukarman –bukan nama sebenarnya—, seorang petualang ritual asal Jogjakarta. Suatu ketika dia mencari tempat pemujaan pesugihan di salah satu goa yang ada di Jogjakarta. Di tempat itu dia menemui juru kunci yang menjaga tempat keramat. Dia pun mengembara ke alam pemujaan pesugihan yang menyeramkan.
Alam kehidupan maya
yang gemerlap keindahan dan kemegahan membuat tidak sedikit orang yang terlena untuk menikmati. Tanpa meninggalkan dunia nyata sebagai tempat berpijak dan menampakkan keunggulannya, seseorang bisa berbuat apa saja asalkan mau diperbudak iblis. Menghamba setan, jin, dan sebangsanya hanya untuk mendapatkan kemewahan.
Sewaktu hidup di dunia bergelimang harta tidak terasakan kepedihan kelak di alam baka. Ketika ajal menjemput resiko sebagai imbalan yang dia perbuat dapat dirasakan demikian pedih. Seperti kisah misteri yang dialami Sukarman ini sewaktu ‘bertamasya’ ke alam maya, di sana dia kebetulan berkelana di alam pemuja setan sesudah mereka meninggal.
Dia demikian ngeri menyaksikan para pemuda setan seperti pesugihan itu, dianiaya demikian berat. Dipukuli, diinjak-injak, dan dibakar dalam sebuah tungku besar yang panas membara. Tidak sekedar itu, selama berada di alam baka orang-orang berhati tamak tersebut dihinakan di antara makhluk lain yang berada di alam maya.
Mereka tidak ubahnya kedibal-kedibal yang tidak berguna. Misalkan saja dijadikan tumpuan WC, tempat pijakan kaki, atau pilar pagar, yang dibiarkan kehujanan dan kepanasan.
Sukarman yang oleh juru kunci suatu tempat keramat di Parangtritis, telah mengalami berkeliling ke alam jin dan diajak melihat-lihat kehidupan dialam itu. Ternyata jin juga kehidupannya sama seperti manusia. Di sana kehidupannya juga beragam. Ada jin yang kaya raya dan memiliki banyak budak manusia yang keberadaanya sungguh menyedihkan, tapi ada juga jin miskin yang sedikit memiliki budak, bahkan ada yang sama sekali tidak memilikinya.
Manusia budak iblis itu, dari pandangan Sukarman pada umumnya bernasib sebagaimana terjadi awal mula sejarah perbudakan di dunia. Tubuh mereka kurus kering tinggal kulit pembungkus tulang, warna kulit hitam legam, dan apabila dalam suatu pekerjaan mendapat kesalahan tak urung mendapat deraan cambuk dari tuannya sehingga sekujur badannya mengeluarkan darah. Mereka bekerja tak mengenal waktu.
Dalam kisahnya, Sukarman hingga dapat berkelana ke alam maya ini berawal dari keinginannya untuk menjadi orang kaya. Dia sendiri kerjanya hanya kuli serabutan. Padahal, anaknya 3 dan semuanya butuh biaya. Sukarman sudah bulat tekadnya mencari kekayaan dengan jalan ‘nyaji’. Dia pun sudah berjanji segala resiko sudah siap dihadapi. Dengan tekad membatu, dia mendatangi sebuah tempat penyembahan paling terkenal di pulau Jawa tersebut.
Tiba dihadapan juru kunci, Sukarman menceritakan maksudnya, dengan resiko apapun ia sanggup menerima. Sang kuncen hanya tersenyum lalu memberikan wejangan. Pesannya, nanti kalau sudah sampai di tempat pemujaan (tempat untuk mengontak atau berkomunikasi dengan siluman, red) dilarang mengucap kalimat-kalimat Al-Quran. Jangankan mengucap kalimat, ingat kepada Tuhan saja tidak boleh. Ini akan menggagalkan semua maksud.
“Kalau sudah mulai masuk goa siluman, jangan mengenakan busana. Walau selembar benangpun tidak boleh ada yang melekat di tubuh. Anda harus telanjang bulat,” pesan pekuncen tersebut seperti diceritakan Sukarman. Pesan lainnya, selama menelusuri lorong goa yang gelap gulita, Sukarman dilarang tengok kanan kiri. Jalan pun harus menundukkan kepala.
Sungguh ajaib, lorong goa yang semula gelap gulita ternyata berangsur-angsur menjadi terang benderang. Di sekelilingnya terlihat beraneka macam batu pualam. Jalan tanah yang semula diinjak penuh bebatuan, berubah menjadi tumbuhan lumut hijau bak permadani begitu empuk. Makin ke dalam semakin terlihat keajaiban.
Ternyata lorong goa itu hanya merupakan jalan pintu masuk saja. Di dalamnya tampak suatu bangunan istana megah yang penuh dengan ukiran-ukiran candi yang luasnya tak terkirakan. “Inilah yang disebut alam pesugihan,” pekik Sukarman.
Namun, lebih ke dalam lagi Sukarman merasakan hawa yang sangat panas dan merasakan keangkeran tempat asing itu. Dia masih dituntun oleh juru kunci. Kemudian diajak meniti undakan bangunan. Tapi, alangkah terkejutnya, saat menginjakan kakinya, ternyata terasa empuk, begitu dilihat ternyata undakan itu terdiri dari tumpukan tubuh manusia yang mulutnya menyeringai kesakitan. Sukarman merinding. Tapi ia tak dapat berbuat apa-apa.
Selanjutnya, Sukarman dibimbing ke sebuah kolam yang ada jembatan penyeberangan. Tenyata jembatan itupun terdiri dari anyaman tubuh manusia. Mulai pilar hingga tiang-tiangnya semua terdiri dari tubuh manusia yang dipasak oleh bilahan bambu. Dari sekujur tubuh anyaman manusia itu mengucur darah segar yang tiada henti. Mengerikan sekali. Saat berada dalam suasana mencekam itu, tiba-tiba ada suara berat seseorang yang terdengar dari undakan jembatan yang diinjak.
“Hei manusia mengapa kamu datang kemari, maukah kamu kelak tersiksa seperti kami?” kata suara itu, serak. Sukarman makin gentar takut hatinya, merasakan kengerian yang tiada taranya. Sebelum melangkah lebih jauh, tiba-tiba dari arah sebelah kanan terlihat beberapa orang yang dijadikan tumpuan suatu bangunan berupa stupa yang menghiasi kolam.
Kolam itu airnya tidak lazim. Warnanya menyerupai darah dan menyebarkan bau amis. Manusia yang dijadikan tumpuan itu terlihat sedang menahan beban dan menahan sakit yang berkepanjangan.
Mereka menyeringai sedang sekujur tubuhnya mengeluarkan darah melalui pori-pori kulitnya. “Wahai anak muda mengapa kamu kemari, pulanglah kembali ketempatmu sebelum terlambat, jangan mengikuti jejak kami yang tersesat. Kami saat ini merasakan penyesalan, maka anak muda biarkanlah cuma kami yang menjadi korban,” ucap sosok manusia tersiksa itu.
Sukarman bergidik. Dia sadar alam yang dimasuki itu. Maka, sebelumnya oleh juru kunci memandikannya dengan kembang agar hatinya mantap, secepat itu hatinya meronta dan mengundurkan maksudnya dalam posisi 180 derajat. “Allahhu…akbar !,” pekiknya.
Begitu membalikkan badannya, ternyata semua yang terlihat secara ajaib hilang semua, yang ada hanya mulut goa yang berbatu-batu. Sukarman terus berlari keluar tak menghiraukan juru kunci yang mengantarnya. Begitu sampai di luar goa segera dia bersujud ke tanah menghadap kearah kiblat mengucap istigfar berulang-ulang dengan deraian air mata .”Ya Allah, ya Tuhanku. Ampunilah hambaMu ini, yang hampir saja tergiur bujukan iblis,” rintihnya dalam tangis. (cerita kiriman Hendry,  semarang)

Hidup di Alam Pesugihan

Melongok alam maya tidak ubahnya melihat bingkai suram yang penuh tanda tanya.
Tidak ubah kisah dialami Sukarman –bukan nama sebenarnya—, seorang petualang ritual asal Jogjakarta. Suatu ketika dia mencari tempat pemujaan pesugihan di salah satu goa yang ada di Jogjakarta. Di tempat itu dia menemui juru kunci yang menjaga tempat keramat. Dia pun mengembara ke alam pemujaan pesugihan yang menyeramkan.
Alam kehidupan maya
yang gemerlap keindahan dan kemegahan membuat tidak sedikit orang yang terlena untuk menikmati. Tanpa meninggalkan dunia nyata sebagai tempat berpijak dan menampakkan keunggulannya, seseorang bisa berbuat apa saja asalkan mau diperbudak iblis. Menghamba setan, jin, dan sebangsanya hanya untuk mendapatkan kemewahan.
Sewaktu hidup di dunia bergelimang harta tidak terasakan kepedihan kelak di alam baka. Ketika ajal menjemput resiko sebagai imbalan yang dia perbuat dapat dirasakan demikian pedih. Seperti kisah misteri yang dialami Sukarman ini sewaktu ‘bertamasya’ ke alam maya, di sana dia kebetulan berkelana di alam pemuja setan sesudah mereka meninggal.
Dia demikian ngeri menyaksikan para pemuda setan seperti pesugihan itu, dianiaya demikian berat. Dipukuli, diinjak-injak, dan dibakar dalam sebuah tungku besar yang panas membara. Tidak sekedar itu, selama berada di alam baka orang-orang berhati tamak tersebut dihinakan di antara makhluk lain yang berada di alam maya.
Mereka tidak ubahnya kedibal-kedibal yang tidak berguna. Misalkan saja dijadikan tumpuan WC, tempat pijakan kaki, atau pilar pagar, yang dibiarkan kehujanan dan kepanasan.
Sukarman yang oleh juru kunci suatu tempat keramat di Parangtritis, telah mengalami berkeliling ke alam jin dan diajak melihat-lihat kehidupan dialam itu. Ternyata jin juga kehidupannya sama seperti manusia. Di sana kehidupannya juga beragam. Ada jin yang kaya raya dan memiliki banyak budak manusia yang keberadaanya sungguh menyedihkan, tapi ada juga jin miskin yang sedikit memiliki budak, bahkan ada yang sama sekali tidak memilikinya.
Manusia budak iblis itu, dari pandangan Sukarman pada umumnya bernasib sebagaimana terjadi awal mula sejarah perbudakan di dunia. Tubuh mereka kurus kering tinggal kulit pembungkus tulang, warna kulit hitam legam, dan apabila dalam suatu pekerjaan mendapat kesalahan tak urung mendapat deraan cambuk dari tuannya sehingga sekujur badannya mengeluarkan darah. Mereka bekerja tak mengenal waktu.
Dalam kisahnya, Sukarman hingga dapat berkelana ke alam maya ini berawal dari keinginannya untuk menjadi orang kaya. Dia sendiri kerjanya hanya kuli serabutan. Padahal, anaknya 3 dan semuanya butuh biaya. Sukarman sudah bulat tekadnya mencari kekayaan dengan jalan ‘nyaji’. Dia pun sudah berjanji segala resiko sudah siap dihadapi. Dengan tekad membatu, dia mendatangi sebuah tempat penyembahan paling terkenal di pulau Jawa tersebut.
Tiba dihadapan juru kunci, Sukarman menceritakan maksudnya, dengan resiko apapun ia sanggup menerima. Sang kuncen hanya tersenyum lalu memberikan wejangan. Pesannya, nanti kalau sudah sampai di tempat pemujaan (tempat untuk mengontak atau berkomunikasi dengan siluman, red) dilarang mengucap kalimat-kalimat Al-Quran. Jangankan mengucap kalimat, ingat kepada Tuhan saja tidak boleh. Ini akan menggagalkan semua maksud.
“Kalau sudah mulai masuk goa siluman, jangan mengenakan busana. Walau selembar benangpun tidak boleh ada yang melekat di tubuh. Anda harus telanjang bulat,” pesan pekuncen tersebut seperti diceritakan Sukarman. Pesan lainnya, selama menelusuri lorong goa yang gelap gulita, Sukarman dilarang tengok kanan kiri. Jalan pun harus menundukkan kepala.
Sungguh ajaib, lorong goa yang semula gelap gulita ternyata berangsur-angsur menjadi terang benderang. Di sekelilingnya terlihat beraneka macam batu pualam. Jalan tanah yang semula diinjak penuh bebatuan, berubah menjadi tumbuhan lumut hijau bak permadani begitu empuk. Makin ke dalam semakin terlihat keajaiban.
Ternyata lorong goa itu hanya merupakan jalan pintu masuk saja. Di dalamnya tampak suatu bangunan istana megah yang penuh dengan ukiran-ukiran candi yang luasnya tak terkirakan. “Inilah yang disebut alam pesugihan,” pekik Sukarman.
Namun, lebih ke dalam lagi Sukarman merasakan hawa yang sangat panas dan merasakan keangkeran tempat asing itu. Dia masih dituntun oleh juru kunci. Kemudian diajak meniti undakan bangunan. Tapi, alangkah terkejutnya, saat menginjakan kakinya, ternyata terasa empuk, begitu dilihat ternyata undakan itu terdiri dari tumpukan tubuh manusia yang mulutnya menyeringai kesakitan. Sukarman merinding. Tapi ia tak dapat berbuat apa-apa.
Selanjutnya, Sukarman dibimbing ke sebuah kolam yang ada jembatan penyeberangan. Tenyata jembatan itupun terdiri dari anyaman tubuh manusia. Mulai pilar hingga tiang-tiangnya semua terdiri dari tubuh manusia yang dipasak oleh bilahan bambu. Dari sekujur tubuh anyaman manusia itu mengucur darah segar yang tiada henti. Mengerikan sekali. Saat berada dalam suasana mencekam itu, tiba-tiba ada suara berat seseorang yang terdengar dari undakan jembatan yang diinjak.
“Hei manusia mengapa kamu datang kemari, maukah kamu kelak tersiksa seperti kami?” kata suara itu, serak. Sukarman makin gentar takut hatinya, merasakan kengerian yang tiada taranya. Sebelum melangkah lebih jauh, tiba-tiba dari arah sebelah kanan terlihat beberapa orang yang dijadikan tumpuan suatu bangunan berupa stupa yang menghiasi kolam.
Kolam itu airnya tidak lazim. Warnanya menyerupai darah dan menyebarkan bau amis. Manusia yang dijadikan tumpuan itu terlihat sedang menahan beban dan menahan sakit yang berkepanjangan.
Mereka menyeringai sedang sekujur tubuhnya mengeluarkan darah melalui pori-pori kulitnya. “Wahai anak muda mengapa kamu kemari, pulanglah kembali ketempatmu sebelum terlambat, jangan mengikuti jejak kami yang tersesat. Kami saat ini merasakan penyesalan, maka anak muda biarkanlah cuma kami yang menjadi korban,” ucap sosok manusia tersiksa itu.
Sukarman bergidik. Dia sadar alam yang dimasuki itu. Maka, sebelumnya oleh juru kunci memandikannya dengan kembang agar hatinya mantap, secepat itu hatinya meronta dan mengundurkan maksudnya dalam posisi 180 derajat. “Allahhu…akbar !,” pekiknya.
Begitu membalikkan badannya, ternyata semua yang terlihat secara ajaib hilang semua, yang ada hanya mulut goa yang berbatu-batu. Sukarman terus berlari keluar tak menghiraukan juru kunci yang mengantarnya. Begitu sampai di luar goa segera dia bersujud ke tanah menghadap kearah kiblat mengucap istigfar berulang-ulang dengan deraian air mata .”Ya Allah, ya Tuhanku. Ampunilah hambaMu ini, yang hampir saja tergiur bujukan iblis,” rintihnya dalam tangis. (cerita kiriman Hendry,  semarang)

RAHASIA PESUGIHAN POHON DEWANDARU

Gunung Kawi Jawa Timur selalu dimitoskan sebagai sarana pesugihan. Padahal sebenarnya tempat ini adalah punden Eyang Jogo. Namun karena pandangan miring itu sudah melekat dalam masyarakat, maka gunung Kawi tersebut dianggap mempunyai kekeramatan dalam hal perburuan harta kekayaan gaib lewat ritual pesugihan. BERBURU pesugihan memang tak boleh gegabah dan harus berpasrah diri. Dalam do’a pun, juga demikian. Permintaan yang dimohonkan, tidak secara otomatis terkabul kendati uborampe sudah diongkepi. 

Keinginan supaya bisa menjadi kaya, bisa datang lebih cepat dari harapan, tetapi dapat juga malah sebaliknya. Pada ranah pesugihan, dikenal pesugihan Pohon Dewadaru. Benarkah daun pohon tersebut merupakan lantaran manusia untuk menjadi kaya?

Warga masyarakat Jawa mengenal satu tradisi yang sudah ratusan bahkan ribuan tahun umurnya. Yakni, tradisi berburu kekayaan lazimnya disebut pesugihan. Untuk menggapainya ilmu tersebut (pesugihan) bukan perkara mudah. Karena dipercaya pelaku (orang bersangkutan) wajib menumbalkan nyawa, dari salah seorang anggota keluarganya, bisa istri, anak, menantu atau yang lainnya. 

Kendati besar tebusan sekaligus resiko yang wajib dibayar, akan tetapi anehnya jumlah orang yang memburunya berkecenderungan terus bertambah pada setiap tahunnya. Hal itu berarti banyak orang yang ingin kaya raya dengan cara melakukan ritual pesugihan.

Media permohonan pesugihan, bermacam-macam. Bisa melalui punden, makam, sendang, pohon, dan bentuk tempat keramat lain. Guna terkabulnya niatan itu, pelaku wajib atur sesaji pada penunggu gaib tempat tersebut. Sesaji ini, erat kaitannya dengan uborampe.

Fungsinya, yaitu untuk memanggil supaya penunggu gaib berkenan muncul sekaligus mendengar permintaan si pelaku. Dipercaya bahkan diyakini oleh sebagian orang terutama para pemburu kekayaan, saat melakukan doa, siapapun orangnya tidak boleh sembarangan.

Etika yang harus diikuti, antara lain harus santun, sabar dan fokus dengan apa yang diminta.  Semua hidupnya, digambarkan harus diserahkan terhadapnya, si penunggu gaib tempat keramat tersebut.

Berperilaku seperti itu, memang tidak gampang, namun demi satu tujuan yang sudah diperhitungkan untung dan ruginya, pelaku mau tidak mau harus mengerjakannya dengan sepenuh hati. Agar penunggu gaib tempat keramat tersebut, bersedia menerima doanya.

Pohon Dewa 
Pohon dewa merupakan pohon tua dan dikeramatkan sekaligus dipercaya bisa mendatangkan keberuntungan atau pesugihan. Pohon itu terdapat di area pesarean Gunung Kawi, masuk wilayah Kabupaten Malang, Jatim. Masyarakat menamai pohon Dewadaru tersebut sebagai pohon pesugihan. 

Bahkan ada juga yang menamainya sebagai pohon kesabaran. Dalam keyakinan masyarakat Tiong Hoa, Dewadaru, jenisnya termasuk jenis Pohon Shianto atau pohon Dewa. Siapapun yang kejatuhan pohon ini, dipercaya bisa menjadi kaya raya. Hanya saja, untuk mendapatkan daunnya, tidak boleh dipetik atau dipanjat pohonnya dan juga tidak boleh diambil dengan galah.

Akan tetapi, yang bersangkutan harus duduk bersila, sambil terus memanjatkan doa tanpa putus sembari menunggu jatuhnya helai demi helai daun pohon keramat tersebut.  Ketika jatuh, puluhan orang yang ada di bawah, langsung berebut untuk mengambilnya.

Selanjutnya daun dibungkus dengan selembar uang, kemudian disimpan di dalam dompet. Seperti itulah satu mitos soal pohon Dewadaru, yang dipercaya daunnya bisa membuat manusia menjadi kaya raya. 

Dalam sejarahnya, pohon yang mirip pohon crème ini, ditanam oleh Eyang Jugo dan Eyang Sujo, sebagai perlambang daerah gunung Kawi dan sekitarnya aman sejahtera. Eyang Jugo dan Eyang Sujo, dimakamkan di satu liang lahat. Lokasinya, tak jauh dari tumbuhnya pohon tersedut.

Keduanya dulunya merupakan pejuang, bala tentara Pangeran Diponegoro. Eyang Jugo atau Kyai Zakaria II dan Eyang Sujo Atau Raden Mas Iman Sudjono adalah Bhayangkara terdekat Pangeran Diponegoro.

Pada tahun 1830 saat perjuangan terpecah belah oleh siasat adu domba kompeni, dan Pangeran Diponegoro tertangkap kemudian diasingkan ke Makasar. Sedangkan Eyang Jugo dan Eyang Sujo mengasingkan diri ke wilayah gunung Kawi itu

RAHASIA PESUGIHAN POHON DEWANDARU

Gunung Kawi Jawa Timur selalu dimitoskan sebagai sarana pesugihan. Padahal sebenarnya tempat ini adalah punden Eyang Jogo. Namun karena pandangan miring itu sudah melekat dalam masyarakat, maka gunung Kawi tersebut dianggap mempunyai kekeramatan dalam hal perburuan harta kekayaan gaib lewat ritual pesugihan. BERBURU pesugihan memang tak boleh gegabah dan harus berpasrah diri. Dalam do’a pun, juga demikian. Permintaan yang dimohonkan, tidak secara otomatis terkabul kendati uborampe sudah diongkepi. 

Keinginan supaya bisa menjadi kaya, bisa datang lebih cepat dari harapan, tetapi dapat juga malah sebaliknya. Pada ranah pesugihan, dikenal pesugihan Pohon Dewadaru. Benarkah daun pohon tersebut merupakan lantaran manusia untuk menjadi kaya?

Warga masyarakat Jawa mengenal satu tradisi yang sudah ratusan bahkan ribuan tahun umurnya. Yakni, tradisi berburu kekayaan lazimnya disebut pesugihan. Untuk menggapainya ilmu tersebut (pesugihan) bukan perkara mudah. Karena dipercaya pelaku (orang bersangkutan) wajib menumbalkan nyawa, dari salah seorang anggota keluarganya, bisa istri, anak, menantu atau yang lainnya. 

Kendati besar tebusan sekaligus resiko yang wajib dibayar, akan tetapi anehnya jumlah orang yang memburunya berkecenderungan terus bertambah pada setiap tahunnya. Hal itu berarti banyak orang yang ingin kaya raya dengan cara melakukan ritual pesugihan.

Media permohonan pesugihan, bermacam-macam. Bisa melalui punden, makam, sendang, pohon, dan bentuk tempat keramat lain. Guna terkabulnya niatan itu, pelaku wajib atur sesaji pada penunggu gaib tempat tersebut. Sesaji ini, erat kaitannya dengan uborampe.

Fungsinya, yaitu untuk memanggil supaya penunggu gaib berkenan muncul sekaligus mendengar permintaan si pelaku. Dipercaya bahkan diyakini oleh sebagian orang terutama para pemburu kekayaan, saat melakukan doa, siapapun orangnya tidak boleh sembarangan.

Etika yang harus diikuti, antara lain harus santun, sabar dan fokus dengan apa yang diminta.  Semua hidupnya, digambarkan harus diserahkan terhadapnya, si penunggu gaib tempat keramat tersebut.

Berperilaku seperti itu, memang tidak gampang, namun demi satu tujuan yang sudah diperhitungkan untung dan ruginya, pelaku mau tidak mau harus mengerjakannya dengan sepenuh hati. Agar penunggu gaib tempat keramat tersebut, bersedia menerima doanya.

Pohon Dewa 
Pohon dewa merupakan pohon tua dan dikeramatkan sekaligus dipercaya bisa mendatangkan keberuntungan atau pesugihan. Pohon itu terdapat di area pesarean Gunung Kawi, masuk wilayah Kabupaten Malang, Jatim. Masyarakat menamai pohon Dewadaru tersebut sebagai pohon pesugihan. 

Bahkan ada juga yang menamainya sebagai pohon kesabaran. Dalam keyakinan masyarakat Tiong Hoa, Dewadaru, jenisnya termasuk jenis Pohon Shianto atau pohon Dewa. Siapapun yang kejatuhan pohon ini, dipercaya bisa menjadi kaya raya. Hanya saja, untuk mendapatkan daunnya, tidak boleh dipetik atau dipanjat pohonnya dan juga tidak boleh diambil dengan galah.

Akan tetapi, yang bersangkutan harus duduk bersila, sambil terus memanjatkan doa tanpa putus sembari menunggu jatuhnya helai demi helai daun pohon keramat tersebut.  Ketika jatuh, puluhan orang yang ada di bawah, langsung berebut untuk mengambilnya.

Selanjutnya daun dibungkus dengan selembar uang, kemudian disimpan di dalam dompet. Seperti itulah satu mitos soal pohon Dewadaru, yang dipercaya daunnya bisa membuat manusia menjadi kaya raya. 

Dalam sejarahnya, pohon yang mirip pohon crème ini, ditanam oleh Eyang Jugo dan Eyang Sujo, sebagai perlambang daerah gunung Kawi dan sekitarnya aman sejahtera. Eyang Jugo dan Eyang Sujo, dimakamkan di satu liang lahat. Lokasinya, tak jauh dari tumbuhnya pohon tersedut.

Keduanya dulunya merupakan pejuang, bala tentara Pangeran Diponegoro. Eyang Jugo atau Kyai Zakaria II dan Eyang Sujo Atau Raden Mas Iman Sudjono adalah Bhayangkara terdekat Pangeran Diponegoro.

Pada tahun 1830 saat perjuangan terpecah belah oleh siasat adu domba kompeni, dan Pangeran Diponegoro tertangkap kemudian diasingkan ke Makasar. Sedangkan Eyang Jugo dan Eyang Sujo mengasingkan diri ke wilayah gunung Kawi itu

DiBALIK KEGAGALAN PASTI ADA HIKMAHNYA

Budaya di negeri ini akrab dengan istilah pesugihan atau ilmu mendapatkan harta kekayaan secara cepat tanpa perlu kerja keras. Pesugihan memiliki banyak keragaman, seperti, pesugihan rantai babi, tuyul, babi ngepet, kandang bubrah,  butho ijo, batara karang, Gunung Kemukus (ritual seks pesugihan)dan lain-lain.Semua pesugihan tersebut berkaitan dengan sosok jin yang dimintai bantuan untuk mengabulkan hajat menjadi kaya.
Pesugihan tidak mudah dikerjakan. Meskipun segala persyaratan telah dipenuhi, kenyataannya tetap gagal menjadi kaya.Uniknya, masyarakat di negeri ini terlanjur akrab dengan pesugihan. Sehingga apabila mengalamiu kegagalan akan berupaya terus memburu pesugihan di tempat lain.

Apa sebenarnya yang menyebabkan ritual pesugihan gagal? Berikut petikan bincang-bincang saya dengan Teguh Setya Budi, pria berjanggut putih yang menetap di Kranggan Bekasi.
Analisis

“Saya pernah menganalisa kegagalan ritual pesugihan,” Katanya.

“Sebenarnya tidak semua orang yang menjalani pesugihan mengalami kegagalan. Ada diantaranya yang berhasil. Tingkat keberhasilannya pun berbeda-beda. Ada yang berhasil 30 persen hingga 90 persen. Ada juga yang gagal total alias rugi modal,” kata Teguh memulai pembicaraan.

“Tetapi harus pula diketahui, mereka yang berhasil pun berpeluang mengalami kehancuran di kemudian hari jika syarat yang sudah ditetapkan tidak dipenuhi,” lanjutnya.

Menurutnya, pesugihan itu kontrak seumur hidup. Biasanya ada syarat-syarat yang ditetapkan jika berhasil. Misalnya, tumbal dan sesajen tertentu. Apabila berhasil, syarat tersebut harus dipenuhi seumur hidup. Jika ditinggalkan atau terlupa dapat terkena akibatnya yang berujung kematian dan kekayaannya ludes seketika. Perbincangan seputar ritual pesugihan yang gagal tergolong unik.

Tempat pesugihan cukup banyak di negeri ini. Misalnya di Bandung, Ciamis, Tasikmalaya, Sadang (Cikampek), Cirebon, Cilacap, Ambarawa, Wonosobo, Grabagan, Parakan, Batang, Karanganyar (Solo), Lasem, Banyuwangi, Trenggalek, Jombang, Palembang, Jambi dan di Pulau Kalong (NTT).
Faktor Kegagalan

Teguh mengungkapkan, terdapat 2 syarat yang berkaitan dengan ritual pesugihan, yaitu: syarat yang harus dipenuhi sebelum ritual (berkaitan dengan sesajen dan jenis minyak tertentu) dan syarat yang harus dipenuhi pada saat ritual (berkaitan dengan mantera dan teknik ritual). Apabila syarat pertama dan kedua gagal dipenuhi, maka dapat dipastikan ritual akan gagal.

Adapun penyebab kegagalan menjalani ritual pesugihan cukup banyak. Namun, secara garis besar ada 5 faktor, yaitu: salah waktu, salah sesajen, salah bahasa, salah teknik, dan salah tempat.

“Sepintas memang tampak sederhana faktor kesalahan tersebut. Kenyataannya sangat sulit,” Kilahnya sambil tertawa. Menurutnya, sebuah tempat pesugihan memiliki aturan-aturan baku (patrap, bhs.Jawa) yang sudah turun temurun. Jika dilanggar sedikit saja, dapat dipastikan ritual gagal total.

Dia memberi contoh seputar faktor salah waktu. Dalam tradisi ritual pesugihan, waktu memegang peranan penting. Istilah waktu ini berkaitan dengan hari, weton dan jam ritual. Misalkan, hari Selasa-Kliwon, Sabtu-Pahing atau Jumat-Pon. Ada keterikatan kuat antara hari dalam penanggalan Nasional dengan hari dalam penanggalan Jawa.

Begitupula dalam hal jam. Ritual pada Selasa-Kliwon menandakan ritual tersebut dilaksanakan pada hari Senin sore dan bukan pada hari Selasa sore. Lima faktor kesalahan tersebut jika dijabarkan sangat luas. Misalkan, salah sesajen berkaitan dengan sesajen (ubo rampe) yang biasa dilakukan di tempat pesugihan tersebut.

Salah bahasa berkaitan dengan mantera-mantera yang dibaca, nama jin yang dipanggil dan permintaan dari orang yang menjalani ritual. Salah teknik berkaitan dengan salah duduk dan salah arah.

Salah tempat berkaitan dengan kesalahan menentukan lokasi yang tepat.
Resiko

Teguh mengatakan bahwa mencari kekayaan melalui pesugihan memiliki resiko tinggi. Terutama jika dalam proses ritual terjadi kontak dengan sosok gaib yang dituju. Pelaku ritual bisa sakit atau mengalami peristiwa yang dapat merenggut nyawanya. Misalnya,  dia pernah mendengar cerita orang yang usai menjalani ritual pesugihan, dalam perjalanan pulang, kendaraan yang ditumpangi nyaris tabrakan. Kejadian itu selalu terulang setiap kali selesai menjalani ritual pesugihan.

Bahkan pernah dalam suatu peristiwa, makhluk gaib yang dipanggil tidak sesuai dengan yang diinginkan dan yang datang makhluk gaib lain yang malah menyerang acara prosesi ritual hingga yang hadir lari tunggang langgang.

“Saya menyarankan untuk tidak coba-coba mengikuti ritual pesugihan. Keuntungannya hanya sesaat. dan, bukan keuntungan yang di dapatkan, melainkan bencana seumur hidup,” katanya.

DiBALIK KEGAGALAN PASTI ADA HIKMAHNYA

Budaya di negeri ini akrab dengan istilah pesugihan atau ilmu mendapatkan harta kekayaan secara cepat tanpa perlu kerja keras. Pesugihan memiliki banyak keragaman, seperti, pesugihan rantai babi, tuyul, babi ngepet, kandang bubrah,  butho ijo, batara karang, Gunung Kemukus (ritual seks pesugihan)dan lain-lain.Semua pesugihan tersebut berkaitan dengan sosok jin yang dimintai bantuan untuk mengabulkan hajat menjadi kaya.
Pesugihan tidak mudah dikerjakan. Meskipun segala persyaratan telah dipenuhi, kenyataannya tetap gagal menjadi kaya.Uniknya, masyarakat di negeri ini terlanjur akrab dengan pesugihan. Sehingga apabila mengalamiu kegagalan akan berupaya terus memburu pesugihan di tempat lain.

Apa sebenarnya yang menyebabkan ritual pesugihan gagal? Berikut petikan bincang-bincang saya dengan Teguh Setya Budi, pria berjanggut putih yang menetap di Kranggan Bekasi.
Analisis

“Saya pernah menganalisa kegagalan ritual pesugihan,” Katanya.

“Sebenarnya tidak semua orang yang menjalani pesugihan mengalami kegagalan. Ada diantaranya yang berhasil. Tingkat keberhasilannya pun berbeda-beda. Ada yang berhasil 30 persen hingga 90 persen. Ada juga yang gagal total alias rugi modal,” kata Teguh memulai pembicaraan.

“Tetapi harus pula diketahui, mereka yang berhasil pun berpeluang mengalami kehancuran di kemudian hari jika syarat yang sudah ditetapkan tidak dipenuhi,” lanjutnya.

Menurutnya, pesugihan itu kontrak seumur hidup. Biasanya ada syarat-syarat yang ditetapkan jika berhasil. Misalnya, tumbal dan sesajen tertentu. Apabila berhasil, syarat tersebut harus dipenuhi seumur hidup. Jika ditinggalkan atau terlupa dapat terkena akibatnya yang berujung kematian dan kekayaannya ludes seketika. Perbincangan seputar ritual pesugihan yang gagal tergolong unik.

Tempat pesugihan cukup banyak di negeri ini. Misalnya di Bandung, Ciamis, Tasikmalaya, Sadang (Cikampek), Cirebon, Cilacap, Ambarawa, Wonosobo, Grabagan, Parakan, Batang, Karanganyar (Solo), Lasem, Banyuwangi, Trenggalek, Jombang, Palembang, Jambi dan di Pulau Kalong (NTT).
Faktor Kegagalan

Teguh mengungkapkan, terdapat 2 syarat yang berkaitan dengan ritual pesugihan, yaitu: syarat yang harus dipenuhi sebelum ritual (berkaitan dengan sesajen dan jenis minyak tertentu) dan syarat yang harus dipenuhi pada saat ritual (berkaitan dengan mantera dan teknik ritual). Apabila syarat pertama dan kedua gagal dipenuhi, maka dapat dipastikan ritual akan gagal.

Adapun penyebab kegagalan menjalani ritual pesugihan cukup banyak. Namun, secara garis besar ada 5 faktor, yaitu: salah waktu, salah sesajen, salah bahasa, salah teknik, dan salah tempat.

“Sepintas memang tampak sederhana faktor kesalahan tersebut. Kenyataannya sangat sulit,” Kilahnya sambil tertawa. Menurutnya, sebuah tempat pesugihan memiliki aturan-aturan baku (patrap, bhs.Jawa) yang sudah turun temurun. Jika dilanggar sedikit saja, dapat dipastikan ritual gagal total.

Dia memberi contoh seputar faktor salah waktu. Dalam tradisi ritual pesugihan, waktu memegang peranan penting. Istilah waktu ini berkaitan dengan hari, weton dan jam ritual. Misalkan, hari Selasa-Kliwon, Sabtu-Pahing atau Jumat-Pon. Ada keterikatan kuat antara hari dalam penanggalan Nasional dengan hari dalam penanggalan Jawa.

Begitupula dalam hal jam. Ritual pada Selasa-Kliwon menandakan ritual tersebut dilaksanakan pada hari Senin sore dan bukan pada hari Selasa sore. Lima faktor kesalahan tersebut jika dijabarkan sangat luas. Misalkan, salah sesajen berkaitan dengan sesajen (ubo rampe) yang biasa dilakukan di tempat pesugihan tersebut.

Salah bahasa berkaitan dengan mantera-mantera yang dibaca, nama jin yang dipanggil dan permintaan dari orang yang menjalani ritual. Salah teknik berkaitan dengan salah duduk dan salah arah.

Salah tempat berkaitan dengan kesalahan menentukan lokasi yang tepat.
Resiko

Teguh mengatakan bahwa mencari kekayaan melalui pesugihan memiliki resiko tinggi. Terutama jika dalam proses ritual terjadi kontak dengan sosok gaib yang dituju. Pelaku ritual bisa sakit atau mengalami peristiwa yang dapat merenggut nyawanya. Misalnya,  dia pernah mendengar cerita orang yang usai menjalani ritual pesugihan, dalam perjalanan pulang, kendaraan yang ditumpangi nyaris tabrakan. Kejadian itu selalu terulang setiap kali selesai menjalani ritual pesugihan.

Bahkan pernah dalam suatu peristiwa, makhluk gaib yang dipanggil tidak sesuai dengan yang diinginkan dan yang datang makhluk gaib lain yang malah menyerang acara prosesi ritual hingga yang hadir lari tunggang langgang.

“Saya menyarankan untuk tidak coba-coba mengikuti ritual pesugihan. Keuntungannya hanya sesaat. dan, bukan keuntungan yang di dapatkan, melainkan bencana seumur hidup,” katanya.